x

cover buku Simpanganing Sastra

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 19 Oktober 2021 06:47 WIB

Simpanganing Sastra - Inovasi dalam Sastra Jawa

Sastra daerah, khususnya sastra Jawa tidak tenggelam, meski menyurut. Meski produktifitasnya tidak setinggi sebelum tahun 1970-an, namun inovasi dalam penulisan dengan menggunakan Bahasa Jawa tetap terus berlangsung.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Simpanganing Sastra

Penulis: M. Adi

Tahun Terbit: 2017

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Pinus Media  

Tebal: 91

ISBN: 978-602-365-022-4

 

Seperti halnya kessusastraan Indonesia, kesusastraan Jawa juga terus berkembang. Sastra Jawa tak menolak perubahan. Sastra Jawa menerima bentuk-bentuk baru untuk mengungkapkan keindahan dan kegundahan. Jika sastra Indonesia menyerap cara bertutur ala barat; yaitu bentuk novel dan cerpen, sastra Jawa pun juga demikian. Sastra Jawa yang sebelumnya mempunyai bentuk baku – macapat, dan terkurung di dalam keraton, pelan tetapi pasti mulai menggunakan format novel dan cerpen. Perubahan ini tentu berasal dari pinggiran, bukan dari dalam keraton.

Karya sastra dengan menggunakan bahasa daerah memang sempat terpuruk akibat dari maraknya penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Bahasa Indonesia digunakan secara masif di sekolah. Akibatnya generasi yang belajar di sekolah sejak tahun 1970 menjadi lebih lancar menggunakan Bahasa Indonesia daripada menggunakan bahasa daerahnya. Bahasa daerah memang masih diajarkan di sekolah, tetapi penggunaannya dalam percakapan sehari-hari sudah sangat menurun. Penelitian Transpiosa Riomanda di Jogja yang ditulisnya di bungarampai “Antropologi Pendidikan,” 2015 menunjukkan bahwa anak-anak di Jogja lebih stres belajar Bahasa Jawa daripada Bahasa Inggris. Berkurangnya penutur bahasa daerah ini berpengaruh besar kepada produktifitas karya sastra dalam bahasa daerah, termasuk Bahasa Jawa.

Apakah dengan demikian sastra daerah, khususnya Sastra Jawa kemudian mati? Ternyata tidak! Meski tidak semarak sebelum tahun 1970, karya sastra dalam bahasa daerah, khususnya Bahasa Jawa tetap terbit. Nama-nama seperti Suparto Brata, Budianto Santoso, Tiwiek, SA, M. Adi dan lain-lain terus menghasilkan karya dengan menggunakan media Bahasa Jawa.

Bukan hanya tetap berporduksi, karya dalam Bahasa Jawa juga terus berinovasi. Seperti telah saya jelaskan di atas, Sastra dalam Bahasa Jawa telah terbukti terbuka untuk pembaruan bentuk dan tema.

Salah satu bukti bahwa sastra dalam Bahasa Jawa tetap terbuka untuk hal yang inovatif adalah karya M. Adi ini. Dalam karya berjudul “Simpanganing Sastra,” M. Adi menyuguhkan simpangan dalam menulis cerita pendek (cerita cekak – cerkak). M. Adi mengumpulkan 11 nukilan dari karya-karya yang telah dibuat sebelumnya.

Simpangan seperti apa yang ditunjukkan oleh M. Adi di buku ini? M. Adi bereksperimen untuk menggunakan dialog langsung antara pelaku utama di cerita yang dianggitnya berbicara langsung dengan pembaca, padahal si tokoh utama bukanlah sang penulis.

Biasanya sang penulis menempatkan diri sebagai orang pertama (aku) sehingga bisa menuturkan kisah sebagai orang pertama.

Karya M. Adi ini berbeda. Sebab tokoh utama yang menyapa pembaca bukanlah sosok penulis itu sendiri. Bahkan penulis diposisikan sebagai pihak yang terheran-heran dengan kisah yang sedang ditulisnya. Misalnya seperti yang tertulis berikut ini: “Pamaos, panjenengan ora usah gumun kaya penulise kang mlongo bareng ngerti yen bakul bakmi…” (hal 24). Kesebelas pethilan (nukilan) yang dimuat oleh M. Adi di buku ini semua memiliki ciri dimana pelaku utamanya – yang adalah bukan sang penulis itu sendiri, menyapa atau mengadu kepada pembaca secara langsung. 627

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler