x

Iklan

sangpemikir

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 Oktober 2021

Kamis, 21 Oktober 2021 08:43 WIB

Melalui PON Papua, Industri Tas Noken Semakin Berkibar

PEKAN Olahraga Nasional ke-20 (PON XX) Papua 2021 baru saja dilaksanakan pada 2-15 Oktober 2021. Segudang prestasi diciptakan oleh para atlet dalam event olahraga bergengsi ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tapi yang tidak kalah menarik dari acara ini adalah adanya berbagai souvenir khas Papua, antara lain tas noken.Tas tradisional Papua ini menjadi cinderamata resmi untuk para atlet maupun official.

Presiden Joko Widodo juga membeli tas noken ini. Begitu tiba di Jayapura, dalam perjalanan menuju hotel,  Presiden Jokowi berhenti untuk membeli dua tas noken dari mama Papua yang ditemuinya di Jalan Raya Hawai Sentani, Jayapura, Papua, Jumat (01/10/2021).

“Tas apa ini?” tanya Presiden dikutip dari laman setkab.go.id.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Paulina Adi, salah seorang mama penjual noken di pinggir menjawab pertanyaan Presiden dengan ramah. “Ini tas terbuat dari kulit kayu, Bapak,” ujar Paulina.

Setelah melihat-lihat dan memilih, Presiden membeli dua noken. Banyak kalangan menteri, pengusaha, atlet dan masyarakat yang membeli tas noken selama menghadiri PON.

 

Arti Noken Bagi Masyarakat Papua

Noken atau Nokeno merupakan salah satu kerajinan khas Papua yang telah ditetapkan oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan budaya non benda pada 4 Desember 2012.

Masyarakat Papua menggunakan Noken dengan cara yang khas. Noken disangkutkan di kepala atau digendong. Tas ini digunakan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Bagi sebagian masyarakat kota, noken digunakan sebagai alat penyimpan buku untuk dibawa ke sekolah.

Sedangkan di daerah pedalaman, masyarakat menggunakan tas noken untuk menggendong bayi atau membawa pakaian, hewan ternak, maupun hasil panen, seperti sayur dan buah. Selain itu, noken juga berfungsi untuk upacara adat dan hadiah kepada tamu.

Untuk masyarakat pegunungan, noken juga digunakan untuk alat tukar dalam berbelanja di pasar.

Karena mahal, noken bisa ditukar dengan satu ekor babi.

Ukuran tas noken sesuaikan dengan aktivitas masyarakat. Sebut saja, tas Yatoo adalah noken berukuran besar untuk membawa barang seperti kayu bakar, tanaman hasil panen, barang-barang belanjaan, atau bahkan untuk menggendong anak.

Gapagoo merupakan noken berukuran sedang yang dipakai untuk membawa barang belanjaan yang tidak terlalu banyak. Sedangkan Mitutee adalah noken berukuran kecil untuk membawa barang-barang pribadi.

 

Kerjasama Membuat Noken

Noken dibuat secara manual atau tanpa bantuan mesin. Diperlukan kerjasama banyak pihak. Pria untuk pencari kayu di hutan, kemudian  mama-mama dan anak perempuan menganyam hingga menjadi tas noken. Mama-mama Papua bekerja sama satu sama lain saat membuat noken ini. Namun demikian, para pria bisa juga membuat noken. Bahkan ada noken khusus pria.

Noken terbuat dari serat kulit beragam kayu. Antara lain kulit kayu pohon Nawa, pohon Manduan, hingga Anggrek Hutan. Setiap daerah biasanya memiliki pola rajutan serta bahan baku masing-masing. Seperti contoh, di wilayah adat Meepago, noken terbuat dari kulit batang bunga anggrek yang harganya mahal.

Intinya noken terbuat dari bahan-bahan alami yang menjadi salah satu kekuatan daya tarik para calon pembeli souvenir.

Pembuatan tas noken meliputi beberapa tahap. Pertama-tama, kulit kayu yang merupakan bahan baku dikupas terlebih dahulu.

Berikutnya kulit kayu ditumbuk, diremas-remas dan dijemur untuk mengeluarkan sisa air.

Usai kering, serat kayu dibelah jadi bagian-bagian lebih kecil agar mudah dipintal. Pemintalan dilakukan secara manual. Tahap berikutnya, pintalan dianyam menjadi berbagai macam pola noken.

Pembuatan noken berukuran kecil biasanya membutuhkan waktu satu hingga dua hari. Untuk noken dengan ukuran besar, bisa mencapai tiga minggu bahkan sampai 2-3 bulan.

 

Filosofi Noken

Pada awalnya noken adalah tas istimewa yang hanya dipakai oleh petinggi masyarakat. Namun seiring berjalannya waktu, masyarakat umum juga memakai noken.

Tas ini sebagai simbol dari kehidupan yang baik, perdamaian dan kesuburan bagi masyarakat.

Para wanita di Papua sejak kecil sudah diajarkan untuk membuat noken. Hal ini karena noken merupakan lambang kedewasaan bagi perempuan. Bahkan di beberapa tempat, kemampuan membuat noken menjadi syarat untuk menikah bagi perempuan. Apabila perempuan di Papua belum mampu untuk membuat noken, maka ia dianggap belum dewasa.

Noken kini sudah terkenal dan mudah ditemukan di marketplace. Harganya juga bervariasi, mulai dari Rp 100 ribu, Rp 300 ribu bahkan hingga jutaan rupiah.

 

Ekonomi Rakyat

Pembuatan cinderamata kreatif seperti noken untuk PON sangat berdampak positif bagi ekonomi rakyat khususnya di Papua.

Dalam ajang PON XX Papua, sebanyak 25.000 noken dijadikan  merchandise resmi bagi para atlet dan ofisial.

Tenan-tenan di pameran PON menjual berbagai produk dari pengusaha-pengusaha mikro di Papua lainnya. Sebanyak 164 pelaku UMKM memajang produk unggulannya masing-masing.

Beberapa produk unggulan diantaranya noken, bonsai, dan  koteka. Aksesori lain seperti ikat kepala khas dengan hiasan bulu kasuari juga diburu pengunjung.

Ada beberapa klaster pameran dalam rangka PON, yakni Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Merauke, dan Kabupaten Mimika.

Dikutip dari antaranews, sebagai contoh nilai transaksi Pameran UMKM Merauke mencapai rata-rata Rp80 juta per hari atau setidaknya Rp1 miliar selama pameran 5 - 16 Oktober 2021. Pameran yang berlangsung di sepanjang jalan kantor Bupati Merauke ini melibatkan 164 UMKM.

Pedagang noken, Popi Pui merasakan berkah PON. Dia mengatakan bahwa omset penjualan noken meningkat hingga dua kali lipat saat pesta multi-cabang olahraga itu digelar.

“Saat PON Papua ini penjualan meningkat. Biasanya, kami mendapat Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu per hari. Tetapi saat PON, kami bisa dapat Rp 900 ribu,” ujar Popi.

Penjual noken lainnya, Hana Herlina Kotouki dari Komunitas Mama-Mama Noken Nabire, mengaku sudah merasakan berkah pelaksanaan pesta olahraga nasional empat tahunan itu.

“Kami bisa mendapat penghasilan hingga Rp 6 juta sehari. Penghasilan sebelum PON secukupnya, biasanya Rp 500 ribu,” kata Hana di Jayapura.

Kesuksesan dari penyelenggaraan pameran hasil UMKM tersebut merupakan kerjasama dari banyak pihak baik pusat maupun daerah.

Semangat kerjasama yang diperlihatkan saat penyelenggaraan PON di Papua, diharapkan akan terus berlanjut di kemudian hari.

Dengan adanya PON, para pengrajin noken telah menemukan momentum untuk memasarkan produknya secara lebih luas lagi. Bukan hanya di pasar dalam negeri melainkan juga ke luar negeri. ***

Ikuti tulisan menarik sangpemikir lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB