x

cover buku Mata Giok

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 16 Agustus 2021 16:33 WIB

Mata Giok - Pandangan Penulis China di Luar Tiongkok Tentang Negaranya

Dengan menggunakan cerita bergenre detektif ringan, Diane Wei Liang menggambarkan kehidupan Tiongkok setelah mengadopsi kapitalisme terbatas.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Mata Giok

Judul Asli: The Eye of Jade

Penulis: Diane Wei Liang

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penterjemah: Naria M. Lubis

Tahun Terbit: 2007

Penerbit: Dragon Writers’ Imprint          

Tebal: iv + 280

ISBN: 978-979-16442-0-4

Revolusi kebudayaan! Siapa yang tidak melakukan sesuatu yang mengerikan saat Revolusi Kebudayaan? Manusia membunuh manusia (hal. 270)

 

Saya membaca beberapa buku fiksi berbasis Tiongkok karya orang-orang China yang berada di luar Tiongkok. Buku-buku tersebut diantaranya adalah “The Magpie Bridge” karya Liu Hong, “Peach Blossom Paviliun” karya Mingmei Yip, Gunung Jiwa” karya Gao Xingjiang dan buku yang sedang say aulas ini “Mata Giok” karya Diane Wei Liang. Saya juga memnaba karya non fiksi tulisan Liang Heng yang dibantu pasangannya Judith Shapiro yang berjudul “Anak-anak Langit.”

Selain dari Gunung Jiwa, sebuah karya sastra yang penulisnya dianugerahi Hadiah Nobel, semua buku tersebut telah saya baca dengan tuntas. Khusus Gunung Jiwa ini memang karya sastra yang cukup berat. Sehingga saya belum memnyelesaikannya.

Saya mendapat kesan bahwa para penulis keturunan China yang berkarya di luar Tiongkok berupaya menggambarkan bagaimana situasi Tiongkok saat Deng Xiaoping mengadopsi kapitalisme secara terbatas. Umumnya mereka menggambarkan kondisi masyarakat di masa Revolusi Kebudayaan dan Kebijakan Lompatan ke Depan sebagai latar belakang dan kehidupan generasi setelahnya yang menanggung segala masalah akibat kedua peristiwa sejarah besar di awal berdirinya Republik yang pada saat yang bersamaan menerima kesejahteraan akibat dari kebijakan Deng tadi.

Tak berbeda dari buku-buku yang saya sebutkan di atas, “Mata Giok” karya Diane Wei Liang ini juga mengungkap kondisi Tiongkok di masa kebijakan kapitalisme terbatas diterapkan.

Sebelum membahas isi dari novel ini, saya ingin memperkenalkan dulu Diane Wei Liang, si penulis novel ini. Menurut informasi yang ada di halaman cover belakang, Diane Wei Liang sempat kuliah di Universitas Beijing, sebelum akhirnya kabur ke Barat. Pengajar mata kuliah Kajian Bisnis ini mendapatkan gelar Ph.D dari Universitas Carnegie Mellon. Ia tinggal di London dan New York. Wei Liang menulis banyak buku, termasuk biografinya yag berjudul “Lake with No Name.” Latar belakang Wei Liang ini memberikan informasi kepada saya tentang cara pandangnya terhadap Tiongkok.

Wei Liang mengambil genre novel detetif yang ringan saja untuk menggambarkan kehidupan generasi pasca Revolusi Kebudayaan. Ia mengisahkan pencarian “Mata Giok” yang hilang di masa Revolusi Kebudayaan. Alur cerita detetif yang tidak terlalu rumit ini digunakannya untuk menggambarkan kondisi masyarakat Tiongkok di era kapitalisme terbatas.

Tokoh utama novel ini adalah seorang perempuan bernama Wang Mei. Wang Mei memutuskan untuk keluar dari Kementerian Keamanan Negara dan memilih untuk memulai karir sebagai detetiktif swasta. Detektif Swasta adalah pekerjaan yang tidak umum bagi masyarakat di masa itu. Apalagi seorang perempuan. Saya melihat melalui pemilihan tokoh perempuan dengan profesi yang tidak lazim ini Wei Liang ingin menunjukkan betapa para pegawai negeri di Tiongkok berupaya beralih profesi apa saja untuk mengejar mimpi menjadi kaya. Dalam novel ini secara eksplisit Wei Liang juga menunjukkan keluhan dari mereka yang sampai tua tetap menjadi pegawai negeri yang berakhir dengan kemiskinan.

Wang Mei sendiri tidak meninggalkan pekerjaannya di Kementerian Keamanan Negara karena alasan mencari kaya. Tetapi ia meninggalkan pekerjaan tersebut karena menghindari tekanan dari atasan yang ingin dia menjadi istri muda dari bos dari atasannya tersebut. Kasus-kasus pejabat tinggi memanfaatkan kekuasaan untuk mendapatkan kenikmatan dan memanfaatkan anak buah untuk meniti karir (216) ternyata masih tetap terpelihara meski kapitalisme telah diterapkan.

 

Wei Liang menggunakan kehidupan Lu, saudari Wang Mei yang penuh gebyar untuk menggambarkan perubahan kehidupan generasi Kapitalisme terbatas. Lua menikah dengan Lining, seorang pejabat kaya raya dan mempunyai keluarga di Kanada. Pernikahan Lu dengan Lining digambarkan begitu megah dan penuh glamour. Begitukah kehidupan generasi muda Tiongkok yang mendapatkan kesempatan dari pelaksanaan kapilatisme terbatas?

Wang Mei mendapatkan order dari Paman Chen untuk melacak Mata Giok. Paman Chen memberikan sobekan koran yang memuat penjualan sebuah keramik jaman Dinasti Han di Hong Kong. Melalui upaya yang tidak terlalu sulit, Wang Mei menemukan sosok Zhan Hong si penjual keramik mangkuk perjamuan jaman Dinasti Han tersebut. Namun sayang, sebelum ia sempat menanyai Zhang Hong, pria ini kebutur terbunuh. Melalui Lili, pacar Zhang Hong, Wang Mei mendapatkan informasi bahwa Zhang Hong baru saja Kehilangan semua uangnya karena judi. Tapi dia menyampaikan kepada Lili kekasihnya bahwa dia akan segera kaya lagi karena masih memilik sebuah benda yang bernama “Mata Giok.”

Dalam menggambarkan tempat-tempat judi baru, Wei Liang mengungkap kebiasaan pejabat-pejabat daerah yang berjudi di tempat-tempat perjudian baru tersebut. Mereka (para pejabat daerah) adalah para pendatang yang telah meempuh ribuan mil dari rumah mereka. Di kota besar ini, mereka tidak dikenal dan berada di luar jangkauan orang-orang di lingkungan mereka (hal. 148). Secara halus Wei Liang menyoroti dampak dari kapitalisme ini terhadap perilaku korup pejabat daerah.

Dari penyelidikan yang lebih mendalam, Wang Mei justru menemukan bahwa Mata Giok bukanlah sebuah benda. Mata Giok adalah nama seorang mata-mata Pemerintah di jaman Revolusi Kebudayaan. Mata Giok adalah ibunya!

Ibunya adalah seorang pegawai negeri rendahan di Biro Kesenian. Ia adalah seorang pelukis yang tidak terlalu terkenal. Ling Bai memutuskan untuk mengikuti sang suami ke dalam kamp kerja paksa. Akibatnya ia dipecat dari posisinya sebagai pegawai negeri. Namun kemudian ia keluar dari kamp tersebut untuk menyelamatkan dua anak perempuannya yang tidak akan bisa bertahan jika mereka berdua tetap berada di kamp kerja paksa. Entah bagaimana Ling Bai berhasil kembali menjadi pegawai negeri.

Masa lalu Ling Bai terbongkar justru saat dia mengalami sakit strook. Ia tiba-tiba dipindahkan ke ruangan perawatan yang lebih baik tanpa anak-anaknya tahu. Ternyata orang yang membantu pemindahan ke kamar yang lebih baik itu adalah Song Kashian, Wakil Kementerian Keamanan Negara. Song Kashian ternyata adalah teman Lin Bai di saat revolusi. Song Kashian sendiri pernah terbuang dari jajaran elite negeri. Mereka berdua menyimpan sebuah rahasia.

Pada bagian ini Wei Liang mau menunjukkan bahwa di masa Revolusi Kebudayaan moralitas tidak ada. Semua orang mencoba mencari jalan supaya selamat, meski mereka harus mengorbankan teman atau keluarga sendiri.

Dalam novel ini Wei Liang juga menggambarkan betapa kemaruknya orang-orang muda Tiongkok dengan barang-barang asing. Dari merek mobil Mercedes dan Mitsubishi, rokok merk Marlboro dan minuman coca-cola serta tas produk Perancis menjadi identitas baru untuk menunjukkan kemodernan. Wei Liang juga menyoroti tergantikannya Yang Ge (tarian rakyat yang di masa Mao dijadikan tarian nasional) dengan dansa barat (hal 174).

Sebagai sebuah novel yang menghibur, We Liang memberi kejutan melalui epilog. Di bagian epilog, Wei Liang menyampaikan bahwa segel batu giok dari masa Dinasti Han (Mata Giok?) terjual di New York kepada kolektor anonim (hal. 280). Segel batu giok yang berada di dalam sebuah sabuk sudah diungkap oleh Wei Liang di halaman 14, dimana ayah Wang Mei menyerahkan sebuah bungkusan kepadanya saat Mei meninggalkan kamp kerja paksa. Mei sempat bertemu dengan mantan kekasihnya saat masih kuliah yang bernama Yaping, sebelum Yaping pulang ke New York (hal. 209). Jadi anda bisa menyimpulkan sendiri bahwa manusia-manusia seperti apa yang ada di novel ini. 617

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

6 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB