x

Gambar Ilustrasi

Iklan

Dr. Asep Totoh,SE.,MM

Guru SMK Bakti Nusantara 666 Cileunyi Kab.Bandung
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Rabu, 24 November 2021 19:02 WIB

Guru Sejahtera, Guru Berkualitas

Peningkatan kesejahteraan guru menjadi salah satu tolok ukur kemajuan pendidikan suatu negara. Mengingat guru sebagai ujung tombak pendidikan, prosesnya bertumpu kepada guru, kompetensi guru mempengaruhi kualitas pembelajaran, yaitu kinerja guru.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Diskursus peningkatan mutu pendidikan di Indonesia seperti memperbaiki benang kusut, senyatanya peran seorang guru sangat vital sebagai penggerak sumber daya manusia. Masalah kompetensi guru menjadi salah satu isu sentral di antara banyak persoalan dalam tata kelola guru di Indonesia, guru adalah tenaga pendidik profesional yang mempunyai tugas, fungsi, dan peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru yang profesional diharapkan mampu berpartisipasi dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan insan Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan YME, unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki jiwa estetis, etis, berbudi pekerti luhur, dan berkepribadian.

Salah satu upaya peningkatan mutu pendidikan tersebut adalah dengan meningkatkan kesejahteraan para guru, sekitar dari 60 persen anggaran pendidikan secara nasional digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Anggaran tersebut terserap hampir seratus persen di semua daerah. Kesejahteraan guru pun masih terus menjadi polemik yang berkepanjangan dan memiliki sensitivitas tinggi. Peningkatan kesejahteraan guru menjadi salah satu tolok ukur kemajuan pendidikan suatu negara. Mengingat guru sebagai ujung tombak pendidikan, prosesnya bertumpu kepada guru, kompetensi guru mempengaruhi kualitas pembelajaran, yaitu kinerja guru. Keberhasilan proses pembelajaran di kelas sangat bergantung kepada kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru.

Menurut Ellis (dalam Husin, 2003:458) hak dan kewajiban guru bersifat fungsional, hal ini berarti bahwa bila hak yang diperoleh guru memenuhi kepuasan, maka ia akan memenuhi kewajibannya dengan baik. Sebaliknya, bila hak tidak sesuai dengan harapannya, maka kewajiban dilaksanakan kurang optimal. Hal ini akan berdampak negatif terhadap kualitas kinerja guru dan hasil belajar siswa. Namun secara garis besar tidaklah wajar penyebab rendahnya mutu pendidikan kita ditimpahkan kepada guru, tentunya banyak indikator (purituker) lainnya, yakni ibarat mata rantai satu dengan lainnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selanjutnya penelitian Mohammad Zulfikar, Arif Darmawan, Edy Sutrisno (2014) menunjukkan bahwa gaji yang layak (melalui sertifikasi), menjadi guru bersemangat dalam proses belajar mengajar. Bahkan dengan itu, guru semakin bersemangat dalam mengajar dan meningkatkan mutu/kualitas pembelajaran. Kajian itu senada dengan temuan Matthew G Springer and Catherine D Gardner (2010) dalam Teacher Pay for Performance: Context, Status, and Direction yang menyatakan bahwa gaji yang layak merupakan sebuah keniscayaan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh sejauh mana pemerintah melakukan penggajian yang layak untuk mereka.

Sebenarnya perbaikan kualitas dan gaji guru telah termuat dalam amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang tercantum pada pasal 40 ayat 1 butir a, menyebutkan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai. Dalam penjelasan atas pasal-pasal yang dimaksud dengan penghasilan yang pantas dan memadai adalah penghasilan yang mencerminkan martabat guru sebagai pendidik yang profesional di atas kebutuhan hidup minimum (KHM). Yang dimaksud dengan jaminan kesejateraan sosial yang pantas dan memadai, antara lain jaminan kesehatan dan jaminan hari tua.

Komitmen pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan guru tidak hanya diamanat dalam UU Sisdiknas tetapi dipertegas lagi dalam Undang-undang Guru dan Dosen. Dengan demikian telah mendapat kekuatan yuridis dalam Undang Nomor 14 Tahun 2005. Dimana dalam pasal 15 mengamanatkan agar guru mendapat penghasilan minimum diatas kebutuhan hidup minimum, maka guru menerima penghasilan yang meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus dan maslahat tambahan. Sehingga dengan jaminan kesejahteraan itu guru diharapkan dapat lebih bersemangat dan mempunyai produktivitas yang tinggi untuk meningkatkan kualitas pendidikan

Menjadi sebuah persoalan klasik dalam dunia pendidikan yang dirasakan selama bertahun-tahun dan sampai kini, seolah belum dapat terpecahkan yakni masalah kesejahteraan khususnya yang menyangkut masalah rendahnya gaji guru. Ragam keluhan tentang rendahnya gaji guru sudah dikemukakan berulangkali pada setiap pembicaraan pendidikan, namun dirasa belum optimal memperoleh tanggapan serius untuk perbaikan. Saat ini pemerintah memang sudah serius memajukan kesejahteraan guru serta mendorong peningkatan mutu pembelajaran. Hal tersebut bisa terlihat dari kesejahteraan guru berstatus PNS sudah jauh lebih baik, melalui pemberian tunjangan profesi guru (TPG). Namun, berbeda dengan guru swasta yang bergantung pada yayasan. Belum lagi, guru honorer yang kesejahteraannya tidak memiliki kepastian, lantaran bergantung pada sekolah tempat penugasan.

Senyatanya sering kali kemampuan pemerintah belum mampu menyentuh semua aspek, tentunya diperlukan dukungan dan gebrakan yang lebih untuk mempercepat kesejahteraan guru. Saat ini kiranya pemerintah daerah pun perlu melakukan itu, sekaligus mengampanyekan tentang kesejahteraan guru. Kampanye kesejahteraan guru pun pernah menjadi program atau janji di pilkada, kampanye populis sekolah gratis dan kesejahteraan guru jangan hanya menjadi salah satu janji manis kampanye saja. Artinya komitmen tersebut harus dibuktikan untuk mendorong Bupati/Wali kota/Gubernur mengerti bahwa kemakmuran daerah itu salah satunya karena peran dan partisipasi guru dalam mendidik. Oleh karena itu, guru wajib mendapatkan gaji layak.

Mampukah jika minimal gaji guru honorer lebih tinggi sedikit jika dibandingkan dengan standar gaji UMK di daerah, sebab masih banyak para guru yang hanya mengandalkan besaran gajinya berdasarkan banyaknya jumlah jam. Guru-guru yang mengajar di sekolah swasta yang berijasah S1 banyak yang masih jauh dari layak dalam penghasilannya, mereka bahkan masih ada yang dibayar perjam dibawah Rp 50.000,-. Diperparah lagi mereka dibayar per bulan dengan hitungan jumlah jam dalam satu minggu, artinya tiga minggu mengajar tidak masuk hitungan penggajian.

Ketika ditemukan guru honorer atau guru yayasan yang hanya mendapat honor sekitar 300 ribu perbulan, tentunya penghasilan tersebut jauh dari kata layak. Nnominal ini jauh berkali lipat dari gaji para guru PNS, jika dengan konversi Rp 10.000 per hari keniscayaannya para guru honorer dituntut untuk memenuhi segala kebutuhannya dari mulai ongkos ke sekolah hingga kebutuhan di rumah. Kondisi yang tak berimbang dengan harga-harga kebutuhan pokok yang terus naik, dari mulai harga BBM hingga tarif dasar listrik, adanya kenaikan iuran BPJS, tarif cukai rokok, tarif tol, dan tingkat inflasi yang tinggi sebagai akibat perekonomian global.

Angin segar dengan program Guru PPPK tahun ini, namun belum memenuhi kebutuhan yang seharusnya. Jika melihat data jumlah guru pada 2020 yang terdapat di Kemendikbud sejumlah + 3.775.762 orang dan Kementerian Agama + 331.703 orang, menjadi bagian tugasnya untuk menangani murid di seluruh Indonesia yang seluruhnya berjumlah  kurang lebih lima puluh jutaan siswa.

Sampai kapankah kompetensi para guru terkendala kesejahteraan? Tidak ditampikkan jika guru yang mengalami kesulitan ekonomi dan dalam kondisi lapar tentu saja akan sulit berpikir dan bekerja dengan baik. Hal inilah yang akan terus menyulitkan dunia pendidikan kita, mengutip pidato di hari guru oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim “Kemuliaan itu tidak boleh hanya diucapkan, perlu terwujud dalam Kesejahteraan”. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, hari ini masih banyak guru benar-benar tidak diberi tanda jasa yang sesuai secara materil. Apa yang mereka dapatkan tak lebih dari honor yang minim dan sangat jauh dari kata sejahtera. Kesejahteraan para guru dan tenaga pendidik di Indonesia harus terus diperjuangkan menuju Guru sejahtera, Guru berkualitas. Alhasil akan memudahkan mewujudkan Generasi unggul, Indonesia maju.

Ikuti tulisan menarik Dr. Asep Totoh,SE.,MM lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler