x

Mancini

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 5 Juli 2021 16:58 WIB

Euro 2021, Kecemerlangan Tim Italia di Bawah Pelatih Pedagog, Roberto Mancini

Ada rahasia apakah Timnas Italia mampu mencatat rekor menang 15 kali berturut-turur dalam perhelatan Euro 2020 sejak babak kualifikasi? Ada satu nama penting di balik kisah cemerlang itu, yakni sang pelatih Roberto Mancini. Ada sikap rendah hati, hingga menganggap semua pemainnya sebagai starter. Dan itu bukan basa-basi, karena ia membuktikan di lapangan. Bila Italia ternyata terhenti di semi final Euro 2020 ini, pelajaran Mancini tak akan terlupakan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pesta sepak bola di benua Biru, Euro 2020 dan di benua America, Copa America 2020 telah menyelesaikan babak 8 besar. Di Euro satu tim yang diunggulkan masuk 4 besar, Republik Ceko ternyata ditekuk Denmark dengan skor terbalik 1-2. Sementara di Copa America satu tim unggulan yang digadang masuk semi final pun gugur, yaitu Uruguay. Mereka dipecundangi Kolombia via drama adu pinalti.

Namun, ada kisah menarik dari pentas sepak bola tersebut, dan patut saya apungkan kembali. Minimal ini sebagai pembelajaran bagi sepak bola nasional. Lalu ada juga kisah bagaimana semua tim di Euro dan Copa America bermain sepak bola di level yang sama. Secara umum, semua tim bermain sama. Cara menguasai bola saat menyerang maupun cara bermain saat bertahan. 

Dan, saya bisa menyebut, seluruh pelatih baik di Euro dan Copa America benar-benar memilih dan membawa pemain yang memiliki teknik, intelegensi, personaliti, dan speed (TIPS) di atas rata-rata, yaitu dengan nilai 8,5 hingga 9,9. Tidak pernah terdengar berita tentang timnas di Euro maupun Copa America yang disusupi pemain titipan dan lainnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pelajaran Mancini, Italia cipta rekor

Karenanya, bagi stakeholder sepak bola di Indonesia dari hulu hingga hilir, sampai para pembina dan pelatih sepak bola di akar rumput, harus terus menancapkan dan meneladani pelajaran dari Roberti Mancini, pelatih Timns Italia. Pelajaran yang ditorehkan adalah, Italia telah menciptakan rekor tersendiri, meski Euro 2020 baru sampai fase 8 besar.

Mustahil rekor dipecahkan Mancini dan Italia bila pondasi pembentukan timnas Italia tidak benar. Sebelum Italia bersama Mancini memecahkan rekor 15 kali menang berturut-turut dalam satu turnamen bernama Euro 2020 sejak dari babak kualifikasi, saya sudah membagi kisah tentang pelajaran dari Mancini, bahkan Euro masih di fase grup dan saat itu, Italia baru akan memainkan laga ketiga.

Saat itu,  kendati Italia baru dipastikan lolos ke babak 16 besar setelah 2 laga sebelumnya menekuk Swiss dan Turki di Grup A, namun posisi juara Grup belum di tangan, Mancini justru bergeming dengan menurunkan 8 pemain baru yang belum merumput dalam laga sebelumnya.

Saya pun menyebut, andai pelatih Italia bukan Mancini, maka agak mustahil menurunkan 8 pemain yang belum dipercaya merumput sekaligus, sebab di pentas Euro 2020 ini, bukan tempatnya bermain-main dan memberi kesempatan serta kepercayaan gratis kepada pemain yang belum turun karena taruhannya kalah dan posisi juara Grup A bisa lepas dari genggaman.

Tetapi, Mancini tetap tegas bersikap, penuh percaya diri dengan semua individu pemain yang dipilih masuk dalam skuatnya. Kendati, hasil laga sangat berisiko, bila kalah dan hanya duduk di runner-up Grup, di babak 16 besar akan bersua dengan tim lebih kuat, nyatanya 8 pemain yang dikasih kepercayaan menjawab tuntas dengan tetap tampil cemerlang tak beda dengan tim yang sudah turun dalam 2 laga sebelumnya. Pun tetap memberi garansi kemenangan.

Kehebatan Mancini, meski menurunkan 8 pemain langsung yang baru merumput, Mancini tak berpikir bahwa Italia turun dengan tim lapis kedua dan tetap menang. Italia tetap menyapu bersih semua laga dan menjadi juara Grup A Euro 2020. Berikutnya terus melaju, di babak 16 besar menyingkirkan Austria. Di 8 besar menyingkirkan tim ranking 1 Dunia, Belgia.

Jujur, apa yang diperbuat oleh Mancini sangat mengesankan, di dalam keluarga timnas Italia suasana kondusif terus dibangun. Mancini tak membeda-bedakan pemain, tak pilih kasih. Di kancah Euro 2020, Mancini memilih 26 pemain terbaik di Italia. Dari kecerdasan, ketegasan, dan tanggungjawabnya, Mancini benar-benar memilih pemain yang sesuai standarnya. Tak ada pemain titipan. Tak ada pemain yang masuk skuat karena kepentingan.

Mancini pelatih pedagogi

Oleh sebab itu, dari 26 pemain yang dipilihnya, Mancini tak pernah menganggap apalagi mengucap bahwa dalam skuatnya ada pemain utama dan ada pemain lapis kedua. Inilah bukti bahwa Mancini adalah pelatih yang paham dan menguasai pedagogi (kognitif, afektif, psikomotor) pemain dan tak salah memilih pemain. Tak menerima pemain titipan, apalagi pemain yang ada beban kepentingan.

Hal itu pun sampai diucapkan oleh Mancini dalam jumpa pers seperti telah disiarkan oleh berbagai media internasional dan nasional, Mancini menyebut memiliki 26 starter dalam skuad Italia yang dibawa dalam Euro 2020.

Mancini sangat percaya kepada 26 pemain yang dipilihnya dari pikiran dan tangannya sendiri. Lebih dari itu, perasaan dan pikiran ke-26 pemain juga sangat dijaga oleh Mancini, sehingga keluarga timnas Italia terus kondusif. Tak ada jarak antar pemain, karena semua pemain merasakan dan diperlakukan sebagai pemain utama oleh Mancini.

Saya juga sudah mengungkap bahwa, meski dalam sebuah laga, pemain yang turun hanya 11, yang menghuni bench pemain 7 orang, total 18 orang. Maka, dari 26 pemain yang dipilih, di laga 1 dan 2 ada yang tak berjersey tim 8 orang. Tetapi, di laga ke-3 dari 26 pemain telah merasakan merumput dan menghuni bench pemain, tidak menjadi pengisi tribun penonton abadi.

Itu semua terjadi, karena Mancini menganggap 26 pemainnya adalah starter. Semua pemain utama, tidak ada cadangan, tak ada pemain lapis satu atau lapis dua, apalagi meruntuhkan mental pemain dengan menyebut secara verbal ada pemain grade A dan grade B, hingga grade C dan seterusnya. Grade itu, kelas. Itu semua karena Mancini adalah pelatih pedagogi.

Indonesia, bukalah mata dan hati

Di Indonesia, sangat masif saya jumpai, mulai dari sepak bola akar rumput, tim kota/kabupaten/provinsi, klub-klub, hingga timnas, pembina dan pelatihnya mengkotak-kotak kelas pemain. Dari tahun ke tahun hal ini terjadi berulang. Padahal usia PSSI jelang 100 tahun.

Bila budaya dan tradisi pembina dan pelatih di Ibdonesia terus mengkotak-kotak kelas pemain atau level pemain hingga menyebut kelompok di level akar rumput, maka dipastikan pembina dan pelatih jelas tak lulus pedagogi. 

Sangat tak layak, tak pantas, dan wajib dijauhkan dari sepak bola akar rumput, karena jelas tak akan mampu mendidik dan membina tumbuh kembang kognisi dan afektif pemain, hingga pemain mentalnya jatuh, layu sebelum berkembang.

Karena, mendidik dan membina pemain usia dini dan muda ada teori dan tekniknya, di mana teori dan tekniknya juga wajib dipelajari secara formal, sebab pembina dan pelatih=guru. Lisensi kepelatihan sepak bola dan pengalaman menjadi pemain sepak bola saja tak cukup. 

Cara Mancini, sangat tepat ditiru oleh semua jenjang tim sepak bola di Indonesia untuk membuat mental pemain tetap terjaga dan terus naik tingkat kepercayaan dirinya.

Di Indonesia, banyak sekali pemain muda sampai timnas senior yang langsung layu ketika bergabung atau dipanggil tim tingkat kota/kabupaten/provinsi hingga timnas, sebab cara pendidikan dan pembinaan oleh pelatih sebelumnya berbeda, pun posisi bermain juga diubah-ubah. Sudah begitu, karena tak paham pedagogi, bahkan pelatih sampai dengan terang-terangan di dalam skuatnya ada pemain utama; pemain lapis dua, pemain grade A, grade B dan lain sebagainya.

Indonesia, belajarlah dari Mancini. Bukalah mata dan hati! Karena dia sendiri yang memilih, 26 pemain terbaik Italia yang kini masuk skuat Gli Azzurri, dia sebut semuanya starter. Mental pemain pun terjaga, kepercayaan diri pemain pun terus tergaransi. Sebab, persoalan siapa dari 26 pemain yang diturunkan, itu adalah masalah kesempatan sambil membaca siapa lawan dan bagaimana kekuatannya, maka mana dari 26 starter yang akan dikasih kesempatan merumput.

Luar biasa, memilih dan memasukkan 26 pemain dalam skuat timnas Italia, tak ada pemain cadangan, semua pemain utama, semua starter bagi Mancini. Hasilnya, 15 kemenangan beruntun, bukan saja mengantar Italia sampai ke semi final Euro 2020, tapi telah memecahkan rekor Euro 2020.

Usai memenangi big match melawan Belgia pada perempat final Euro 2020, Sabtu (3/7/2021) dini hari WIB dengan skor 2-1 atas Belgia dalam pertandingan yang berlangsung di Allianz Arena, Muenchen, Jerman, Italia pun sukses mengukir rekor baru di kompetisi Euro, sebab  kemenangan atas Belgia menjadi yang ke-15 secara beruntun bagi Italia di Euro 2020 sejak dari babak kualifikasi.

Saya kutip dari UEFA, 15  kemenangan beruntun tersebut, menjadi yang terbanyak di kompetisi sepak bola antarnegara di Benua Eropa. Melewati rekor Belgia dan Jerman yang baru sama-sama memetik 14 kemenangan berturut-turut. Belgia meraih prestasi tersebut di Euro 2020, sedangkan Jerman pada edisi 2012. Dan, kini Italia 15 kali menang berturut-turut di Euro 2020.

Aktor di balik keperkasaan Italia, siapa lagi kalau bukan sang alenatore, Roberto Mancini. Pasalnya, sejak Roberto Mancini ditunjuk oleh Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) sebagai pelatih mulai 14 Mei 2018 lalu, Gli Azzurri benar-benar berubah.

Meski sebagai pemegang juara dunia empat kali, Italia bahkan gagal lolos ke Piala Dunia 2018 karena kalah agregat dari Swedia pada play-off kualifikasi zona Eropa 2017. Buntutnya Gian Piero Ventura dipecat dan mundurnya Carlo Tavecchio selaku Presiden FIGC.

Untuk kemenangan beruntun, prestasi Mancini memang belum sebanding dengan Vittorio Pozzo, pelatih timnas Italia yang mengukir 30 pertandingan tak terkalahkan pada rentang Oktber 1935 hingga Juli 1939. Namun, khususnya di Euro, Mancini kini membawa Italia memecahkan rekor.

Selain itu, dari 34 pertandingan sejak ditunjuk sebagai pelatih Italia pada 2018, sampai saat ini Mancini hanya kalah dua kali yaitu saat menghadapi Perancis (1-3) pada laga persahabatan, Juni 2018 dan kalah dari Portugal pada 10 September 2018 pada laga UEFA Nations League. Gli Azzurri saat itu takluk dengan skor tipis 0-1 dari Portugal.

Biodata Roberto Mancini

Nama lengkapnya Roberto Mancini.
Tempat, tanggal lahirnya di Lesi, Italia, 27 November 1964, artinya kini Mancini berusia 56 tahun. Mancini mengantongi lisensi kepelatihan UEFA Pro dan karier sebagai pelatih cukup mentereng. Mulai tahun 2000-2001 di Lazio sebagai asisten pelatih. Kemudian tahun 2001-2002 menjadi pelatih Fiorentina. Tahun 2002-2004 melatih Lazio, tahun 2004-2008 melatih Inter Milan, tahun 2009-2013 melatih Manchester City.

Selanjutnya tahun 2013-2014 melatih Galatasaray, tahun 2014-2016 kembali melatih Inter Milan, tahun 2017-2018 melatih FC Zenit Saint Petersburg, dan 2018-sekarang  menjadi alenatore Timnas Italia. Lengkap dan pantas. 

Bagi saya, dengan pondasi timnas Italia yang dibentuk dengan dasar pedagogi oleh Mancini, saat babak fase grup saja sudah bikin kagum. Kini, baru mau masuk fase semi final, Mancini sudah memecahkan rekor Euro 2020. 

Semoga, sikap rendah hati Mancini, akan terus mengiringi keluarga besar timnas Italia hingga lolos di semi final, dan siapa pun lawannya di final Euro 2020, sikap Mancini terhadap keluarga timnas Italia, memberikan berkah Italia Juara Euro 2020.

Bila Italia ternyata terhenti di semi final, minimal Mancini telah menorehkan pelajaran berharga khususnya bagi pembina dan pelatih sepak bola di seluruh dunia tentang Ilmu Mancini: SEMUA PEMAIN dalam SKUATnya adalah STARTER, PEMAIN UTAMA.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler