x

Pembangkit listrik tenaga surya. Sumber foto: Media Indonesia

Iklan

Riki Sualah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 Juli 2020

Sabtu, 18 September 2021 16:58 WIB

Memilih Bahan Bakar Ramah Lingkungan untuk Pembangkit Listrik ala Kawasan Industri Morowali

Batu bara yang selama ini tersohor dan banyak digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik kini mulai ditinggalkan karena sudah tidak lagi ramah lingkungan. Hasilnya, kawasan industri seperti PT IMIP di Morowali mulai membangun PLTS 150 MW untuk menyokong kegiatan produski di industri.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebagai bahan bakar utama pembangkit tenaga listrik, batu bara menjadi kebutuhan primer kawasan industri. 

Namun, batu bara kini dinilai sudah tidak ramah lingkungan. Butuh sebuah energi baru terbarukan sebagai solusinya. Seperti yang tengah direncanakan salah satu pelaku industri Tanah Air, Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Peduli akan keberlangsungan kehidupan dan lingkungan sekitar, tenaga surya diyakini sebagai pengganti batu bara untuk pembangkit listrik. 

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang diketahui akan berkapasitas 150 megawatt (MW) akan secara bertahap menggantikan batu bara sebagai sumber energi utama untuk kegiatan produksi di kawasan IMIP. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Diungkap oleh CEO PT IMIP, Alexander Barus, untuk pembangunan PLTS, perusahaannya telah menyediakan lahan 150 hektar (ha) guna mewujudkan penyediaan listrik dari tenaga yang lebih eco-friendly

IMIP harus segera berbenah persoalan pembangkit listrik. Karena maklum saja, kawasan industri ini memiliki 3 klaster utama produksi yang sangat berperan dalam memenuhi kebutuhan industri negara hingga ekspor. 

Klaster yang pertama ialah klaster yang mengolah stainless steel dengan total produksi mencapai 3 juta metrik ton (MT) per tahun. Kedua, ada klaster carbon steel yang memproduksi baja dengan kapasitas produksi 3.5 metrik ton per tahun.

Dan klaster terakhir, yang membuat Indonesia mulai menjajaki kesempatan menjadi produsen kendaraan listrik dunia yaitu klaster baterai untuk kendaraan listrik (EV). Klaster ini akan dihuni oleh 4 perusahaan yang mengolah nikel sulfida dan nikel kobalt menjadi katoda baterai kendaraan listrik dengan total produksi ditargetkan mencapai 240.000 metrik ton per tahun. Jumlah tersebut bisa memenuhi seperempat kebutuhan dunia di masa depan jika kebutuhan  menyentuh angka 1 juta metrik ton. 

Dengan begitu banyaknya kegiatan produksi yang vital di IMIP, maka dibutuhkan bahan bakar yang ramah lingkungan untuk menggerakan pembangkit listrik sekaligus untuk mendukung program Indonesia yang kini sudah mulai menerapkan EBT (energi baru terbarukan). Proyek PLTS yang ditargetkan akan berjumlah sebanyak 23% pada 2025. 

Ikuti tulisan menarik Riki Sualah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB