x

Dokumentasi Pribadi

Iklan

Tatang Hidayat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 7 Juli 2021 06:21 WIB

Pesantren Bani Yasin Cantayan : Monumen Sejarah Awal Dakwah Islam di Sukabumi

Sukabumi merupakan salah satu daerah di Jawa barat yang memiliki jaringan Ulama, atau  dalam istilah Sunda disebut dengan Ajengan, yang berjasa besar dalam pengembangan Islam yang sudah sepantasnya mendapatkan perhatian (M. Syahru Ramadhan dalam Ajengan Dadun Abdulqohhar Tokoh Ulama Kesohor di Sukabumi (1936-2006), Jurnal Al-Turas, Vol. XIX, No. 1 tahun 2013).

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh : Tatang Hidayat (Pegiat Student Rihlah Indonesia)

Kamis, 17 Juni 2021 sebuah episode kehidupan kembali diperjalankan Allah Subhanahu Wata’ala dan bertemu ragam manusia. Tak lengkap rasanya jika berkunjung ke Sukabumi tidak menyempatkan berkunjung ke salah satu pondok pesantren. Adalah Pondok Pesantren Bani Yasin Cantayan yang memiliki nilai sejarah yang sangat berharga namun tak banyak dikenal, khususnya oleh anak-anak muda saat ini.

Rasanya sangat betah dan terasa berharga ketika saya diberikan kesempatan yang mulia bisa menginjakkan kaki pertama kalinya di kawasan Cantayan, Sukabumi. Rasanya ingin berlama-lama di sini, salah satu kawasan yang memiliki nilai sejarah yang besar dalam perjalanan dakwah Islam di Sukabumi, Jawa Barat bahkan Nasional. Pesantren yang biasanya diramaikan oleh aktivitas para santri, namun karena wabah pandemi sekarang keadaannya sunyi, saya sangat bersyukur bisa banyak belajar dan mendapat begitu banyak faidah ketika berkunjung ke sini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sukabumi merupakan salah satu daerah di Jawa barat yang memiliki jaringan Ulama, atau  dalam istilah Sunda disebut dengan Ajengan, yang berjasa besar dalam pengembangan Islam yang sudah sepantasnya mendapatkan perhatian (M. Syahru Ramadhan dalam Ajengan Dadun Abdulqohhar Tokoh Ulama Kesohor di Sukabumi (1936-2006), Jurnal Al-Turas, Vol. XIX, No. 1 tahun 2013).

Dari Pesantren Bani Yasin Cantayan telah melahirkan banyak ulama besar yang memiliki kontribusi dalam pengembangan Islam di Sukabumi, Jawa Barat bahkan Nasional. Sebut saja ada KH. Dadun Abdulqohar  (w.  2006) atau lebih dikenal dengan sebutan Ajengan    Dadun, beliau adalah salah satu Ulama lokal yang telah berkontribusi  dalam konteks pengembangan  Islam  di  atas.  Tentu  saja  di masanya  beliau  tidak  mengembangkan  Islam sendirian,  tercatat  ada  KH. Masturo  yang  juga berdakwah dengan membangun    lembaga pendidikan pesantren Al -Masturiyah atau dikenal Pesantren Tipar di daerah  Cikaroya, Cisaat, Ajengan Acun Mansur yang mengembangkan Islam di daerah Tegallega, Ajengan Ahmad Sanusi, pendiri Pesantren Syamsul  Ulum  sekaligus  pendiri  organisasi Al-Ittihadul Islamiyah (AII) di wilayah Gunung Puyuh (M. Syahru Ramadhan dalam Ajengan Dadun Abdulqohhar Tokoh Ulama Kesohor di Sukabumi (1936-2006), Jurnal Al-Turas, Vol. XIX, No. 1 tahun 2013).

Ulama-Ulama  di  atas  merupakan  Ulama yang giat mengembangkan Islam di Sukabumi pada   abad   ke-20.  Beberapa Ulama paling terkemuka di Sukabumi terlahir dari garis keturunan  yang  sama,  belum  ditambah  tokoh lain  yang  pernah  belajar  kepada  Ulama  dari garis keturunan di atas yang pasti turut berjasa dalam  pengembangan  Islam  yang  membuat jaringan pengembangan Islam di wilayah Sukabumi kuat. Hingga saat ini, garis keturunan keluarga  tersebut  dikenal  dengan sebutan “Keluarga Cicantayan” (M. Syahru Ramadhan dalam Ajengan Dadun Abdulqohhar Tokoh Ulama Kesohor di Sukabumi (1936-2006), Jurnal Al-Turas, Vol. XIX, No. 1 tahun 2013).

Keluarga Cantayan merupakan istilah yang tidak asing di telinga masyarakat Sukabumi, terutama bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia dakwah, pesantren, dan pemerintahan. Istilah ini merujuk  kepada  keluarga  besar  yang  diakui  oleh    berbagai    kalangan, terutama tokoh  masyarakat  dan   ulama   Sukabumi   sebaga keluarga   “alim   ulama”   yang   memiliki pengaruh  kuat  dalam strata sosial dan keagamaan di wilayah Sukabumi,   hal   ini  dikarenakan    banyaknya    anggota    keluarga Cantayan yang menjadi tokoh terkemuka. Dua di  antaranya,  KH.  Ahmad  Sanusi  dan  KH.Dadun  Abdulqohhar  bahkan  sangat  berpengaruh  di Sukabumi dan Jawa Barat (M. Syahru Ramadhan dalam Ajengan Dadun Abdulqohhar Tokoh Ulama Kesohor di Sukabumi (1936-2006), Jurnal Al-Turas, Vol. XIX, No. 1 tahun 2013)

Sejarah berdirinya Pesantren Bani Yasin Cantayan berdasarkan cerita dari lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar, akibat timbulnya pertentangan dengan pemerintah Belanda, Haji Yasin –ayah KH. Abdurrahim dan kakeknya KH. Ahmad Sanusi— yang berasal dari Soekapoera (Tasikmalaya) pindah ke Sukabumi dan mendirikan pesantren sambil menjadi amil di desa cantayan Sukabumi. H. Yasin masih ada hubungan sebagai keturunan Raden Anggadipa, ketika memegang Jabatan sebagai Bupati Sukapura, Raden Anggadipa dikenal sebagai Raden Tumenggung Wiradadaha III yang dikenal sebagai Dalem Sawidak (Miftahul Falah dalam Buku Riwayat Perjuangan KH. Ahmad Sanusi, 2009:12).

Di Sukabumi yang tergolong pesantren tua adalah Pesantren Cantayan, Genteng dan Syamsul Ulum Gunung Puyuh. Ketiga pesantren ini memiliki pengaruh yang besar di daerah Sukabumi. Pesantren Cantayan didirikan pada awal abad ke-20 oleh KH Yasin bin Idham bin Nur Sholih. Pada tahun 1912 keberadaan Pesantren Cantayan ketika dipimpin KH. Abdurrahim dapat dikatakan sebagai pesantren besar dan cukup berpengaruh. Terlebih setelah Ahmad Sanusi kembali dari Mekkah pada tahun 1915. Ia banyak membantu dan memberikan pengajaran terhadap santri-santrinya.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, Pesantren  Cantayan  yang  didirikan  oleh  KH. Yasin bin Idham bin Nur Sholih kemudian dilanjutkan oleh KH.  Abdurrahim disebut-sebut sebagai salah satu pesantren tertua di Sukabumi yang pernah   menjadi   basis   perjuangan   melawan  penjajah dan telah melahirkan banyak pejuang  dan   tokoh agama.  Banyak  pula   Ajengan-Ajengan  Jawa  Barat  dan  tokoh  masyarakat  yang  telah  dilahirkan  melalui  kiprah  dakwah keluarga Cantayan.   Sekarang   ini   generasi  terakhir dari angkatan pertama keturunan KH. Abdurrahim sudah tiada dengan meninggalnya Ajengan Dadun   pada   tahun 2006 silam, namun  keluarga  besar  Cantayan  masih  sangat  dihormati   karena kiprahnya dalam bidang da’wah, pendidikan serta pengembangan  Islam (M. Syahru Ramadhan dalam Ajengan Dadun Abdulqohhar Tokoh Ulama Kesohor di Sukabumi (1936-2006), Jurnal Al-Turas, Vol. XIX, No. 1 tahun 2013).

Beberapa Ulama besar yang dihasilkan oleh pesantren Cantayan adalah KH. Ahmad Sanusi (Pendiri Al-Ittihadijatoel Islamijjah serta pesantren Gunung Puyuh atau lebih dikenal dengan Pesantren Syamsul Ulum), KH. Masthuro (Pendiri Pesantren Al-Masthuriyah "Tipar" Sukabumi), KH. Dadun Abdul Qohhar (Pesantren Ad-Da’wah Sukabumi), KH. Sholeh Iskandar (Pendiri Pesantren Darul Falah Bogor) dan lain sebagainya.

Ahmad Sanusi dilahirkan pada 12 Muharram 1306 H / 18 September 1888 di Desa Cantayan, onderdistrik Cikembar, Distrik Cibadak Afdeeling Sukabumi dan wafat di Pesantren Gunung Puyuh, Sukabumi pada Ahad malam 31 Juli tahun 1950 (Sulasman dalam Kyai Haji Ahmad Sanusi : Berjuang dari Pesantren Hingga Parlemen dalam Jurnal Sejarah Lontar, Vol. 5, No. 2 tahun 2008 ; Munandi Sholeh dalam KH. Ahmad Sanusi dan Karya-Karyanya : Khazanah Literasi Ilmu-Ilmu Ajaran Islam di Nusantara, Jurnal At-Tadbir, Vol. 29, No. 02 tahun 2019).

Beliau dikenal sebagai Ajengan Cantayan, sosok ulama sunda yang dipenuhi aktifitas sosial keagamaan plus mewariskan karya yang sangat berharga dan bisa dibanggakan oleh urang sunda. Salah satu karya KH. Ahmad Sanusi yang banyak dikenal di masyarakat Sunda adalah kitab Raudhah al-‘Irfân fi ma’rifah al-Qur’ân yang bisa dikatakan sebagai kitab tafsir Sunda. Sejak kecil beliau belajar ilmu agama dari ayahnya sendiri, K.H Abdurrahim, pemimpin Pesantren Cantayan di Sukabumi. Selanjutnya ia belajar dari pesantren ke pesantren di daerah Jawa Barat (ypibaniyasincantayan.blogspot.com, 12/5/2009).

Pada tahun 1910 Ahmad Sanusi menikahi Siti Juwariyah dan beberapa bulan kemudian berangkat ke Makkah untuk ibadah haji dan setelahnya ia tidak langsung pulang, tetapi bermukim disana bermaksud untuk menimba ilmu kepada para ulama di Makkah. Sekembalinya ke tanah air pada tahun 1915, beliau membantu ayahnya membina Pesantren Cantayan sambil membina para ulama. Kemudian tahun 1922 K.H. Ahmad Sanusi mendirikan pesantren Genteng Babakan Sirna, Cibadak, Sukabumi. Dalam menyampaikan dakwah, K.H. Ahmad Sanusi mempunyai metoda yang keras, radikal, tegas, dan teguh pendirian. Beliau merombak cara belajar santri dengan duduk tengkurap (ngadapang) diganti dengan duduk di bangku dan meja dan diterapkan sistim kurikulum berjenjang (klasikal) (Miftahul Falah dalam Buku Riwayat Perjuangan KH. Ahmad Sanusi, 2009 ; ypibaniyasincantayan.blogspot.com, 12/5/2009).

Berdasarkan penelusuran literatur, pada tahun 1914 sampai dengan 1942 KH. Ahmad Sanusi menulis kitab tidak kurang dari 126 judul kitab, pada tahun 1946 karya KH. Ahmad Sanusi telah mencapai hampir 200 judul kitab, dan pada tahun 1950 sebelum beliau wafat berdasarkan pengakuan keluarganya hasil karya KH. Ahmad Sanusi mencapai sekitar 480 judul kitab. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan KH. Ahmad Sanusi adalah seorang ulama dan penulis Nusantara yang produktif Munandi Sholeh dalam KH. Ahmad Sanusi dan Karya-Karyanya : Khazanah Literasi Ilmu-Ilmu Ajaran Islam di Nusantara, Jurnal At-Tadbir, Vol. 29, No. 02 tahun 2019).

Sepeninggal KH. Yasin, Pesantren Cantayan dilanjutkan oleh anaknya yaitu KH Abdurrahim. Beliau sendiri meninggal pada tahun 1950 dan digantikan KH. Nahrowi yang telah mendirikan pesantren lain di Cisaat. Sementara Pesantren Syamsul Ulum Gunung Puyuh, didirikan oleh KH. Ahmad Sanusi pada tahun 1934. Ia adalah anak ketiga dari KH Abdurrahim (Pendiri Pesantren Cantayan) dari isterinya yang pertama, yaitu Ibu Empo/Epok (Munandi Sholeh dalam KH. Ahmad Sanusi dan Karya-Karyanya : Khazanah Literasi Ilmu-Ilmu Ajaran Islam di Nusantara, Jurnal At-Tadbir, Vol. 29, No. 02 tahun 2019).

Sebenarnya sebelum mendirikan Pesantren Gunung Puyuh, pada tahun 1922 KH. Ahmad Sanusi pernah mendirikan sebuah pesantren yang bernama Pesantren Genteng Babakan Sirna sebagai pengembangan dari Pesantren Cantayan yang dibangun ayahnya, di kaki gunung Rumpin, Babakan Sirna, Cibadak Sukabumi.

Dengan demikian, jika dicermati baik Pesantren Genteng ataupun Samsul Ulum Gunung Puyuh memiliki jaringan dan hubungan kekerabatan intelektual dengan pesantren-pesantren tersebut karena memang KH. Ahmad Sanusi sebagai pendiri dari kedua pesantren tersebut jauh sebelumnya pernah belajar di pesantren-pesantren itu (radarsukabumi.com, 19/5/2019).

Dengan demikian dapat dipahami bahwa tidak berlebihan jika Pesantren Bani Yasin Cantayan bisa dikatakan sebagai monumen sejarah awal dakwah Islam di Sukabumi karena hasil didikan dari Pesantren Bani Yasin Cantayan baik yang termasuk ke dalam keluarga besar Cicantayan maupun para santrinya telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pengembangan dakwah Islam di Sukabumi, Jawa Barat bahkan Nasional.

Hari ini setiap orang sedang membuat sejarah hidupnya yang kelak akan menjadi kenang-kenangan indah ketika kita telah tiada. Jika hidup adalah sebuah cerita, maka buatlah narasi sebaik-baiknya. Wallohu'alam bi al-Shawab

Pesantren Bani Yasin Cantayan - Pesantren Genteng Sukabumi - Pesantren Al-Masthuriyah "Tipar" Sukabumi - Pesantren Syamsul Ulum Gunung Puyuh Sukabumi

Sukabumi, Jawa Barat

Rabu - Jum'at

16 - 18 Juni 2021

 

Ikuti tulisan menarik Tatang Hidayat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB