x

Pembukaan sekolah perlu memperhatikan data penyebaran wabah dan kesiapan sekolah

Iklan

Lilis Erfianti

Guru MTSN Kabupaten Semarang
Bergabung Sejak: 15 November 2021

Senin, 15 November 2021 16:56 WIB

Pembelajaran Tatap Muka dalam Ancaman Klaster Covid-19

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mewanti-wanti sekolah di Jawa Tengah sebelum menggelar Pembelajaran Tatap Muka agar memastikan segala persiapan dan kesiapan pendukung protokol kesehatan. Ganjar menilai apabila PTM mengabaikan prokes dan malah menimbulkan klaster Covid-19, uji coba PTM layak dicap gagal. Tapi sebaiknya gubernur tidak sekedar memberikan imbauan, namun juga langkah konkret lain yang dibutuhkah demi terjaganya prokes.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mewanti-wanti sekolah di Jawa Tengah agar sebelum menggelar Pembelajaran Tatap Muka (PTM) segala persiapan dan kesiapan pendukung protokol kesehatan dilakukan dengan baik. Ganjar menilai apabila PTM mengabaikan prokes dan malah menimbulkan klaster Covid-19, uji coba PTM layak dicap gagal. (Kompas, 21/9/2021).

Pasalnya, ditemukan fakta beberapa sekolah, antara lain, di Kabupaten Jepara, Blora, Purbalingga, dan Kota Semarang banyak murid dan guru diketahui positif terpapar Covid-19. Hal itu diketahui dari hasil rapid test. Alhasil, sejumlah sekolah itu pun kini ditutup sementara dan para siswa yang positif terpaksa diisolasi.

Kondisi tersebut, bagi penulis yang sehari-hari bekerja sebagai pengajar, ibarat menelan pil pahit. Sebab, PTM sangat ditunggu orangtua, siswa, maupun guru. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama ini dinilai berlangsung kurang maksimal dan dikhawatirkan menjadi penyebab kemunduran kualitas belajar siswa. Hal ini bisa berdampak pula terhadap lulusan pada masa mendatang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tidak hanya itu, apabila PJJ atau daring berlangsung lama akan membuat dunia pendidikan mengalami learning loss. Ini adalah kondisi hilangnya pengetahuan dan keterampilan baik secara umum atau spesifik pada siswa. Akibatnya, terjadi kemunduran proses akademik, karena dampak pandemi sulit dihindari.

Namun, dimulainya PTM di sejumlah kabupaten/kota di Jateng dengan penerapan prokes, tidak menjamin terhindar dari munculnya klaster pendidikan. Kekhawatiran Gubernur Ganjar Pranowo itu selayaknya patut kita apresiasi, tetapi usulan agar setiap sekolah melakukan tes acak juga bukanlah sebuah solusi.

Hindari Klaster Pendidikan

Sdanya kasus positif Covid-19 pada beberapa sekolah itu diharapkantidak terulang di tempat lain. Tetapi, berharap saja tidak cukup. Yang musti dilakukan sekarang adalah tidak menyematkan stigma klaster pada dunia pendidikan.

Selanjutnya, setiap pemangku kebijakan dari tingkat terendah, dalam hal ini sekolah sebagai lingkungan paling mengancam siswa berpotensi terpapar Covid-19, selayaknya menjadikan kejadian itu sebagai pengingat. Karenanya, selama siswa berada di sekolah, itu sepenuhnya menjadi tanggungjawab lembaga. Menerapkan prokes seketat mungkin hukumnya wajib.

Para guru, berkaca dari kasus di Kabupaten Jepara dan daerah lain itu pun, tidak sepenuhnya bersalah. Sebab, mereka tidak dibekali atau memiliki pengetahuan yang cukup menyangkut epidemologi. Namun, dari kaca mata publik munculnya kasus itu seolah sekolah kurang menerapkan prokes. Padahal berdasar pengalaman penulis di lapangan, ditemukan siswa ada yang lupa membawa masker. Kadang, karena sifat dasar anak-anak, mereka berkerumun, dan itu sulit dicegah. Tidak mungkin, guru maupun pengelola sekolah melakukan pengawasan penuh, sedangkan jumlahnya tak sebanding banyaknya siswa.

Saatnya kini mengubah paradigma bersama memahami situasi hidup berdampingan dengan Covid-19. Orangtua siswa di rumah, mau tidak mau sekarang harus bisa berperan sebagai guru. Orang tua  bisa mengajarkan beberapa hal terhadap anaknya. Lantas, sebaliknya guru di sekolah juga harus bersedia mengambil peran layaknya orangtua di rumah.

Dengan memiliki pemahaman demikian, rasa-rasanya lebih masuk akal mencapai beberapa tujuan baik menghindari munculnya klaster pendidikan atau meminimalisir potensi gagalnya PTM yang masih dalam tahap uji coba ini. Ambil contoh, guru di sekolah selalu mengingatkan memakai masker, mencuci tangan sesering mungkin, seolah siswa itu anaknya sendiri. Sebab, jika terkena Covid bisa meninggal dunia.

Lalu, orangtua di rumah sebisa mungkin memantau aktivitas belajar, mengukur pencapaian anaknya seolah dirinya guru di sekolah, dimana prestasi tertinggi ialah dapat membantu siswa menjadi lebik baik dalam semua bidang. Jika hal itu dilakukan, beban guru tidak berat karena harus memiliki peran sekaligus sebagai orangtua di sekolah. Pun dengan orangtua tidak khawatir ke sekolah anaknya pulang membawa virus.

Skema Perlindungan

Tidak hanya mengusulkan sekolah melakukan tes acak secara berkala, sebaiknya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga bersedia menanggung pembiayaan tes melalui skema anggaran di Pemerintah Provinsi Jateng. Hal ini sesuai amanat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Guru. Berdasarkan peraturan tersebut, sedikitnya ada empat jenis perlindungan guru yang wajib diberikan negara. Keempatnya yaitu perlindungan hukum, profesi, kesehatan dan keselamatan kerja, dan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).

Jadi, patut disayangkan apabila Pemprov Jateng sekadar memberikan imbauan tanpa diikuti dengan pendampingan. Sebab, pertama, tidak semua sekolah memiliki anggaran yang cukup terutama sekolah swasta, sedangkan keputusan diizinkannya PTM tidak memandang sekolah itu berstatus negeri maupun swasta.

Kedua, apabila tidak ada skema anggaran, sedangkan PTM mau tidak mau tetap harus dilaksanakan, dikhawatirkan menambah beban baru bagi wali murid. Karena, sangat sulit dihindari sekolah akan membebankan biaya tersebut meskipun dengan aturan tes mandiri berkala oleh siswa, misalnya, atau bentuk lainnya.

Ketiga, melalui Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 baik ditingkat Kabupaten/Kota atau level pemerintah kecamatan supaya melakukan inspeksi mendadak (sidak) maupun monitoring berkala atas fasilitas penunjang prokes. Jika minim pengawasan dan kontrol, dikhawatirkan lambat laun semua pihak lupa bahwa Covid-19 masih ada dan kapanpun dapat bermutasi yang mengancam keselamatan banyak orang.

Tidak kalah penting, petunjuk pelaksanaan dan teknisnya perlu disosialisakan pada orangtua murid. Jika itu semua terdapat kelemahan pilihan untuk menunda kembali PTM adalah yang terbaik. Jangan sampai guru dan siswa terus menjadi korban Covid-19. (*)

Penulis

Lilis Erfianti, Guru MTSN Kabupaten Semarang. Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Negeri Semarang

Ikuti tulisan menarik Lilis Erfianti lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB