x

illustr: The New York Times

Iklan

edi wahyudi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 November 2021

Jumat, 19 November 2021 15:29 WIB

A Friend

Berkisah tentang seorang gadis bernama rani yang hidup berdua dengan ibunya. Ayahnya pergi meninggalkan mereka 3 tahun lalu. Rani punya sahabat dekat yang sudah di anggap seperti saudaranya sendiri, gadis cantik ini bernama vita

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

A Friend

 

Namaku rani, aku adalah anak dari seorang single parent, selepas kepergian ayah tiga tahun lalu, ibu berjuang mencari nafkah untuk kebutuhan sehari-hari, beruntung aku mendapatkan beasiswa karena menjadi siswa berprestasi, jadi bisa meringankan beban ibuku, aku cukup banyak menyumbangkan piala kesekolah. Tahun ini adalah tahun terakhir aku disekolah, karena sebentar lagi aku akan melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi. Vita adalah sahabat terdekatku, bahkan saking dekatnya sudah seperti saudaranya sendiri.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Rani . . . Tolong pijat kaki ibu ya nak” pinta ibu padaku, “Siap bu” sahutku, sambil memijat kaki ibu, ia pun bercerita “Dulu ibu untuk biaya makan saja sulit, apalagi untuk sekolah. Sedari kecil ibu sudah membantu kakek dan nenekmu berjualan, uang dari hasil jualan untuk makan sehari-hari, ketika libur jualan ya kami semua tidak makan, menahan lapar sudah terbiasa untuk kami, ibu tidak mau kita hidup seperti ini terus, apalagi selepas kepergian ayahmu keuangan kita menjadi sangat sulit, untuk itu kamu sekolah yang rajin ya nak”

Kini aku sudah berada ditempat tidurku, perkataan ibu membuatku berpikir keras, aku harus sukses dan mewujudkan mimpi ibu, selepas kepergian ayah tiga tahun lalu, ibu jadi harus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan hidup, wajah letihnya selalu ia tutupi dengan senyuman, tak lupa ia mengajariku untuk selalu bersyukur akan hidup yang dijalani.

“Sudah nak kamu tidak usah bantu ibu berjualan, kamu belajar saja yang rajin, nilai kamu harus bagus dan masuk Universitas favorit di negeri ini lewat jalur Beasiswa, ujianmu sebentar lagi kan?” ucap ibuku, “Iya bu, 2 minggu lagi ujiannya” jawabku

“Hallo ran, aku ke rumahmu yaa kita belajar bareng?” suara di telpon itu, dia adalah vita, semua orang berkata kalau vita adalah bayanganku, karena selama hampir tiga tahun, nilai vita selalu tepat dibawahku. Banyak juga yang bilang kalau vita ini selalu iri terhadap prestasiku disekolah, tapi aku tidak peduli akan hal itu, karena bagiku dia tak tampak seperti apa yang orang lain katakan, dia adalah sahabat yang selalu ada disetiap masa-masa sulitku

“Kamu sudah menentukan Universitas mana yang akan kamu ambil Ran?” tanya vita padaku. “Sudah vit, ibu memintaku untuk masuk STAN”. Vitapun tampak kaget mendengar jawabanku. “Lho kamu kenapa, ko kaget gitu dengarnya?” “Ahh engga kokran biasa aja”. “Kamu sendiri Universitas mana yang akan kamu pilih vit?”. “Kalau aku masih bingung mau pilih yang mana ran” jawabnya sambil tersenyum tipis

Setelah kegiatan belajar bareng dirumahku  sikap vita jadi agak berbeda, seperti ada yang Ia pikirkan, tapi setiap aku tanya dia selalu menjawab tidak ada apa apa, semua baik baik saja.

“Bu, doain aku yaa semoga bisa menjawab setiap soal-soal yang diberikan” pintaku pada ibu sambil mencium tangannya. “Tentu ran, tanpa kamu pintapun ibu selalu berdoa setiap hari untuk kesuksesanmu dan perubahan hidup kita, ibu gantungkan mimpi hidup kita padamu, kamu harus selalu jadi yang terbaik, karena kamu adalah satu satunya harapan ibu, yaa karena anak ibu cuma satu, kamu saja” kami pun tertawa bersama

Hari ujianpun tiba, aku sudah siap menghadapi ujian akhir disekolahku. Hari pun berlalu, ujian telah selesai dilaksanakan, banyak dari kami yang melakukan euforia dengan mencoret-coret baju satu sama lain, semua tampak gembira dan yakin kami semua akan lulus dengan nilai terbaik.

Ibuku jatuh sakit karena kelelahan berjualan, aku tidak punya biaya untuk membawa ibu ke rumah sakit, jadi ibu hanya tiduran saja di tempat tidur dan aku berikan obat yang dijual bebas diwarung dekat rumahku, berharap ibu akan sembuh dengan meminum obat itu.

Kini aku sedang berada disekolah meninggalkan ibuku yang terbaring lemah ditempat tidur. Karena hari ini adalah pengumuman kelulusan. Semua guru dan juga teman-temanku memberikan selamat atas pencapaianku mendapatkan nilai terbaik seprovinsi dan vita sahabatku mendapatkan nilai terbaik kedua. Aku sangat bahagia atas hasil kerjakerasku, hasil dari setiap doa ibuku membuahkan hasil.

“Kamu lagi apa ran?” tanya vita padaku, “Oh aku lagi mau daftar STAN nih, semoga aku lolos dan berhasil masuk STAN, itu keinginan ibuku vit, aku sebagai anak akan berusaha mewujudkan impian ibuku itu.” Jawabku sambil tersenyum, “Eh bentar deh aku mau ke toilet dulu yaa vit, udah kebelet banget pengen buang air kecil, kebanyakan minum es nih aku, titip handphone ku yaa”

Kini aku sedang dalam perjalanan pulang bersama vita, dia mau ke rumah melihat kondisi ibuku, dia terlihat khawatir setelah mendengar ceritaku kalau ibu sedang terbaring sakit selama beberapa hari dan ia sempat memarahiku karena tak memberitahukannya. Ibuku sudah dianggap seperti keluarga terdekatnya vita, dalam satu bulan terkadang mereka memberikan bantuan makanan kepadaku beberapa kali, sejujurnya kami merasa malu selalu mendapatkan bantuan dari keluarga vita, tapi apa daya aku dan ibu membutuhkan bantuan itu.

Begitu pula dengan hari ini, setelah melihat kondisi ibuku, vita langsung bergegas menelpon ayahnya dan mengabari kondisi ibuku, tak lama mobil vita pun datang dan membawa ibuku ke Rumah sakit untuk dilakukan pengobatan, aku hanya bisa bersyukur dan berterima kasih berkali-kali atas kebaikan keluarganya, berdoa semoga Allah membalas setiap kebaikan yang diberikan kepada keluargaku dan juga semoga selalu diberikan rezeki yang berlimpah untuk keluarganya.

“Kok cuma dua juta doank pak? apa engga bisa ditambah lagi uangnya” rengekku pada bapak penjaga counter handphone, kini aku sedang menjual handphone peninggalan satu-satunya ayahku, aku terpaksa menjualnya untuk biaya pengobatan ibuku, aku malu kalau harus bergantung pada keluarga vita, hingga akhirnya bapak pembeli handphoneku pun menambahkan uang dua ratus ribu rupiah lagi. Uang ini akan aku gunakan untuk biaya sehari hari, karena kini ibu sudah rawat jalan dirumah.

Saking sibuknya aku mengurus ibu, aku sampai lupa kalau belum daftar PKN STAN, hari ini adalah hari terakhir pendaftarannya. Akupun bergegas pergi kewarnet untuk melakukan pendaftaran. “Lho kok . . .?” betapa terkejutnya aku melihat data profileku sudah terdaftar di Universitas yang tak aku inginkan, sementara aku merasa belum mendaftarkan diri ke Univesitas manapun. “Siapa yang tega melakukan ini padaku, apa yang harus aku katakan pada ibu nanti” aku pun menangis sejadi jadinya, aku telah mengecewakan ibu.

Aku memilih menenangkan diri disebuah danau, perasaanku sangat kacau, aku ingin marah. Aku terus menangis membayangkan nasib kehidupkan kedepannya, aku satu-satunya harapan ibu untuk merubah nasib, tapi apa yang terjadi saat ini sungguh diluar kendaliku. “ Yaa Tuhan apa ini, kenapa engkau tega melakukan hal ini pada hidupku, tak cukupkah engkau ambil ayahku kembali kepangkuanmu? aku selama ini tak pernah mengeluh akan hidup, aku selalu berusaha menerima kondisi kehidupanku, tapi apa yang terjadi saat ini membuatku ingin marah kepadamu, engkau jahat sekali Tuhan pada hidupku” Teriakku pada langit siang hari itu

Cukup lama aku berada didanau hingga senjapun telah datang, sudah waktunya aku untuk pulang kerumah, aku takut ibu mencariku. “Rani kamu kemana aja dicari-cari sejak tadi, bapak sudah menelponmu berkali–kali tapi nomormu sudah tidak aktif?” ucap pak RT padaku, “Maaf pak aku sudah menjual handphoneku” Jawabku, “Ibumu ran, ibumu . . . ayo cepat naik kemotor bapak” “Ada apa pak dengan ibuku” pak RT tak menjawab pertanyaanku ia memilih fokus mengendarai motor dan melaju dengan kecepatan cukup kencang.

Sudah banyak orang berkumpul dirumahku, beberapa orang yang hadir menghampiriku sambil berkata “Kamu yang tabah yaa ran”, saat itu aku masih bingung apa yang sebenarnya terjadi dirumahku, akupun berjalan cepat menuju kedalam rumahku. Betapa terkejutnya aku melihat sosok yang terbaring tertutup kain itu “IBU . . . Ibuuuuu” aku berlari kearah sosok itu, aku sangat mengenalinya, sosok wanita tangguh pantang mengeluh menjalani kehidupan ini, yaa dia adalahibuku.

“Buu, bangun bu jangan tinggalin rani . . . ibu sudah janji akan selalu ada bersama aku, tapi kenapa sekarang ibu pergi ninggalin aku, aku masih belum siap harus hidup sendiri, bangun bu, bangunnnn  . . . jangan tinggalin aku” aku menangis histeris sambil menggoyangkan badan ibuku yang sudah terbujur kaku. “Ibuuu aarrrggg bangunnn bu, bangunnn”

Hari pun berlalu . . . aku masih selalu menatap pintu rumah, berharap ibu akan kembali pulang seperti biasa. Sampai saat ini aku masih belum bisa menerima kenyataan bahwa kini aku hidup sebatang kara. Tak ada gairah untuk hidup, aku ingin pergi menyusul ayah &ibu, kepergian ibu membuat semangat hidupku hilang dan aku merasa tak ada gunanya lagi hidup di dunia ini.

“Hai ran, aku dan teman-teman bawa makanan untuk kamu nih” Ucap putri salah satu temanku, mereka mengungjungiku. “Kamu kok jadi kurus gini ran, ayoo makan yaa, aku suapin mau? Kamu harus bisa menerima keadaan ini ran, sudah saatnya kamu harus bisa melanjutkan hidupmu, kejar semua impian yang selama ini sudah kamu rencanakan, kalau kamu perlu bantuan, aku siap membantu sebisaku. Mana rani yang aku kenal selama ini, si gadis ambisius dengan mimpi-mimpinya, kamu liat ran sekelilingmu? ga cuma aku yang ingin liat kamu bangkit dan semangat untuk melanjukan hidup lagi”. Lalu tak lama semua teman-temanku yang datang kompak berteriak “SEMANGAT RANI, SEMANGAT” lalu semua memelukku, aku sampai terharu dibuatnya.

Semua teman temanku datang kerumah untuk menghiburku kecuali vita, selama beberapa hari ini aku terkubur sepi dirumah, tapi kedatangan mereka membawa senyumku kembali, benar apa yang dikatakan putri dan yang lainnya aku harus melanjutkan hidup dan mewujudkan setiap mimpi yang sudah aku dan ibu impikan.

Dua minggu setelah kepergian ibuku, aku pergi mengunjungi rumah vita karena ada hal yang ingin aku tanyakan padanya“Kenapa kamu tidak datang mengunjungiku vit?” tanyaku pada vita sahabatku, Ia pun tak menjawab pertanyaanku. “Kamu kan yang mendaftarkan aku ke Universitas lain? Iya kan? Makanya kamu ga berani untuk bertemu denganku” wajahnya memucat, ia tampak gusar mendengar kata yang kuucapkan padanya. “Ternyata benar kamu orangnya, kamu tega vit, sumpah kamu jahat banget, kamu tau itu adalah impianku dan juga almarhum ibuku, aku ga nyangka kamu bisa senekat ini, aku sangat kecewa sama kamu.” Bentakku padanya. “iya aku yang melakukan itu ketika kamu titipkan handphonemu”. Jawabnya dengan nada cukup tinggi, lalu ia melanjutkan perkataannya“karena aku juga ingin masuk STAN sementara hanya satu orang yang bisa mendaftarkan mewakili sekolah, tapi ternyata aku tidak diterima. Aku minta maaf ran, aku khilaf, aku egois, sorry.” Ucap vita sambil memegang tanganku dan menangis, berharap aku akan memaafkan kesalahannya.

Hari itu semua terungkap jika benar apa yang dikatakan teman-temanku yang lain bahwa vita iri terhadap prestasiku, dia kesal karena nilai-nilai dia selalu berada dibawahku. Ternyata dia juga menginginkan PKN STAN. “Aku ga terima diperlakukan seperti ini vit, kamu itu sahabat dekatku, aku benci sama kamu” lalu aku pun pergi meninggalkan dia. Hingga akhirnya aku menyadari satu hal, bahwa terkadang musuh terbesar itu adalah teman terdekat sendiri. Kejadian ini membuat timbulnya jarak antara aku dengan vita, aku masih belum bisa memaafkan perbuatannya.

Kini aku dan vita tidak pernah berkomunikasi lagi. Vita memilih kuliah diluar kota semantara aku menjadi guru les private untuk SD & SMP sambil menunggu tahun depan mengikuti PKN STAN lagi. Pada kenyataanya, “Kita sebagai manusia punya mimpi tapi Tuhan punya Realita”.

Ikuti tulisan menarik edi wahyudi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler