Bunga Hitam
Minggu, 14 November 2021 16:01 WIB
Ody dan Des, dua orang yang paling berarti bagi satu sama lain. Mereka punya ikatan tak kasat mata yang bisa dilihat oleh semua orang, kecuali mereka sendiri.
Hari ini sepulang sekolah, mereka berjalan bersama ke sekolah menengah pertama mereka. Tak ada alasan yang berarti, hanya hal biasa yang dilakukan alumni pada umumnya. Kecanggungan mengisi puluhan langkah pertama mereka. Tapi tak lama lagi beribu cerita akan mengalir membasahi langkah kaki mereka yang seirama.
"Kau senang bukan berhasil lolos dari sekolah terkutuk itu?" Ody membuka tutup botol minumnya lalu minum sambil berjalan.
"Sangat. Tapi tetap saja, tiga tahun disana membuat dunia luar terasa asing."
"Yah, SMA sangat membingungkan."
Des tak membalas. Kecanggungan datang kembali. Sore terasa tenang. Masih panjang perjalanan mereka untuk sampai, tapi memori mereka ternyata sudah sampai duluan ke sekolah 'terkutuk' itu.
Lagu-lagu berbahasa Inggris yang menemani Ody selama masa-masa teranehnya dahulu terputar sendiri di kepalanya. Perasaan aneh muncul, lagu-lagu itu terasa memeluknya dengan janggal. Dia tak kuat mendengar lagu itu lagi meski banyak kenangan indah turut mengiringi.
"Kutarik perkataanku. Masa SMP lebih membingungkan. Banyak sekali perubahan yang terjadi." Ucap Ody.
"Terutama kemampuan bahasa Inggrismu yang meningkat pesat. Siapa ya, yang waktu itu dipuja-puja guru bahasa Inggris?"
Ody tertawa kecil. Dia ingat betul betapa congkaknya dia saat akhirnya mendapat tempat dalam peringkat sepuluh besar di kelas. Semua berkat lagu-lagu yang didengarkannya.
Cerita-cerita lain yang lama bersemayam di ingatan mereka pun satu persatu mengalir.
Mereka kini sampai di jalan yang tidak asing. Banyak perubahan terjadi pada jalanan itu, tapi jalanan itu tetaplah jalanan yang mereka kenal.
"Kapan terakhir kali kita lewat sini?" Tanya Ody.
"Setelah perpisahan." Jawab Des, singkat, karena dia langsung teringat sesuatu.
"Des, kau ingat tidak orang yang memberikan segenggam bunga hitam pada kita di jalan ini selesai perpisahan? Bunganya kita bagi dua. Siapa ya, namanya?" Ody berucap duluan seolah masuk ke pikiran Des.
"Bunga? Aku tidak pernah menerima bunga." Des sejatinya ingat betul dia meninggalkan bunga itu saat pindah rumah, beberapa pekan setelah kelulusan.
"Dia orang paling baik yang pernah kita kenal. Orang itu, loh! Kita sekelas dengannya tiga tahun! Sungguhlah kau dan aku pantas menerima hukuman karena melupakan orang itu!" Ody bersemangat mencoba mengingat nama orang itu. Dia bahkan mengabsen seluruh nama teman sekelasnya, dari kelas satu sampai kelas tiga. Mengingat wajahnya satu persatu. Tapi orang itu tak bisa ia temukan.
"Mungkin ingatanmu salah tempat!" Des memang sama sekali tidak ingat nama orang itu. Diam-diam dia juga mencoba mengingat namanya, tapi hasilnya nihil.
"Kau harusnya ingat, dia menjadi teman belajar kita di kelas tiga. Dia membantu ujian musikmu di kelas dua. Dia yang pertama kali bicara denganku saat kelas satu."
"Ini konyol Ody," tapi ucapan Des segera terpotong
"Kau ingat? Kita juga pernah menggagalkan lomba orang itu, Des." Wajah Ody seketika menjadi muram.
Des terdiam, memandang ke arah sepatunya yang kemasukan kerikil.
"Kita mengempiskan ban sepedanya. Harusnya ban sepeda guru olahraga, tapi sepedanya terlalu mirip. Dia terlambat, Des. Dia terlambat ke perlombaan itu. Perlombaan yang harusnya mengubah hidupnya. Mimpi yang selalu dia bicarakan, kita menghilangkan mimpi itu, bahkan kita menghilangkan orang itu dari pikiran kita, Des." Tenggorokan Ody tercekat. Dada Des sesak.
. "Kita belum minta maaf! Bagaimana kabarnya sekarang ya, Des?" Sesal Ody. Orang itu tak pernah memarahinya, tapi mereka tak bicara lagi dengannya, mereka juga berhenti belajar bersama. Orang itu, menghabiskan sisa masa SMP-nya dengan murung. Lalu orang itu memberikan bunga hitam pada mereka, itulah saat terakhir mereka bertemu dengannya. Tanpa kata-kata.
'Bagaimana kabarnya sekarang? Bagaimana aku bisa meninggalkan orang itu?!' Des membatin memarahi dirinya sendiri, seperti Ody mulai mengecam dirinya sendiri.
'Bagaimana kabar bunga itu?' Pikir Des sebelum matanya memanas.
Kaki mereka mengejar memori yang lebih dulu sampai, mereka kini tiba di gerbang itu. Memori menggebu-gebu. Kenangan itu, keraguan mereka di sekolah baru saat itu. Betapa menyedihkannya rasanya mengetahui mereka harus menghadapi tiga tahun di sekolah yang tidak diinginkan. Dan saat kaki mereka disini lagi, keraguan itu kembali merayapi kaki mereka.
Des tak bisa menjabarkan bagaimana rupa 'luka' ini sebenarnya. Tapi Des memilih pulang ketimbang membuka 'luka' itu dan mencari tahu. Dia tak ingin lagi mencoba mengingat nama orang itu, atau mencoba mencari bunga hitamnya. Ody, masih ingin meminta maaf pada orang itu, entah bagaimana caranya. Ody melangkah memasuki gerbang di hadapannya. Haruskah dia berbalik saja dan pulang dengan Des? Sambil berpikir Ody terus melangkah masuk, diiringi lagu-lagu berbahasa Inggrisnya yang memeluknya makin erat.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Putri Duyung
Selasa, 16 November 2021 08:39 WIBJangan Ketinggalan!
Selasa, 16 November 2021 08:35 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler