x

KPU

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 12 Oktober 2021 14:53 WIB

Sejak Awal Langkah Pemilihan Anggota KPU dan Bawaslu Periode Mendatang Sudah Tak Netral?

Mengapa dengan jabatan dan kekuasaannya, pemimpin negeri ini memilih juri yang jelas rekam jejak politiknya? Dengan begitu, sepertinya sudah dapat diterka, kira-kira bagaimana kondisi KPU dan Bawaslu di Republik ini di periode mendatang, yang jelas-jelas akan menjadi wasit khususnya Pilpres 2024. Kasihan rakyat, di bawah terus menderita, di atas terus berpesta karena sedang berkuasa dan sedang di zaman rezimnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sangat disayangkan langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk mantan anggota tim suksesnya (timses), Juri Ardiantoro, menjadi Ketua Tim Seleksi Calon Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Calon Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) 2022-2027. Langkah Jokowi ini, meski menjadi hak perogratifnya sebagai Presiden dan sesuai Undang-Undang yang berlaku, tetap saja bukan hal yang membikin rakyat pada umumnya menjadi nyaman dan menerima.

KPU dan Bawaslu di pentas politik dan kekuasaan, sama halnya seperti wasit atau juri dalam pentas lomba berbagai kegiatan olahraga dan lainnya. Selama ini, khususnya wasit dalam dunia olahraga, sangat dijaga warwahnya dalam hal netralitas dan tak memihak. Pasalnya, masih banyak wasit yang melanggar dan justru membikin kisruh.dan rusuh sebuah pertandingan olahraga, karena adanya mafia wasit. Sehingga wasit pun bertugas atas kendali sang sutradara. Siapa yang menjadi sutradara, dialah orang yang dibayar oleh pihak yang berkepentingan demi memenangkan pihak tertentu dengan berbagai cara.

Terkait hal ini, hingga detik ini, di republik ini, masih banyak pihak dan rakyat yang mempercayai bahwa KPU dan Bawaslu dalam Pemilu juga bekerja untuk pihak yang memiliki kepentingan, apalagi mereka juga ada di bawah pemerintah. Jadi, sangat mudah dibaca, bagaimana kinerja dan sepak terjang KPU dan Bawaslu di NKRI ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Cara kerja KPU dan Bawaslu yang juga diyakini oleh berbagai pihak dan rakyat masif dan terstruktur demi memenangkan satu pihak karena kepentingan-kepentingan, di dalamnya juga ada skenario dan penyutradaraan yang terstruktur hingga sulit untuk ditemukan bukti kecurangannya hingga akan sulit juga terlacak meski sampai dibawa ke ranah hukum.

Rakyat pun paham ungkapan yang sampai familir di hati dan pikiran rakyat seperti bila tak puas dan tak pecaya hasil hitungan KPU, bawa saja ke meja hukum. Karena rakyat tahu tentang skenario ini, maka kecurangan Pemilu yang dibawa ke ranah hukum pun akan tetap dimenangkan oleh pihak yang menjadi sutradara.

Langkah Jokowi menunjuk mantan anggota tim suksesnya, Juri Ardiantoro, menjadi Ketua Tim Seleksi Calon Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Calon Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) 2022-2027 ini, menjadi jelas arahnya. Pun seperti memberi jawaban bahwa KPU dan Bawaslu bukan alat untuk keadilan yang netral, tapi benar menjadi alat kekuasaan yang di dalamnya ada kolaborasi antara pemimpin yang sedang berkuasa dan partai yang juga ingin menjadi penguasa selamanya.

Langkah Jokowi ini, silakan untuk seluruh rakyat Indonesia menilainya sendiri. Apakah benar, bijak, dan tepat? Sebab KPU dan Bawaslu itu apanya Pemilu di Indonesia? Apakah langkah Presiden ini bukan langkah yang justru memicu kegaduhan dan kisruh sejak awal sebelum Pilpres 2024?

Tak netral!

Bagaimana tidak, Juri adalah Ketua KPU pada 2016-2017. Pernah menjabat Wakil Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, dan kini duduk sebagai Deputi IV Kepala Staf Presiden. Apakah penunjukkan Juri bisa disebut netral?

Juri jelas-jelas memiliki latar belakang politik di gerbong Presiden. Tapi mengapa sepertinya Presiden malah menyengaja memilih Juri yang jelas-jelas rakyat paham dia siapa? Bila Jokowi memilih orang lain saja, prasangka buruk akan tetap ada. Ini malah menunjuk tim suksesnya untuk urusan yang sangat sensitif.

Kapan rakyat akan disuguhi keadilan di negeri ini, bila orang yang ditugasi menyeleksi calon anggota KPU dan Bawaslu sudah ada rekam jejak politik yang tidak netral. Bagaimana semua pihak akan menjaga marwah KPU dan Bawaslu. Bila Presiden justru memberi contoh dan menunjuk Juri?

Mengapa Presiden tidak melakukan langkah dengan menggelar proses seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu secara baik serta menempatkan orang-orang yang terbebas dari afiliasi politik di tim seleksi?

Figur netral harga mati= Seharusnya figur tim seleksi calon komisioner KPU adalah orang yang bersih dari afiliasi politik. Ini, Jokowi justru menetapkan 11 orang Tim Seleksi Calon Anggota KPU dan Bawaslu 2022-2027 melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 120/P Tahun 2021, namun Ketuanya adalah timsesnya.

Bahkan, dalam rilis di berbagai media, Mendagri Tito Karnavian menyampaikan tim sudah dipilih sejak 8 Oktober dan mereka akan segera bekerja untuk mempersiapkan seleksi anggota KPU dan Bawaslu.

Sesuai Kepres, 11 orang itu adalah Ketua merangkap Anggota Juri Ardiantoro, Wakil Ketua merangkap Anggota Chandra M. Hamzah, Sekretaris merangkap Anggota Bahtiar. Jokowi juga menunjuk Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej dan merekrut kiai Nahdlatul Ulama Abdul Ghaffar Rozin.

Selanjutnya, Tim Seleksi Calon Anggora KPU dan Bawaslu diisi Airlangga Pribadi Kusuma, Hamdi Muluk, Endang Sulastri, I Dewa Gede Palguna, Betti Alisjahbana, dan Poengky Indarty.

Sebagai informasi, para komisioner KPU periode 2017-2022 akan mengakhiri masa jabatan pada 11 April 2022. Sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, mewajibkan presiden membentuk tim seleksi enam bulan sebelum masa jabatan penyelenggara pemilu berakhir.

Tapi mengapa dengan jabatan dan kekuasaannya, Jokowi memilih Juri yang jelas rekam jejak politiknya? Dengan begitu, sepertinya sudah dapat diterka, kira-kira bagaimana kondisi KPU dan Bawaslu di Republik ini di periode mendatang, yang jelas-jelas akan menjadi wasit khususnya Pilpres 2024.

Kasihan rakyat, di bawah terus menderita, di atas terus berpesta karena sedang berkuasa dan sedang di zaman rezimnya.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler