x

Ilustrasi Menghidupi Tempat Ibadah: Pixabay

Iklan

Fatwa Azmi Asy-syahriza

Anak ingusan yang mengetik dengan jari kecilnya, memandang dengan dua bola mata indahnya, dan mempunyai hati sebagaimana hati manusia.
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 28 September 2021 17:19 WIB

Menuai Hikmah dari Kelompok Satanis Menurut Mongol Stress

Kuseduh kopi hitam setelah makan siangku selesai. Seperti biasanya, tidak sempurna rasanya jika mengakhiri makan siang tanpa seduhan kopi hitam. Tak lama kemudian, tanganku bergerak menggulirkan layar handphone mencari tontonan asik sembari menanti hangatnya kopi. Sebuah acara malam di televisi nasional muncul di Youtubeku. Memang, algoritma Youtube tampaknya menampakkan apa yang sudah menjadi tontonan kebiasaan penggunanya. Langsung saja kutekan pilihan video tersebut. Wow! Ternyata Mongol menjadi bintang tamunya! Kupikir, ia akan ngobrol tentang Stand Up Comedy, wadah hiburan yang membesarkan namanya. Tapi ternyata, kok ngobrolin Satanis sih?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kuseduh kopi hitam setelah makan siangku selesai. Seperti biasanya, tidak sempurna rasanya jika mengakhiri makan siang tanpa seduhan kopi hitam. Tak lama kemudian, tanganku bergerak menggulirkan layar handphone mencari tontonan asik sembari menanti hangatnya kopi. Sebuah acara malam di televisi nasional muncul di Youtubeku. Memang, algoritma Youtube tampaknya menampakkan apa yang sudah menjadi tontonan kebiasaan penggunanya. Langsung saja kutekan pilihan video tersebut. Wow! Ternyata Mongol menjadi bintang tamunya! Kupikir, ia akan ngobrol tentang Stand Up Comedy, wadah hiburan yang membesarkan namanya. Tapi ternyata, kok ngobrolin Satanis sih?

Bagi penonton setia per-SUCI-an Indonesia tentunya mengenal siapa Mongol. Apalagi dia juga sempet berperan di film Comic 8 yang cukup heboh pada masanya. Bagi yang belum kenal, biasanya Mongol juga tampil di film-film bergenre komedi sebagai wadam yang tingkah laku dan gaya bicaranya kocak.

Balik lagi ke scene acara tersebut. Mongol menceritakan kehidupan pribadinya mulai dari pemasungan ibu kandungnya karena hukum adat, hingga pengakuannya tentang menjadi pengikut dari kelompok Satanis. Bahkan, ia juga mengungkapkan bahwa sempat terpilih sebagai orang-orang pilihan dalam dunia Satanis karena kecerdasan yang dimilikinya. Namun kini ia sudah melepas keanggotaan Satanisnya tersebut serta sudah bertaubat ke agama asalnya meskipun tentu saja banyak ancaman yang mengarah kepadanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ada beberapa poin menarik yang memaksaku untuk kembali menelaah ceritanya terkait dunia Satanis termasuk pada siniar salah satu Youtuber di Indonesia, Dedy Corbuzier. Mongol mengungkapkan bahwa titik baliknya untuk bertaubat muncul ketika ia melihat tulisan “If you die, you not go to heaven, but go to hell.”. Tampaknya, kelompok Satanis tersebut mengakui secara terang-terangan bahwa surga memang bukanlah tujuan utamanya. Slogan itu dirasa berseberangan dengan kepercayaannya hingga ia memutuskan untuk keluar dari dunia tersebut serta melepaskan pangkat ‘Jendral’ yang telah disematkan kepadanya.

Untuk selengkapnya, sila tonton cerita-cerita terkait tentang Mongol dan kehidupan yang agak berbeda dari orang biasanya di berbagai channel Youtube yang telah mengupasnya. Kini kita beralih ke beberapa poin menarik yang harus dipertajam lagi supaya mendapatkan hikmah di dalamnya.

Dalam beberapa kesempatan, Mongol menyebutkan bahwa kelompok Satanis merupakan kelompok yang sangat menggunakan logika dalam kehidupannya, tidak senantiasa berbau hal-hal gaib seperti yang kita bayangkan semula. Gambarannya, ketika pengikut Satanis jatuh sakit, tentu ia akan mempercayakannya kepada dokter/medis untuk mengobatinya, tiada kewajiban untuk berobat dengan kekuatan gaib dan sebagainya,

Kepercayaan terhadap medis dan ilmiah memang relatif, termasuk bagi orang yang beragama  secara resmi. Betapa banyak orang-orang beragama yang tidak percaya terhadap dokter/medis dan lebih percaya terhadap alternatif-alternatif lain (gaib). Hal itu memang tidak bisa disalahkan juga. Tapi, kelompok Satanis yang lekat akan kekuatan gaib saja masih membutuhkan dokter sebagai perantara kesembuhannya, rasanya kurang tepat jika orang-orang  yang beragama ‘saklek’ mempercayai hal-hal alternatif gaib tersebut tanpa ikhtiar berobat kepada dokter sebagai jalan ilmiahnya.

Kemudian, Mongol juga menggambarkan betapa kelompok Satanis sangat terbuka dan menerima anak-anak muda sebagai partisipan atau membershipnya. Ya, ada tingkatan sebagai partisipan atau membership untuk menandai anggotanya. Lalu, kenapa anak muda? Satu kata, labil. Menurut Mongol, anak-anak muda akan rela melakukan apa saja demi sesuatu yang menggiurkannya, handphone teranyar, misalnya. Keimanan dan jati dirinya masih mudah goyah dengan sesuatu yang sebenarnya jauh lebih rendah dibanding harga dirinya. Bahkan Mongol membuat perandaian, jika peribadatan anak muda di gereja pada Sabtu pagi bertepatan dengan acara artis favoritnya, sudah dapat dipastikan mana yang lebih ramai dan diminati di antara keduanya. Yang beragama Islam jangan tertawa-tertawa saja. Anda juga lebih sering memilih melanjutkan atau bahkan baru memulai tidur daripada berjamaah Subuh di masjid, kan?~

Coba buka hati kita bersama. Apa yang menjadi sebab dari tempat ibadah yang sudah secara resmi diizinkan untuk digunakan oleh negara tidak menarik bagi anak-anak muda? Mana mungkin misalnya tempat ibadah kelompok Satanis yang tentunya dilarang oleh negara bisa lebih eksis dan terlihat keren di telinga-telinga anak muda? Dalam obrolan Mongol tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok-kelompok Satanis selalu terbuka dan tidak pernah menghakimi apapun yang dilakukan oleh pengikutnya. Anak-anak muda tentunya tertarik dengan ‘Young, wild, and free’ ini. Disebutkan hanya ada beberapa larangan yang dituntut bagi pengikut-pengikut kelompok Satanis, salah satunya yakni stupidity. Para penganut Satanis dilarang untuk bodoh dan dituntut untuk selalu mempelajari hal-hal yang logis. Bagaimana? Mudah, kan?~

Anak-anak muda tentu menginginkan pengalaman dalam hidupnya, bukan pertentangan secara mentah ketika ada keinginan tertentu. Jika ada yang kurang pas entah dalam segi apapun, rasanya cukup untuk diberikan bimbingan dengan baik. Akan sangat fatal rasanya jika keinginan tersebut dimentahkan begitu saja. Tempat-tempat ibadah sebagai naungan dari umat beragama, khususnya anak-anak muda sebaiknya terus memahami dan meningkatkan pengayomannya terhadap anak-anak muda. Bagi yang beragama Islam, misalnya masjid, tentunya bisa mengadakan Subuh berjamaah, pengajian, bahkan acara-acara keagamaan/sosial dengan konsep-konsep yang melibatkan anak-anak muda di dalamnya. Fungsinya adalah kelak anak-anak muda itu akan merasa dianggap, diperlukan, dan diayomi pada tempat naungannya. Sekali lagi, jika dirasa ada yang kurang sesuai dengan konsep mereka, berikanlah bimbingan dengan baik.

Selepas itu, ada satu lagi pelajaran yang bisa diambil dari kelompok Satanis, yakni solidaritas. Lagi-lagi Mongol menyebutkan bahwa kelompok Satanis sangat erat hubungan antar anggotanya. Bahkan jika terdapat suatu masalah yang menimpa salah satu anggotanya, semuanya berkumpul, berembuk, juga menyisihkan sebagian harta yang mereka miliki demi menyelesaikan masalah anggotanya tersebut. Sebenarnya hal itu merupakan hal paling dasar yang dipelajari oleh umat beragama dalam bermuamalah, khususnya Islam. Mulai dari dalil tolong-menolong dalam berbuat kebaikan, hingga larangan membiarkan tetangga kelaparan, APAPUN AGAMANYA. Nabi Muhammad SAW pun masyhur ceritanya ketika menyuapi seorang penganut Yahudi yang buta bahkan sering kali mencaci maki dirinya. Namun beliau tetap bersikukuh untuk membantu urusan penting dalam kehidupannya dengan memberinya makan setiap hari. Tapi kini, rasanya pengaplikasian dalil tersebut harus lebih ditingkatkan lagi. Cukup disayangkan jika sebagai umat beragama senantiasa berdakwah melalui ceramah-ceramah bahkan mati-matian berdebat sedangkan jamaahnya masih kelimpungan mencari biaya untuk sekolah anaknya, atau mungkin hanya untuk sekadar makan sehari-hari. Jika tidak segera menyadarinya, tentu banyak saudara-saudara kita yang berpaling dan menganggap bahwa dirinya bukan bagian dari kita. Beralih ke Satanis? Cukup menarik demi bisa melanjutkan hidup dengan layak.

Mempelajari hal-hal baru bahkan sangat berbeda dengan kepercayaan kita bukanlah sesuatu yang tabu. Dari kelompok Satanis saja kita seharusnya bisa menyerap kebaikan yang ada pada kelompok mereka. Urusan eksistensi mereka, tentunya sudah ada yang mengatur demi keamanan bersama. Dalam tulisan ini, sebenarnya dapat dipahami bersama bahwa beragama itu bisa dilakukan dengan indah, solid, juga tanpa membenturkan hal-hal ilmiah dengan gaib yang semuanya sudah dijelaskan dalam kitab suci masing-masing. Mencontoh pelajaran-pelajaran baik yang ada pada kelompok Satanis bukanlah perkara yang salah selama terlepas dari kepercayaan dan ritual-ritual yang tidak kita imani, Santap Kasih Bersama contohnya. Eh~

Ikuti tulisan menarik Fatwa Azmi Asy-syahriza lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler