x

Ilustrasi blunder atau kesalahan. Steve Buissinne dari Pixabay.com

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 26 Oktober 2021 15:02 WIB

Ketidakmatangan Pejabat yang Membuatnya Tergelincir

Sejumlah figur meroket jabatannya hingga ke kursi menteri, tapi tanpa kesiapan. Kematangan dalam memimpin tidak bisa dikarbit atau ia akan sering tergelincir dalam bertindak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Untuk menjadi pejabat publik setingkat menteri dibutuhkan lebih dari sekedar dukungan massa atau organisasi. Kompetensi terhadap bidang yang jadi tanggung jawabnya jelas merupakan kebutuhan yang juga tidak perlu dipertanyakan lagi. Kegagalan seorang menteri umumnya lebih disebabkan oleh ketidakpahaman mengenai peran yang harus ia jalani. Semangat korps yang tinggi berpotensi membuat pejabat baru lupa bahwa kursinya sekarang sudah jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya, sehingga ia harus menyesuaikan diri.

Seorang figur publik ditunjuk menjadi menteri karena pertimbangan bahwa ia representasi organisasi; ada latar belakang massa yang membuat ia diperhitungkan. Ada pula figur lain dianggap sangat berprestasi dalam lingkup yang jauh lebih kecil. Ada juga yang diangkat ke jabatan tinggi karena dianggap berjasa dalam urusan tertentu. Perubahan jabatan yang drastis ini berpotensi merepotkan karena pejabat ybs tidak cukup siap untuk memainkan peran baru yang lebih besar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Begitu naik ke jenjang lebih tinggi, seorang pejabat selayaknya berpikir melampaui organisasinya semula. Dengan sendirinya, penting baginya untuk membuka mata agar horison wawasannya lebih luas—jauh lebih luas, bahkan. Kemampuan untuk belajar cepat mengenai peran baru, tanggung jawab baru, peta baru, hingga horison pandangan yang lebih luas akan sangat memengaruhi keberhasilan pejabat dalam menunaikan tugas barunya.

Beberapa kali media massa mengabarkan tentang menteri yang kesibukannya mirip walikota, jabatan sebelumnya. Ada pula wakil menteri yang sibuk berkomentar di media sosial, seakan-akan ia lupa bahwa ia bukan lagi relawan yang partisan. Ada pula menteri yang tampaknya tidak mampu mengukur dampak dari pernyataannya terhadap masyarakat, sehingga ia menganggap pernyataannya itu wajar-wajar saja. Ia mungkin lupa bahwa ia bukan lagi pemimpin organisasi massa.

Keluasan horison wawasan memberi peluang bagi pejabat tinggi untuk mampu bergerak lebih leluasa dalam menjembatani golongan-golongan yang berbeda, setidaknya yang masih berada dalam lingkup tugasnya. Ia tidak sepantasnya lagi berpikir dalam kelompok sempit, apalagi hanya terbatas organisasinya, sebab ia ditunjuk menjadi menteri justru agar keluar dari batas-batas organisasinya semula dan memberi manfaat kepada lebih banyak orang dan kelompok masyarakat.

Belum terbukanya horison wawasan pejabat tinggi, bahkan setingkat menteri atau bahkan presiden, berpotensi membuat ybs gagal memahami perannya. Ia tidak mampu untuk segera beranjak dari kelompok terbatas menuju kelompok yang jauh lebih luas—pada jenjang presiden: bergerak dari golongan/partai ke negara; dari politikus menjadi negarawan. Manakala ia tidak segera memperluas horison wawasan, akan sulit baginya untuk dapat segera segera mengambil peran sebagai jembatan di antara berbagai kelompok. Apa lagi jika ia terus dikelilingi oleh orang-orang sepikiran, yang semakin mempersulit dirinya untuk keluar dari lingkaran yang lama.

Semakin terbuka horison wawasan seorang pejabat, akan semakin matang caranya memandang persoalan, peristiwa, fenomena, ataupun wacana. Ia tidak akan mudah tergelincir oleh godaan, gangguan, interupsi, ataupun bisikan yang membangkitkan kembali keberpihakannya yang lebih sempit, khususnya organisasi tempat ia semula bernaung. Ia tidak akan gegabah membuat pernyataan yang tidak perlu namun memicu perselisihan.

Ia juga tidak akan mudah tergoda untuk membuat klaim sempit yang mengerdilkan kontribusi kelompok masyarakat lainnya. Kematangan sebagai pejabat publik ini lazimnya ditempa oleh berbagai pengalaman serta jam terbang pada tataran yang tinggi. Seorang politisi senior dan berpengalaman pun masih dapat tergelincir, apa lagi seseorang yang tiba-tiba meroket menjadi menteri.

Kematangan dalam hidup berbangsa memang tidak bisa dikarbit, terlebih lagi bila pejabat ybs sebelumnya berkecimpung hanya dalam lingkup yang terbatas. Sekedar contoh, sekalipun diangkat sebagai perdana menteri pada usia 35 tahun di Republik yang masih sangat belia, Sutan Sjahrir dianggap sebagai pribadi berwawasan global. Sjahrir telah melewati pergulatan hidup di usia muda dan telah cukup matang ketika diberi kepercayaan untuk menjabat orang nomor tiga setelah Presiden Soekarno dan Wapres Mohammad Hatta. Sjahrir segera menyesuaikan diri dengan peran barunya sebagai pejabat pemerintah. Di masa sekarang memang ada sejumlah anak muda yang melompat ke atas, tapi tidak cukup mampu menyesuaikan diri dengan peran barunya karena horison wawasannya masih tertinggal di bawah. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB