x

Iklan

Babs

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 10 November 2021

Selasa, 16 November 2021 08:35 WIB

Jangan Ketinggalan!

Kenapa aku tidak diajak?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mataku melirik ke arah jam digital di meja di sampingku. Pukul 00.00. Aku jarang sekali terbangun pada tengah malam, kecuali ada yang benar-benar menggangguku. Malam ini, ada suara yang menggangguku dari arah dapur. Terdengar dengan sangat jelas suara piring-piring yang berdenting di bawah keran air dan suara baju yang disikat. Aku yakin aku tidak bermimpi, meskipun memang sangat aneh. Aku yakin keluargaku sudah tidur dan mereka tak punya alasan untuk mengerjakan pekerjaan rumah pada tengah malam, tanpa berusaha untuk memelankan suara yang mereka buat. Tapi sudahlah, mataku tak bisa berbohong. Tak lama kemudian aku sudah terlelap lagi dan meninggalkan keanehan itu.

Saat aku membuka mata di pagi hari, hal pertama yang terlintas di benakku adalah suara dari dapur tadi malam. Aku menemukan piring-piring bersih dan kering tersusun di rak dan baju-baju yang masih lembab tergantung di jemuran. Padahal keluargaku selalu meninggalkannya kotor semalaman dan ibuku akan mengerjakannya pada siang hari sepulang mengajar. Tetapi aku tak sempat bertanya pada siapapun, aku bangun terlambat dan seluruh keluargaku sudah meninggalkan rumah. Dengan begitu, aku ikut bergabung dengan semua orang sibuk di hari yang sibuk ini, dan kembali meninggalkan keanehan yang terjadi malam tadi.

*

Aku pulang dari kesibukanku pada malam hari, cukup malam untuk mendapati seluruh keluargaku sudah tidur di kamar mereka masing-masing. Seketika aku teringat kembali keanehan yang terjadi kemarin malam. Aku pergi ke dapur dan mencuci piring-piring kotor dan mengelapnya hingga kering, aku juga ke kamar mandi tepat di sebelah dapur untuk menyikat baju-baju dari keranjang pakaian kotor dan menjemurnya dengan angin malam. Aku menyelesaikan semuanya hingga tubuhku amat penat, meskipun aku tak yakin kenapa. Setidaknya aku melepas sedikit beban agar bisa tidur nyenyak malam ini.

*

Aku berhasil terlelap untuk beberapa saat setelah membenamkan diri di ranjangku, sebelum aku mendengar sesuatu. Lagi.

PRANGGG

BRUKKK

Ya, mereka benar-benar tak menyerah. Seolah pekerjaan rumah adalah hal penting yang tak boleh dilewatkan sebelum mati, bahkan saat pekerjaan itu sudah diselesaikan oleh orang lain. Setelah suara piring pecah itu, aku mendengar suara pecahan beling yang disapu. Mungkin mereka memecahkan empat atau lima piring. Lalu suara tiang jemuran yang ambruk di luar, disusul dengan suara baju yang disikat. Kebisingan itu sangat jelas dan itu bukan karena keheningan malam. Orang gila macam apa yang melakukan ini semua? Kalau itu keluargaku, kenapa dan sejak kapan mereka jadi gila? Kenapa hanya aku yang tidak gila? Atau mungkin ini adalah tanda bahwa akulah sebenarnya yang gila? Aku juga mulai berpikir bahwa mereka mungkin bukan keluargaku, meskipun mereka mungkin penyusup paling aneh dan paling kurang kerjaan yang pernah ada di muka bumi. Tapi untuk sekarang, aku tak punya rencana untuk menghadapi mereka. Aku harus apa? Aku tidak yakin menodongkan golok pada orang yang sedang mencuci baju dan membersihkan beling adalah hal yang tepat. Terlebih lagi aku tak menyimpan golok di kamarku!

*

Aku terbangun di pagi hari dengan kepala pening. Kadang ketika kau mengalami kejadian yang begitu aneh, otakmu tak siap untuk menghadapinya, dan kau bisa hilang akal untuk sesaat. Mungkin kau hanya bisa terbengong-bengong atau pening sepertiku, dan jika setan sedang bersamamu, kau bisa melakukan tindakan bodoh tanpa berpikir panjang, atau bahkan tanpa berpikir sama sekali.

Aku melangkah keluar dari rumah, mengabaikan orang tua dan kakakku yang sedang sarapan di meja makan. Aku tidak akan bekerja hari ini, terlalu menyesakkan bagiku. Aku akan berkeliling ke mana saja, agar tidak usah berada di rumah. Pulangnya, aku membeli golok. Aku memilih golok terbaik yang tersisa di toko peralatan kebun. Jaga-jaga kalau mereka ternyata memang penyusup, dan berpotensi melakukan hal-hal yang lebih aneh atau lebih buruk dari sekadar mengerjakan pekerjaan rumah tangga orang lain pada tengah malam. Saat tiba di rumah pada malam hari, aku sudah siap. Aku mengecek dapur. Piring-piring ku biarkan kotor, begitu juga dengan baju-baju di keranjang. Aku akan membiarkan mereka bersenang-senang terlebih dahulu. Aku naik ke ranjangku, menyelimuti diriku, dan mendekap golok yang mengkilap itu di dadaku.

Aku menunggu dengar sabar sambil bersenandung di dalam hati. Menanti-nanti, menerka-nerka, dan menyiapkan diri untuk apapun yang akan ku dapatkan nanti. Aku mencoba menikmati setiap detiknya, meskipun isi perutku membuatku merasa mual. Aku belum makan sejak pagi. Sampai pada pukul 23.59, aku mulai mendengar suara di luar kepalaku. Suara pintu terbuka, dari kamar orang tua dan kakakku. Aku mendengar suara napas dan bisik-bisik mereka yang berat, sangat jelas di keheningan malam dan kecilnya rumahku. Tapi tak cukup jelas untuk kupahami apa yang mereka bicarakan. Dilanjutkan dengar suara air mengalir, mereka mulai mencuci piring dan menyikat baju. Begitu keras seperti tak ada yang perlu disembunyikan. Aku tak ingin kebingungan lagi, aku keluar dari selimutku dan menggenggam golok dengan kuat meskipun aku sudah yakin mereka bukan penyusup.

Benar saja, di dapur, ku lihat ibuku sedang mencuci piring membelakangiku, bersama ayahku yang sedang mengelap piring yang sudah bersih. Aku juga mendengar suara sikat baju dari kamar mandi di sebelahnya. Pasti kakakku. Hal ini tak mengubah apapun, semuanya tetap aneh dan terasa seperti mimpi di kala demam.

Ragu, tapi akhirnya aku berhasil membuka suara, "Kalian ngapain?"

Suaraku sangat serak. Entah karena kelelahan, sudah terlalu malam, atau karena terlalu gugup. Tapi suasana sangat dingin dan aneh. Golok di genggamanku terasa licin karena keringat dingin. Perutku seperti membeku, tidak lapar sama sekali.

Tak ada jawaban. Ayah dan ibuku hanya menolehkan kepala mereka, lalu menatapku. Kakakku dari kamar mandi, hanya menjulurkan kepalanya, lalu juga menatapku. Kupandangi mata mereka yang bulat dan hitam. Mereka tidak melotot, mata mereka memang bulat seperti itu. Itu memang mereka. Bukan penyusup.

Ini memang tak menjawab keanehan yang menggangguku. Masih ada pertanyaan-pertanyaan yang menuntutku untuk mencari jawabannya. Tapi biarlah, aku tak butuh jawaban lagi. Biarlah mereka berbuat sesuka mereka. Mataku terlalu berat dan otakku terlalu bingung. Aku melangkah meninggalkan dapur, kembali ke kamarku, menyembunyikan golok di kolong ranjangku, menyelimuti diriku, dan mencoba untuk kembali tidur.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik Babs lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler