x

Donngeng Kopi Latte adalah satu signature drink pilihan di Dongeng Kopi yang bisa dinikmati untuk menghangatkan badan dan menambah vitalitas.

Iklan

Diana Susilowati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 15 November 2021

Kamis, 18 November 2021 07:28 WIB

Cerita Mereka

Kisah tentang aku, yang mendengarkan Cerita mereka di cofe shop

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Cerita mereka.

 

.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

.

.

 

 

 

Aku Gabby, usiaku 24 tahun, aku bekerja sebagai seorang barista disebuah cafe kecil disudut kota. Aku mencintai pekerjaanku, dimana setiap hari aku bisa mencium aroma kopi, dan mendengar banyak cerita pelangganku disini.

 

Hari ini aku melihatnya lagi, pria tampan yang sepertinya seusia denganku. Sudah beberapa hari ini ia selalu datang ke caffe tempatku bekerja, Hot Americano dan juga cinnamon Croisants, aku mengingat pesanannya. Tak ada yang istimewa, aku mengingat hampir semua pesanan pelanggan tetap caffe ini.

 

“pesanan yang seperti biasa?” tanyaku, saat pria itu sudah berdiri didepan meja kasir, mata coklat beningnya menatapku, jantungku berdebar karenanya. Sebelumnya ia tak pernah menatapku, ia selalu sibuk dengan ponselnya.

 

“ya. Hot Americano dan Cinnamon Croisants” jawab suara baritone pria itu, aku pun segera memproses pesanannya, dan menerima kartunya untuk memproses pembayarannya. Selesai memproses pembayarannya, aku memberikan kartu dan juga struk padanya, dia menerimanya tanpa melihatku lagi, ia kembali sibuk dengan ponselnya. Ia pun segera bergeser ke bagian pick up order untuk menunggu pesannannya, ya, aku masih memperhatikannya dari sudut mataku, sambil aku melayani pesanan pelanggan berikutnya.

 

PLAKK

 

Aku dikejutkan dengan suara tamparan, setelahnya aku menengok, dan ternyata pria itulah yang ditampar oleh seorang wanita. Ah, aku lupa cerita, tak lama pria itu menerima pesanannya, ada seorang wanita juga yang masuk ke Cafe tanpa memesan, dan langsung berjalan menuju meja dimana pria itu duduk. Aku tidak memperhatikannya lagi, karena pengunjung cukup pada di waktu-waktu seperti ini.

 

“kau pikir pernikahan kita adalah lelucon hah?” pekik wanita itu, hmm.. pernikahan, pria itu ternyata pria yang sudah menikah.

 

Tak hanya aku yang tertarik dengan drama disana, beberapa barista yang lain pun bekerja sambil memasang telinga mereka dengan baik untuk tetap mendapat teh panas dari kedua orang yang sedang berseteru itu.

 

“aku tidak pernah mengatakan seperi itu Naomi!” suara baritone pria itu menginterupsi, terdapat penekanan disetiap kata yang ia ucapkan, seperti menyiratkan, jika ia serius dengan setiap kata yang ia ucapkan. Namun aku berdecih dalam hati, meragukan kesungguhan pria itu.

 

Ibuku selalu berkata padaku, jika pria tampan ini berbahaya, dan aku mempercayainya hingga saat ini.

 

“lalu apa?” tanya wanita itu, suaranya terdengar putus asa, oh wanita malang, ia sepertinya menikahi pria yang salah.

 

“Naomi tenanglah, kita ditempat umum” pria itu mencoba menengkankan si wanita, namun wanita itu sepertinya tak termakan oleh bujukan pria itu, ia bergegas keluar dari caffe dan meninggalkan pria itu sendirian, dengan perhatian para pengunjung yang kembali ke urursan masing-masing setelah beberapa saat perhatian mereka dicuri oleh pasangan yang bertengkar.

 

“huft, untung saja aku selamaaat” gumamku, mensyukuri fakta bahwa aku tidak terbawa perasaan saat mengagumi ketampanan pria itu.

 

.

.

.

 

Hari berganti, dan kini aku siap menyambut hari baru dan cerita baru.

 

Ah! Aku selalu melihat anak itu duduk didekat jendela. Kemarin saat ada pasangan suami isteri yang bertengkar, hanya anak itu yang tak menggubris pertengkaran seru kemarin. Aku mulai dengan penilaianku berdasarkan penampilan, anak lelaki itu sepertinya masih sekolah, karna aku selalu melihatnya datang kemari di hari sabtu dan minggu. Ia akan memesan minuman non kopi, yaitu javachips frape, ia juga memesan sandwich club dengan roti gandum.

 

Anak itu akan sibuk dengan laptopnya, dan tidak menghiraukan apapun disekelilingnya. Ia juga menghabiskan banyak waktu berada di cafe.

 

Tak lama, seorang wanita paruh baya dengan pakaian anggunya masuk ke caffe, suara stiletto mahalnya menggema dipenjuru cafe kecil ini,

 

“leaves coffe, selamat pagi” sapaku, namun wanita paruh baya tersebut tidak menghiraukanku dan langsung berjalan menuju kursi, oh! Wanita itu berjalan menuju kursi dimana pemuda yang tadi ku analisis.

 

Wanita itu mengetuk meja pemuda itu, dan aku bisa melihat keterkejutan anak itu saat melihat sosok wanita itu berdiri dihadapannya,

 

“mama?” ucap anak itu, ah... ternyata ibunya.

 

“pulang Jay” ucap wanita itu dengan suara yang tenang, namun aku bisa merasakan jika ia tak ingin perkataannya dibantah.

 

“nanti, aku nanti akan pulang” balas anak yang ternyata bernama Jay.

 

“mama tau kau tak suka dengan papa, tapi jangan seperti ini—“ jeda, “kau selalu keluar saat sekolah libur” tutupnya

 

“papa? Siapa yang mama sebut dengan papa? Dia bukan papaku!” pekik anak itu, sepertinya ia mulai kehilangan kesabaran, begitu pula dengan wanita itu

 

“JAY!” suaranya meninggi

 

“bahkan mama sekarang sering membentakku untuk membelanya—“ jeda, anak itu menarik napas dalam, seperti ingin mengatakan sesuatu lebih banyak, sesuatu yang sudah tidak bisa lagi ia pendam, “dia suami mama, tapi dia bukan papaku, papaku sudah meninggal” ucap anak itu, aku bisa merasakan rasa nyerinya saat anak itu mengatakan segalanya barusan.

 

“Jay—“

 

“aku akan pulang, tapi tidak sekarang, aku mohon jangan ganggu aku” ucap anak itu final. Aku bisa melihat raut kesedihan diwajah wanita itu, memiliki anak usia remaja memang cukup sulit, mereka masih berpikir dengan mengedepankan emosi mereka, dan mereka juga tidak bisa dikasari atau dibentak, karena mereka akan semakin memberontak.

 

“baik—“ wanita itu tercekat, aku melihat ia berusaha sekuat tenaga agar tidak menangis dihadapan anaknya, “baiklah, mama pulang dulu” ucap wanita itu, lalu berjalan menuju pintu caffe dan berlalu.

 

Karena masih pagi, belum banyak pengunjung yang datang, aku bisa memperhatikan anak itu lebih lama, aku melihatnya mengepalkan tangannya erat. Ya..  setidaknya aku tau, anak itu adalah anak yang baik, dia pasti merasa bersalah setelah tadi sempat berdebat dengan ibunya. Anak itu juga pasti bisa mendengar suara bergetar ibunya saat hendak pergi meninggalkannya tadi.

 

Memang kita terkadang, tidak bisa mengontrol perkataan yang akan keluar dari mulut kita. Tapi kita harus berusaha untuk memikirkan semuanya sebelum berkata-kata, jika tidak ingin menyesal bukan?

 

Banyak cerita di cafe tempatku bekerja, cafe ini kecil jadi obrolan pelanggan dengan mudah terdengar. Ada yang membicarakan hal buruk mengenai teman mereka, namun 15 menit kemudian, teman yang mereka bicarakan datang dan mereka semua memasang tampang baik dan bersahabat, aku ingat bagaimana aku berusaha menahan tawaku saat hal itu terjadi.

 

Perkelahian antar kekasih, perdebatan antar teman, dan masih banyak lagi yang terjadi di cafe ini. Inilah yang membuatku betah bekerja disini, dari cerita yang terjadi di cafe ini, aku bisa mendapatkan banyak ide untuk menulis.

 

 

 

Sekian.

Ikuti tulisan menarik Diana Susilowati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler