x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 3 September 2021 18:05 WIB

Mengapa Elite Bersikukuh Ingin Amendemen Konstitusi?

Seperti banyak dikatakan oleh tokoh masyarakat, akademisi, maupun pakar hukum, tidak ada urgensi atau hal mendesak yang mengharuskan amendemen konstitusi itu dilakukan. Bila para elite bersikukuh mewujudkan amendemen konstitusi, sulit untuk menyangkal bahwa ada kepentingan besar yang sedang mereka perjuangkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Melihat reaksi masyarakat terhadap rencana amendemen yang dilontarkan Ketua MPR Bambang Soesatyo, rupanya elite politik agak menahan diri. Tapi, itu bukan berarti rencana mereka batal atau mereka hentikan. Ketua Umum PDI-P Megawati Sukarnoputri pekan lalu memerintahkan kader partainya agar, istilah blio, ‘slowing down’. Barangkali maksudnya, ngomongin amendemennya pelan-pelan saja, tak perlu ngegas, dan jangan terlampau tampak bersemangat.

Jadi, jika di hari-hari ini, media massa sepi dari pemberitaan tentang rencana amendemen konstitusi, itu bukan berarti rencana dibatalkan. Hingga kini belum ada satu orangpun elite politik dan kekuasaan yang berbicara bahwa rencana amendemen dibatalkan. Sejak bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana, Ketua MPR pun belum berbicara lagi perihal amendemen, apa lagi berbicara tentang pembatalan—belum ada.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ini mengisyaratkan bahwa pembicaraan tentang amendemen tampaknya berjalan terus, hanya saja disetel agar terlihat kalem, volumenya tidak kenceng agar tidak mendominasi ruang publik, suaranya dibuat tidak tampak terlalu bersemangat agar tidak bikin gaduh. Tujuannya, agar langkah-langkah yang ditempuh menuju amendemen tidak terlihat mencolok, tidak menarik perhatian masyarakat, tidak bikin gaduh dan heboh, serta tidak menimbulkan protes. Yang penting, tahu-tahu goollll.

Bolehlah disebut, elite tengah melakukan silent operation—tidak usah gembar gembor di ruang publik, yang penting langkahnya terus maju. Maknanya, amendemen konstitusi tetap menjadi agenda penting para elite politik. Mereka akan keukeuh mewujudkan kehendaknya sekalipun rakyat menolak. Elite kekuasaan hanya mengubah strategi agar rencana mewujudkan amendemen itu tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat, sebab bakal merepotkan mereka sendiri.

Elite politik boleh jadi akan melakukan pembicaraan secara diam-diam, terbatas, tertutup, dan tidak membukanya ke hadapan publik. Rencana amendemen yang dibahas pelan-pelan, tapi bukan dihentikan atau dibatalkan, jelas memperlihatkan bahwa elite politik percaya diri bahwa kehendak mereka harus diwujudkan dan pasti terwujud. Mereka mengabaikan kekhawatiran rakyat banyak yang menolak amendemen.

Seperti banyak dikatakan oleh tokoh masyarakat, akademisi, maupun pakar hukum, tidak ada urgensi atau hal mendesak yang mengharuskan amendemen konstitusi itu dilakukan. Bila para elite bersikukuh mewujudkan amendemen konstitusi, sulit untuk menyangkal bahwa ada kepentingan besar yang sedang mereka perjuangkan, bukan sekedar memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN)—nama lain dari Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang populer pada masa Orde Baru. Kita sudah memiliki UU No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Bila PPHN disetujui oleh MPR, pasal-pasal lain akan diusik dan berpeluang untuk diubah karena saling terkait. Mereka berusaha meyakinkan rakyat bahwa amendemen konstitusi tidak akan melebar ke berbagai pasal lain. Tapi, siapa yang masih memercayai jaminan politisi? >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler