x

Pwnjilat

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 21 Agustus 2021 07:51 WIB

Antara Penjilat dan Apresiasi

Mengapa akhir-akhir ini, kata penjilat kembali mengemuka baik di media massa maupun media sosial (medsos)? Bila sebelumnya kata penjilat gencar ditujukan oleh berbagai pihak hingga warganet kepada beberapa sosok di negeri ini, kini ada lagi sosok baru yang langsung dicap sebagai penjilat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mengapa akhir-akhir ini, kata penjilat kembali mengemuka baik di media massa maupun media sosial (medsos)? Bila sebelumnya kata penjilat gencar ditujukan oleh berbagai pihak hingga warganet kepada beberapa sosok di negeri ini, kini ada lagi sosok baru yang langsung dicap sebagai penjilat.

Sebab, sosok-sosok itu dianggap penjilat, masyarakat pun mahfum karena rekam jejak si sosok sebelumnya siapa, dan kini si sosok menjadi apa. 

Sehingga, penganugrahan sebagai penjilat, ternyata bukan  karena tanpa alasan. Terlebih, saat berbicara di hadapan publik baik di layar televisi maupun berbicara di media massa, nampak sekali sikap menjilatnya.

Terbaru, ada budayawan yang merespon penghapusan mural berisi kritik terhadap pemimpin negeri ini di layar televisi nasional, Kamis (19/8/2021) dengan mengungakpan upaya menghapus mural sebaiknya dilakukan dengan tidak tebang pilih, baik mural berisikan kritik maupun pujian kepada pemimpin negeri. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pasalnya, mural, yang seharusnya dihapus adalah mural yang berisikan pujian. Menurutnya pujian dapat membunuh karena kerap dipakai oleh pihak-pihak yang kerap memiliki kepentingan. Pujian itu justru membunuh, mestinya yang dihapus itu pujian, karena itu tempat bagi para penjilat yang belum tentu mencintai NKRI.

Apa yang disampaikan oleh si budayawan tentunya sangat jelas ke mana arahnya, dan siapa yang dimaksud sebagai penjilat. Karena, kisah tentang penjilat yang sedang beraksi di negeri ini, tanggapan dan komentarnya terus berselieweran di media massa maupun medsos.

Apresiasi sesuai kenyataan

Bila apa yang kita lakukan dan perbuat benar dan baik serta membawa kemaslahatan bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, hingga bangsa dan negara, maka meski tetap ada hal yang kurang, salah, tidak tepat dan lainnya, maka orang lain tentu akan mahfum.

Hal-hal yang benar dan baik dan bermaslahat bukan tipu muslihat, akan mudah dibaca dan dicerna arah tujuan dan kebenarannya apalagi bila hal yang dilakukan tidak benar, tidak baik, dan hanya menjilat. Akan sangat mudah dirasakan intriknya.

Atas hal benar atau salah, baik atau buruk, yang kita lakukan atau perbuat, orang lain atau masyarakat pun tentu akan tetap memberikan apresiasi, penghargaan terhadap sesuatu, sesuai dengan apa yang kita lakukan dan perbuat itu.

Lahir dan mengemukanya kata penjilat di NKRI sekarang, adalah apresiasi yang tentunya setimpal dengan tingkah laku dan perbuatan dari sosok yang dianggap penjilat oleh publik. Hal ini sesuai dengan perbuatannya yang semakin kerap mencari muka dengan membuat pembelaan-pembelaan kepada orang yang dulunya bahkan menjadi bagian dan sasaran kritiknya.

Mirisnya, saat publik sampai sudah menempelkan label sebagai penjilat, sosok-sosok ini malah terus tak segan melakukan segala cara agar menjadi lebih dekat dengan pihak yang dirasanya menguntungkan dan menjadi junjungan dengan melakukan pembelaan dengan segala cara dan terkadang dibumbui sikap ramah yang tak renyah. Sebabnya, ramahnya juga menjadi bagian dari adegan menjilat, bukan asli sebagai orang yang ramah.

Selain itu, aksi penjilat pun bisa di cermati dari sikapnya misal dalam berkomebtar atauberdialog, yang tiba-tiba di depan menjadi serba setuju dengan opini orang lain, tetapi di belakangnya tetap membela junjungannya. Tanpa sadar pun akan muncul keluar sikap sombong dan arogan baik dari ucapan maupun bahasa tubuhnya.

Pada kesempatan lain, juga tanpa disadari atau dengan sadar sikap menyepelekan muncul. Kadang hanya berani berani berargumen kecil, tapi bila tersinggung, muncul argumen besar yang semakin menunjukkan kedok dengan memuji junjungan berlebihan, semakin rewel dan mendebat dengan menghalalkan segala cara.

Hebatnya lagi, sosok penjilat sering teridentifikasi tak segan jadi public enemy, sosok yang dibenci masyarakat. Tapi, mereka tak akan peduli dengan hal ini. Meski dibenci publik, tak akan membuat mereka berhenti menjilat karena masih menjadi bagian di gerbongnya.

Haruskah perilaku dan perbuatan menjilat diteladani? Rakyat Indonesia yang benar-benar cinta NKRI kini semakin cerdas. Rakyat tahu kelompok mana yang kini berbuat memberikan keuntingan dan kebaikan kepada rakyat. Mana yang hanya mencari keuntungan pribadi dan golongan. Mana, yang kini kerjanya hanya menjilat.

Yang pasti perilaku dan perbuatan apa pun  yang tidak sesuai hati nurani, tentu akan mudah diidentifikasi. Jadilah, apresiator yang jujur dan benar, sesuai fakta dan data, tidak melebih-lebihkan atau mengurangi fakta. Apalagi numpang momentum demi sekadar mengambil keuntungan pribadi, menjilat. Jadi penjilat!

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB