x

Iklan

Puji Handoko

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 13 November 2020

Senin, 22 November 2021 19:41 WIB

Pembangunan Kilang Pertamina Terhambat Gangguan Eksternal

Ketika Jokowi menjabat Presiden, berbagai upaya dilakukan untuk mengubahnya. Sidak yang sering dilakukan merupakan salah satu cara untuk menjadi sarana kontrol itu. Presiden Jokowi juga sudah banyak melakukan terobosan, tapi birokrasi kita sedikit-banyak masih bergaya lama. Fakta seperti itulah yang kemudian juga menghambat masuknya investor ke dalam negeri. Tradisi untuk molor, mempersulit persoalan, atau memberikan beban tambahan pada eksekutor, membuat proses pelaksanaan proyek menjadi ruwet. Termasuk dalam urusan proyek yang sedang dijalankan oleh Pertamina.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pembangunan Kilang Pertamina Terhambat Gangguan Eksternal

Dalam pidato Presiden Jokowi yang dilakukan pada Sabtu 20 November 2021, ada dua perusahaan BUMN yang mendapat kritikan keras, PLN dan Pertamina. Pokok dari kritik Jokowi adalah tentang banyaknya investor yang masuk, tapi terhambat regulasi. 

Dua BUMN besar itu mendapat teguran langsung. Masing-masing pihak diharapkan segera membuat langkah percepatan, agar penugasan yang diberikan oleh pemerintah sukses dilaksanakan. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Terkait dengan Pertamina, persoalan Pertamina yang disebut Presiden Jokowi ruwet itu sebenarnya mengacu pada dua hal pokok: lambatnya birokrasi pemerintah dan proses tender yang terganggu. Dua hal inilah yang membuat langkah Pertamina sebagai eksekutor proyek terganggu. 

Terkait keruwetan birokrasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sebenarnya dalam pernyataan Presiden Jokowi juga sudah disebutkan. Jokowi memang memuji adanya perkembangan baik, namun masih banyak persoalan yang mesti segera diselesaikan. 

Ada kendala besar dalam mengubah kebiasaan buruk. Karena sebelumnya, keruwetan birokrasi memang sudah sangat lama terjadi. Bahkan kalau mau dilacak, sejak era pemerintahan kolonial belanda, korupsi dan birokrasi yang buruk sudah ada. Akibatnya kebiasaan buruk itu diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya. 

Dalam kajian sosiologi, kebiasaan buruk itu membentuk habitus. Satu sistem nilai yang diyakini dan berlaku dalam masyarakat. Hal itu akhirnya memalsukan kesadaran. Kebiasaan buruk menjadi hal lumrah dan tidak lagi mendapat kecaman, karena ia sudah terbatinkan. 

Ketika Jokowi menjabat Presiden, berbagai upaya dilakukan untuk mengubahnya. Sidak yang sering dilakukan merupakan salah satu cara untuk menjadi sarana kontrol. Presiden Jokowi juga sudah banyak melakukan terobosan, tapi birokrasi kita sedikit-banyak masih bergaya lama. 

Fakta seperti itulah yang kemudian juga menghambat masuknya investor ke dalam negeri. Tradisi untuk molor, mempersulit persoalan, atau memberikan beban tambahan pada eksekutor, membuat proses pelaksanaan proyek menjadi ruwet. Termasuk dalam urusan proyek yang sedang dijalankan oleh Pertamina. 

Selain faktor pembuat regulasi, ada juga faktor eksekusi. Misalnya soal pembebasan lahan di Tuban. Masyarakat di lokasi itu tidak mudah melepas lahannya. Banyak oknum yang ikut membikin gaduh. Agar harga naik. Atau justru karena ada kepentingan politik. 

Ini yang kemudian membuat proses pembangunan terpaksa molor dari waktu yang direncanakan. Urusan pembebasan lahan ini mestinya dibantu lewat birokrasi pemerintah tadi. Namun upaya itu kurang berjalan maksimal. Akibatnya mengganggu estimasi penyelesaian proyek. 

Persoalan eksekusi yang kedua adalah mengenai tender. Proses tender bukanlah pekerjaan mudah. Misalnya tender sudah dilakukan, nanti ada yang menilai prosesnya tidak sesuai prosedur. Ada orang kuat yang ikut bermain. Akhirnya gaduh. 

Kemudian ketika ada pihak yang kalah tender, mereka bikin ribut. Misalnya menyebarkan kabar, harganya kemahalan, pesertanya atau bidder disebut tidak kompeten, dan banyak lagi. Intinya, orang-orang ini ingin mengembangkan isu bahwa Pertamina bermasalah.

Sudah jadi rahasia umum, masuknya kekuatan oligarki dalam urusan BUMN memang membuat persoalan semakin ruwet. Tekanan politik yang kuat membuat jajaran direksi dan komisaris BUMN tidak berdaya. Akhirnya, mereka juga yang kena getahnya. 

Persoalan yang dihadapi BUMN memang tidak tunggal. Ada banyak sekali masalah yang bersumber dari kekuatan eksternal yang ikut bermain. Presiden Jokowi memang telah memberikan dukungan penuh, agar siapapun yang menghambat BUMN dengan tekanan politik bisa dilaporkan kepadanya. 

Tapi proses untuk mengusir kekuatan politik dari lingkungan BUMN memang tidak mudah. Pertamina atau BUMN lain tidak mungkin mampu melakukannya sendirian. Inilah yang mestinya dicarikan jalan keluar. BUMN harus dilindungi dari oknum jahat yang berupaya menikmati keuntungan dengan segala cara, termasuk dengan mempersulit jalannya proyek dan membikin kegaduhan. 

 

Ikuti tulisan menarik Puji Handoko lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB