x

ilustr: InfoBisnis

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 29 Juli 2021 13:22 WIB

Makan di Warung 20 Menit, Berani Terima Tantangan?

Batasan 20 menit itu bisa dipandang sebagai tantangan untuk ditaklukkan, tapi bisa juga dorongan bagi kita untuk berpikir dari sudut pandang lain, yaitu tidak usah makan di dalam warung, tapi dibawa pulang. Lha ngapain maksain diri makan terburu-buru dengan risiko tersedak, di samping risiko tertular? Beli, bawa pulang mungkin lebih baik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Di masa pepe-kaem level empat dan level tiga babak kedua ini, pemerintah mengizinkan para peminat hidangan warung untuk menyantap makanan di dalam warung. Bagi pemilik warung, ini potensi pemasukan yang lebih baik. Bagi warunger alias penggemar makan di warung karena suasana egaliternya, ini peluang untuk menunaikan kerinduan karena lama tidak bisa makan di warung. Makan di warung memang menghadirkan keasyikan tersendiri, bisa ngobrol dengan pengunjung lain walaupun mungkin tidak saling mengenal. Sayangnya, unsur kenikmatannya tampak bakal berkurang, sebab pemerintah memberi syarat: setiap orang tidak boleh makan di dalam warung lebih dari 20 menit.

Respon warga beraneka rupa. Ada yang menggunjing aturan itu dengan membuat meme-meme yang lucu. Boleh jadi, warga menganggap pemerintah sedang bercanda—mana bisa pengunjung warung melakukan aktivitas memesan, menunggu makanan, lalu makan dan minum dalam 20 menit. Memesan dan menunggu makanan disiapkan saja butuh waktu beberapa menit. Katakanlah ngantri dilayani 5 sambil mikir-mikir mau lauk apa, lalu dilayani selama 2-3 menit, berarti pengunjung warung hanya memiliki sisa waktu 10-13 menit untuk menyantap hidangan dan minuman.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagian orang menganggap batasan waktu itu sebagai tantangan, dan mereka bilang sanggup menyantap satu piring nasi beserta lauk pauk dalam 5 menit. Apa gak takut keselek alias tersedak? Makan yang terburu-buru jelas tidak nikmat, juga tidak baik dan sehat karena makanan belum terkunyah sesuai anjuran ahlinya. Walaupun mungkin, yang terbiasa mukbang akan menyelesaikan makanan sepiring ini kurang dari 5 menit. Expres. Soal kunyahannya lembut atau tidak, itu soal lain. Namun, bagi khalayak umum, waktu 10 menit itu serba terburu-buru.

Berikutnya, kalau dalam 10 menit makanan yang sudah dipesan tidak habis, apa pengunjung dipaksa keluar warung dan dihalau pergi? Atau sisa makanan boleh dibungkus dulu untuk dibawa pulang? Kalau boleh dibungkus dulu, masih mending. Jika tidak boleh, berapa banyak sisa makanan yang akan terbuang percuma? Bisa jadi, ini pemborosan di masa susah. Lagi pula, apakah ada petugas satpol yang menjaga di depan warung? Jika ada satpol yang menjaga warung dan mengawasi pengunjung, bayangkan, berapa banyak satpol harus dikerahkan untuk mengawasi warung.

Jadi, sebagai tantangan, 20 menit berada di dalam warung merupakan momen yang cukup menegangkan. Di satu sisi, pengunjung mungkin berada dalam suasana psikologis tegang dan tidak: jangan-jangan banyak orang masuk ke dalam warung pas saya lagi pesan. Kalau mendadak banyak pengunjung, makan di tempat jelas bukan pilihan bijak, walaupun diberi waktu 20 menit. Makin lama berada di dalam ruang tertutup, makin besar pula peluang penularan jika ada pengunjung yang tidak sehat, sebab ketika sama-sama sedang makan, pengunjung pasti membuka mulut cukup lebar. Tak mungkin mulut menutup rapat, kecuali jika pesanan mau dibawa pulang.

Jadi, batasan 20 menit itu bisa dipandang sebagai tantangan untuk ditaklukkan, tapi bisa juga dorongan bagi kita untuk berpikir dari sudut pandang lain, yaitu tidak usah makan di dalam warung, tapi dibawa pulang. Lha ngapain maksain diri makan terburu-buru dengan risiko [pertama] tersedak, yang ini lumayan berbahaya, khususnya bagi yang sudah berumur cukup lanjut. Lalu, risiko [kedua] penularan, yang ini sangat berbahaya, karena selama makan di dalam warung, seluruh pengunjung bersama-sama membuka mulut ... ha...  Maka terjadilah di dalam warung itu berseliweranlah makhluk-makhluk itu...... Padahal kita tidak tahu, apakah seluruh pengunjung itu sehat 100 persen dan apakah daya tahan tubuh kita sedang top 100 persen.

Tapi, keputusan inilah yang dipilih dalam konteks pepe-kaem level empat babak kedua, sebab semua orang butuh makan; bukan hanya pengunjung warung, tapi pemilik warung pun butuh makan. Jadi, ketimbang tergopoh-gopoh makan di warung, mending pesan lalu dibawa pulang. Mudah-mudahan ini lebih aman dan Anda tetap bisa santai menyantap makanan. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler