x

Iklan

Johanes Sutanto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 7 September 2021 07:03 WIB

5 Alasan Milenial Masih Susah Sisihkan Duit untuk Investasi

Bagi kebanyakan milenial, utamanya di kalangan mahasiswa, kata investasi itu masih jauh dari perbendaharaan keseharian, apalagi dipraktikkan. Padahal saat ini bermunculan jenis investasi dengan modal awal yang terjangkau, seperti emas, poperti, reksa dana, saham, obligasi, Peer-to-Peer Lending (P2P Lending), deposito, Exchange Traded Fund (ETF), tabungan berjangka, equity crowdfunding, forex, koleksi benda seni hingga bitcoin. Mengapa milenial masih sayang untuk menyisihkan sedikit keuangannya untuk investasi?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Berapa banyak sih kalangan milenial yang sudah kepikiran yang namanya investasi? Boleh dikata baru sedikit. Kata investasi masih begitu asing di kalangan milenial. Pun bagi milenial yang masih duduk di perguruan tinggi jadi mahasiswa.

Investasi belum begitu menarik di kalangan milenial. Kalau pun nyantol di benak pikiran mereka, investasi masih tidak jauh-jauh dari bisnis. Investasi identik dengan bisnis kecil-kecilan hingga jual-beli online.

Padahal, yang namanya investasi itu sudah sangat beragam di luar yang namanya bisnis. Investasi tak melulu di bisnis semata.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di tengah kemajuan teknologi yang sangat progresif, investasi yang membidik milenial pun bermunculan dengan modal awal yang terjangkau, seperti emas, poperti, reksa dana, saham, obligasi, Peer-to-Peer Lending (P2P Lending), deposito, Exchange Traded Fund (ETF), tabungan berjangka, equity crowdfunding, forex, koleksi benda seni hingga bitcoin.

Namun toh, hanya sebagian kecil milenial yang ngeh dan tertarik dengan investasi. Berikut ini 5 alasan mengapa milenial masih sudah untuk menyisihkan sedikit keuangannya untuk investasi:

1. Investasi belum masuk kamus keseharian

Bagi kebanyakan milenial di kalangan mahasiswa, kata investasi itu masih jauh dari perbendaharaan keseharian, apalagi dipraktikkan. Bagi milenial yang secara finansial masih disokong dan dikirimi orangtua, tentu saja upaya mereka masih sebatas mengalokasikan duitnya ke pos-pos yang menjadi prioritas. Bisa dihitung dengan jari, orang tua yang mengirimkan uang pada anaknya khusus untuk alokasi investasi. Dengan kata lain, hanya seikit orang tua yang mengajari praktik langsung investasi pada anak-anaknya.

2. Gaya hidup boros

Kalau pun milenial sudah memiliki pendapatan sebagai first jobber, tak jarang gaya hidup sudah menggerus keuangannya. Gaya hidup milenial dewasa ini banyak yang tak sebanding dengan income (pendapatan) yang diterimanya setiap bulannya. Mereka terlalu banyak mengalokasikan uang untuk gaya hidup, sehingga tak kepikiran sama sekali dengan yang namanya investasi.

3. Terjebak pinjaman online

Karena hanya mengikuti gaya hidup yang tak sebanding dengan kondisi keuangan, milenial biasanya lari ke pinjaman online. Ini yang lebih mengenaskan karena bunga pinjaman online ini juga tidak kecil, di sisi lain tidak memiliki kemampuan untuk memberi utang dengan cepat karena keuangan yang amburadul. Masih mudah sudah banyak utang yang nggak produktif. Bukannya investasi yang dimiliki, tetapi justru utang yang kian menggunung.

4. Mau investasi nunggu punya banyak uang dulu

Ini tidak hanya penyakit dari kalangan milenial karena kebanyakan orang juga masih berpandangan semacam ini. Banyak orang mau berinvestasi kalau sudah punya duit banyak. Mereka ini terkesan berinvestasi kalau ada uang sisa, padahal yang namanya investasi itu nggak perlu nunggu punya duit banyak. Investasi sudah bisa dilakukan dengan modal yang terjangkau, semisal investasi reksa dana yang memang cocok untuk pemula. Dengan platform IPOTFund yang sudah terintegrasi di aplikasi IPOT, siapa pun sudah bisa berinvestasi reksa dana dengan duit sebesar Rp100 ribu.

5. Menabung saja masih dengan uang sisa

Ada kebiasaan buruk dari kalangan milenial yang sudah mengenal menabung yakni menabung hanya dari sisa pengeluaran. Padahal yang namanya menabung itu wajib disisihkan di awal bukan hanya sisa-sisa. Mereka yang berkomitemen dengan menabung biasanya komit menyisihkan di awal ketika mendapatkan gaji. Jika menabung yang berguna untuk pemenuhan kebutuhan uang tunai dalam waktu cepat tak terpenuhi, apalagi mikirin investasi. Bisa jadi investasi itu tidak terlintas sama sekali.

Ikuti tulisan menarik Johanes Sutanto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu