x

Iklan

Anggita Hemaylia

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 21 Oktober 2021

Senin, 25 Oktober 2021 18:42 WIB

Maraknya Pernikahan Dini Saat Berlangsung Pandemi

Beberapa minggu yang lalu sudah ada sekolah yang menerapkan pembelajaran tatap muka. Akan tetapi ada sekolah yang melaporkan beberapa siswa mereka menolak. Pihak sekolah kemudian menelusuri sebabnya, dan ditemukan informasi bahwa beberapa siswa tersebut tidak dapat menghadiri pembelajaran tatap muka karena, tiga faktor yaitu malas, telah bekerja, dan paling banyak dikarenakan telah menikah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sekarang ini, dunia sedang mengalami pandemi Covid-19 yang penyebarannya cukup luas dan cepat. WHO (World Health Organization) telah menyatakan secara resmi pada tanggal 9 Maret 2020 bahwa Corona virus dianggap sebagai pandemi. Di Indonesia virus Covid-19 pertama kali dikonfirmasi pada senin tanggal 2 maret 2020 yang lalu. Virus Covid-19 ini mempengaruhi berbagai macam bidang seperti ekonomi, teknologi, sosial budaya, pendidikan dan sebagainya.

Pandemi ini cukup menggemparkan dunia disaat pertama kali kasusnya diumumkan, karena virus Covid-19 yang penularannya sangat mudah seperti melalui bersin, batuk, berbicara dengan ODG (orang dengan gejala), dan lain sebagainya. Karena hal itu lah maka dilakukan lockdown di Indonesia yang pada awalnya direncanakan untuk beberapa minggu saja. Akan tetapi ternyata pandemi Covid-19 lebih parah daripada prediksi dan membuat semua kegiatan diluar dibatasi agar tidak terjadinya penularan secara besar-besaran. Maka dari itu pemerintah mulai mengadakan kegiatan work at home dan study at home. Program tersebut bertujuan agar kita tetap dapat bekerja dan belajar di rumah dengan teknologi yang ada walau tidak bertatap muka dengan guru.

Pada saat pandemi ini, pembelajaran online pada awalnya dianggap dapat berjalan lancar tetapi pada kenyataannya pembelajaran online lebih sering mendapatkan dampak negatif dibandingkan pembelajaran offline. Contohnya dapat kita lihat dari siswa tidak mampu yang tidak memiliki smartphone, siswa yang tinggal di daerah pedesaan sehingga sinyal tidak ada, guru yang sudah berumur tua yang tidak memiliki kemampuan dalam mengoperasikan handphone, dan siswa yang tidak memperhatikan guru dan lebih memilih bermain game disaat pembelajaran online.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hal-hal tersebut adalah beberapa dampak negatif dari pembelajaran online. Pada pembelajaran online ini siswa dan guru sangat sulit untuk bekerja sama dalam menciptakan hubungan yang baik disaat pembelajaran dimulai. Sehingga pembelajaran cenderung tidak dapat dipahami, yang membuat siswa tidak memiliki pemahaman yang baik terhadap pembelajaran yang diberikan oleh guru mereka.

Oleh karena itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim berusaha agar pembelajaran offline dapat dilakukan secepat mungkin. Beliau sendiri sangat mengkhawatirkan kondisi pendidikan di Indonesia disaat pandemi berlangsung. Karena menurut pendapat beliau, pendidikan sangat berperan penting dalam kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Jika pendidikan di Indonesia tetap seperti disaat pandemi, dikhawatirkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia akan semakin menurun.

Beberapa minggu yang lalu sudah ada sekolah yang mulai menerapkan pembelajaran offline atau bisa disebut sebagai pembelajaran tatap muka. Akan tetapi ada sekolah yang melaporkan bahwa beberapa siswa mereka menolak untuk mengikuti pembelajaran tatap muka. Pihak sekolah kemudian menelusuri penyebab beberapa siswa tidak mengikuti pembelajaran tatap muka. Ditemukan informasi bahwa beberapa siswa tersebut tidak dapat menghadiri pembelajaran tatap muka dikarenakan tiga faktor yaitu malas, telah bekerja, dan paling banyak dikarenakan telah menikah. Menikah menjadi salah satu faktor yang paling banyak terjadi pada siswa.  Ada salah satu sekolah yang memberikan data bahwa sejumlah siswa perempuan telah menikah dan sedang menjalani kehamilan sehingga tidak bisa melanjutkan kegiatan sekolah mereka.

Hal tersebut menjadi sorotan karena sejumlah siswa perempuan tersebut menikah disaat dirinya belum cukup umur. Hukum menikah untuk anak pada dasarnya tercantum di Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. dengan begitu dapat diambil kesimpulan bahwa banyak anak berusia sekolah yang menikah dibawah umur.

Pernikahan dini tentu saja memberikan dampak buruk maka dari itu ditetapkanlah hukum yang melarang anak berumur dibawah 19 tahun untuk menikah. Tetapi kasus pernikahan dini masih terus saja terjadi apalagi disaat pandemi Covid-19. Adapun dampak buruk dari pernikahan dini seperti rawannya kesehatan mental dan fisik remaja, tidak paham mengenai cara mengasuh anak, ekonomi yang bergantung dengan keluarga, ketidak mampuan dalam menghadapi masalah-masalah yang muncul setelah menikah, masih memiliki tingkat ego yang tinggi dan labil.

Pernikahan dini di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh budaya dan sosioekonomi pada keluarga. Masih banyak orang tua yang beranggapan bahwa semakin cepat anak menikah maka anak dapat menyelamatkan ekonomi keluarga dan membantu adik-adiknya. hal tersebut tentu saja membuat pihak yang dibebankan mengalami setres sehingga dapat mengganggu Kesehatan mental dan fisiknya.

Ada penelitian yang mengatakan bahwa pernikahan yang dilakukan oleh anak dibawah umur cenderung tidak memiliki kemampuan dalam mengasuh anak. Hal tersebut dipengaruhi oleh belum matangnya emosional dan Pendidikan yang cukup untuk merawat anak dan rumah tangganya. Anak yang melangsungkan pernikahan dini pun cenderung mengalami permasalahan pada ekonomi dikarenakan belum memiliki pekerjaan yang tetap sehingga masih mengandalkan ekonomi keluarga nya. Dan yang paling dikhawatirkan adalah anak dibawah umur dikenal memiliki tingkat egoism yang tinggi dan sangat labil, hal tersebut sangat berpengaruh dalam kelanjutan berumah tangga, karena saat diri ini siap menikah berarti kita juga siap dalam menghadapi masalah rumah tangga yang tidak pernah kita pikirkan sebelumnya.

Sangat diharapkan apabila pihak sekolah dapat memberikan sosialisasi kepada orang tua siswa mengenai masa depan anaknya. Karena sangat dikhawatirkan apabila pernikahan dini masih saja berlanjut. Selain dampak diatas, juga dikhawatirkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia berkurang dikarenakan banyak siswa yang memilih untuk berhenti sekolah. Kita sebagai warga negara Indonesia harus mengusahakan agar sumber daya manusia di Indonesia berkembang dengan baik dan mampu bersaing dengan sumber daya asing yang ada di Indonesia. Sehingga tingkat pengangguran di Indonesia dapat berkurang ketika kualitas sumber daya manusia di Indonesia mengalami peningkatan signifikan daripada terdahulu.

Ikuti tulisan menarik Anggita Hemaylia lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler