x

AN

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 26 Agustus 2021 15:00 WIB

Sudahkah Siap untuk Asesmen Nasional?

AN tidak sama dengan ujian nasional (UN) baik dari sisi fungsi maupun substansi. AN pun bukan sistem evaluasi untuk individu siswa karena evaluasi kompetensi peserta didik menjadi tanggung jawab guru dan sekolah. AN juga diharapkan tak akan menambah beban siswa karena tidak memiliki konsekuensi bagi siswa dan tidak menjadi syarat dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB).

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Asesmen Nasional (AN) belum dimulai, tetapi nampaknya sudah ada kegelisahan beberapa pihak menyoal persiapan AN sebelum dilaksanakan. Padahal, AN tidak sama dengan ujian nasional (UN) baik dari sisi fungsi maupun substansi. AN juga bukan sistem evaluasi untuk individu siswa karena evaluasi kompetensi peserta didik menjadi tanggung jawab guru dan sekolah.

Kegelisahan ini terdeskripsi dengan adanya fakta bahwa seperti telah dirilis berbagai media, Kepala Badan Standarisasi, Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbud Anindito Aditomo, S.Psi., M.Phil., Ph.D, sampai mengungkapkan, siswa yang terpilih mengikuti asesmen nasional atau AN 2021 tidak perlu mengikuti bimbingan belajar (bimbel) sebab tidak ada keperluan sama sekali untuk menyiapkan diri supaya skornya bagus.

Artinya AS belum dipahami?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Atas deskripsi itu, apakah artinya AS belum dipahami sepenuhnya? Karena masih saja ada yang perlu menyiapkan diri sampai membawa-bawa bimbel?

Pasalnya, yang perlu disiapkan terkait AN, jelas Anindito, satu-satunya adalah melakukan persiapan teknis yang dilakukan oleh proktor, pengawas, dan dinas pendidikan. Bukan oleh guru dan murid yang berlomba-lomba untuk meningkatkan skornya. Bahkan, Kemendikbud Ristek telah menyediakan informasi melalui laman https://pusmenjar.kemdikbud.go.id.

Namun, meski laman tersebut sudah diakses hingga 18 juta akses unik. Siswa, guru, dan orangtua bisa mencoba soal-soal AKM, baik literasi maupun numerasi. Lalu, ada lebih dari 500 soal yang disediakan untuk publik. Ada juga buku saku, tanya jawab, video pembelajaran, dan video mengenai protokol kesehatan. Semua informasinya ada di dalam laman Pusmenjar, sehingga siswa tidak perlu ikut bimbel. Tetap saja masih banyak yang salah tafsir menyoal AN.

Perlu digarisbawahi, bila hanya sekadar ingin melihat contoh soal dan mengalami atau mencoba sendiri, di laman itu sudah disediakan secara gratis. Hal Ini sekaligus mengurangi sumber daya tambahan untuk mempersiapkan AN.

Dari kasus AN ini, karena masih banyak yang belum paham dan memahami, selain bimbel dibawa-bawa, lebih miris, Mendikbud Ristek Nadiem Makarim malah mendengar laporan adanya sekolah yang meminta muridnya membeli laptop untuk latihan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang merupakan salah satu bagian dari AN. Kok bisa?

Nadiem pun mengungkapkan lebih jauh bahwa persepsi itu salah karena kebutuhan laptop tidak diperlukan mengingat AN merupakan pemetaan untuk melihat tren evaluasi pembelajaran dalam kurun waktu tertentu. Untuk meningkatkan AKM dalam hal literasi, peserta AN sebaiknya membaca buku, koran, majalah sebanyak-banyaknya. Sedangkan untuk meningkatkan kompetensi numerasi, tidak ada jalan pintas selain meningkatkan kemampuan berpikir kritis murid-murid secara sistematis. Itu semua butuh proses dan memang tidak dapat dibimbelkan.

Terlebih secara teknis, AN yang di dalamnya ada AKM, akan disampaikan melalui platform yang saat ini tengah dirancang Kemendikbud Ristek yang diberi nama platform Rapor Pendidikan.
Wadah ini akan memudahkan kepala sekolah dan dinas pendidikan untuk memahami dan mencerna hasil AN serta berbagai data lainnya.

Namun, di rapor itu tidak ada skor murid, skor guru, maupun kepala sekolah secara individu karena tujuannya mendorong refleksi dan evaluasi diri. Selain itu, untuk mengurangi tekanan terhadap hasil AN, skor sekolah hanya bisa dilihat oleh sekolahnya masing-masing dan dinas pendidikan yang menaunginya. Kepala sekolah lain tidak bisa melihat skor sekolah lain. Hasil yang ditampilkan akan menghindari ranking dan pelabelan negatif bagi sekolah.

Atas masih banyaknya pihak yang salah tafsir hingga muncul kata bimbel, dan hal lain terkait AN ini, memberi gambaran bahwa sosialisasi tentang AN belum berhasil, sebab masih ada yang salah tafsir.

Sebagai program dan produk baru dalam dunia pendidikan Indonesia, saat AN belum begitu dipahami secara masif oleh para obyek yang akan melakukan AN, ini sangat mengkhawatirkan AN akan  terkendala saat pelaksanaan. Padahal, juga sudah ada kesadaran bahwa keberhasilan AN untuk memantik perubahan itu tergantung pada cara mengomunikasikan, mensosialisasikan, dan lainnya. 

Belum lagi, selama ini, tradisi di Indonesia, sangat lekat dengan budaya kambing hitam, pelabelan negatif dan lainnya terhadap program-program baru yang kemudian dianggap gagal atau persiapannya tak matang. Selain itu, budaya negatif, merasa paling benar, defensif dan tidak akan mau melakukan refleksi maupun perbaikan diri, meski salah atau gagal, juga menjadi nyanyian biasa dan menggema.

Oleh sebab itu, Kemendikbud Ristek, memang wajib merancang cara menyampaikan dan mengkomunikasi persiapan, proses, sosialisasi, hingga hasil AN dengan seefektif dan sebaik mungkin kepada obyek AN,  

AN mulai September, lho?

Sesuai program Kemendikbud Ristek  AN akan dilaksanakan perdana pada September sampai dengan Oktober 2021. pada 2021. Bahkan saya kutip dari laman Kemdikbud, 22 Januari 2021, Mendikbud Ristek Nadiem Makarim menyebut bahwa AN tetap perlu dilaksanakan. Kalau tidak, kita tidak bisa menghitung learning loss dan mengetahui mana saja sekolah-sekolah yang paling membutuhkan bantuan kita. Inilah yang diinginkan Kemendikbud dan DPR.

Selain itu, saya kutip dari Kompas.com Senin (23/8/2021) Kepala Badan Standarisasi, Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbud Anindito Aditomo, S.Psi., M.Phil., Ph.D menambahkan, AN akan dilaksanakan mengikuti kebijakan makro PPKM dan hanya akan dilaksanakan hanya di daerah yang sudah boleh melakukan pertemuan tatap muka terbatas.

Sementara pelaksanaan AN pada daerah yang diperbolehkan akan dimulai pada September minggu ke IV. Rencana jadwalnya, SMK: September minggu ke IV; Paket C/Ulya: September minggu ke IV; SMA/MA: September minggu ke V; SMP/MTs: Oktober minggu ke I; Paket B/Wustha: Oktober minggu ke I; SD/MI: November minggu ke II dan III; Paket A/Ula: November minggu ke II dan III,

Asesmen Nasional itu?

Kenyataan masih ada salah tafsir untuk praktik AN, sejatinya dalam laman Kemdikbud, sudah terjelaskan bahwa AN adalah program penilaian terhadap mutu setiap sekolah, madrasah, dan program kesetaraan pada jenjang dasar dan menengah. Mutu satuan pendidikan dinilai berdasarkan hasil belajar murid yang mendasar (literasi, numerasi dan karakter), kualitas proses belajar-mengajar, dan iklim satuan pendidikan yang mendukung pembelajaran.

Ada tiga instrumen penilaian pada AN, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. AKM  diikuti oleh peserta didik, dengan tujuan untuk mengukur literasi membaca dan numerasi sebagai hasil belajar kognitif.

Sementara, Survei Karakter, untuk peserta didik dan guru, untuk mengukur sikap, kebiasaan, nilai-nilai (values) sebagai hasil belajar nonkognitif. Dan, Survei Lingkungan Belajar untuk Kepala Satuan Pendidikan, mengukur kualitas pembelajaran dan iklim sekolah yang menunjang pembelajaran.

Karenanya tujuan AN adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan dirancang untuk menghasilkan informasi akurat guna memperbaiki kualitas belajar-mengajar yang nantinya akan meningkatkan hasil belajar murid. Sehingga dengan AN akan teridentifikasi dan terukur pengembangan kompetensi dan karakter murid. 

Sekali lagi, AN tidak sama dengan ujian nasional (UN) baik dari sisi fungsi maupun substansi. AN pun bukan sistem evaluasi untuk individu siswa karena evaluasi kompetensi peserta didik menjadi tanggung jawab guru dan sekolah. AN juga diharapkan tak akan menambah beban siswa karena tidak memiliki konsekuensi bagi siswa dan tidak menjadi syarat dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB).

Perlu menjadi catatan pula, sebab pandemi Covid-19, pendidikan kita sudah tidak ada ujian dalam skala nasional di 2020. Bila AN 2021 tidak dilaksanakan, maka pendidikan Indonesia tak akan memiliki data point baseline. Artinya, tidak akan bisa mengetahui mana sekolah dan daerah yang paling tertinggal. 

Akibatnya, antara lain adalah tidak bisa membuat strategi penganggaran dan bantuan untuk sekolah yang membutuhkan bantuan. Serta akan banyak efek domino dari akibat yang merembet. Serem, ya? Pendidikan kita!

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu