Sebelum tersandung kasus bisnis tes PCR yang membuat geram publik, Menko marves RI Luhut Binsar Pandjaitan lewat perusahaannya yaitu PT Tobacom Del Mandiri juga pernah disebut ikut bermain bisnis di tambang emas Blok Wabu, Papua.
Terakhir, diketahui tambang emas Blok Wabu di Papua sudah dikembalikan ke negara, tepatnya ke Kementerian ESDM, setelah Freeport selesai memakainya pada 2018.
Namun sejak saat itu, Kementerian ESDM diketahui belum pernah menggelar tender terbuka ke publik terkait siapa pihak selanjutnya yang akan menggarap emas di Blok Wabu. Seharusnya, karena tambang emas Blok Wabu milik negara, maka pihak selanjutnya yang akan menggarap adalah BUMN atau BUMD terlebih dahulu baru sehabis itu diberikan ke pihak swasta bila lembaga negara tidak bisa.
Awal Terkuak Luhut Bermain di Tambang Emas Papua
Semua fakta ini terkuak oleh Haris Azhar (Direktur Lokataru) dan Fatia Maulidiyanti (Koordinator KontraS) dalam sebuah video YouTube yang bertajuk “Ada Lord Luhut Dibalik Relasi Ekonomi Ops Militer Intan Jaya”.
Meski sudah memanas hingga Haris Azhar dan Fatia mendapatkan somasi dari Menko Luhut, Kementerian ESDM hingga kini belum buka suara terkait tidak transparannya alasan penyerahan kepemilikan tambang emas Blok Wabu ke pihak swasta dan bukannya BUMN, kini kabar terbaru dari perseteruan tersebut adalah telah mendapat perhatian Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
Tanggapan Pihak Luhut
Somasi yang dilayangkan oleh Luhut, menurut Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi, adalah somasinya sebagai warga negara, bukan sebagai pemangku kebijakan Menko Marves. Ia membantah bila bosnya melakukan judicial harrasment dan mengatakan harusnya Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti tak perlu membawa persoalan ini ke PBB bila benar keduanya mempunyai bukti bahwa Menko Luhut bermain bisnis di Blok Wabu.
Lebih lanjut, Jodi Mahardi juga mengungkapkan bahwa Menko Luhut siap menjalani proses hukum sebagaimana mestinya, dan membuka data secara transparan ke publik di pengadilan.
Pelapor Khusus HAM - PBB Turun Tangan
Kabar terbaru dari kasus ini ternyata sudah sampai ke PBB. Terbukti Surat Komunikasi Bersama /Joint Communication (JC) yang diterima Pemerintah Indonesia dari Special Procedure Mandate Holders (SPMH) United Nations Special Rapporteur atau Pelapor Khusus HAM - PBB pada 20 Oktober 2021 yang berisikan permintaan untuk memberikan klarifikasi terkait adanya dugaan judicial harassment terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti karena disomasi oleh Menko Luhut Binsar Panjaitan.
Selain itu, Pelapor Khusus HAM-PBB juga secara rinci meminta klarifikasi terhadap beberapa hal. Di antaranya:
- Dasar hukum tuntutan terhadap Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar
- Justifikasi penggunaan Pasal 27 UU ITE dan 311 KUHP
- Upaya Pemerintah RI menjamin lingkungan kerja kondusif bagi pegiat HAM
- Upaya yang telah maupun akan dilakukan pemerintah mencegah pelanggaran HAM oleh entitas bisnis
- Upaya Pemerintah mencegah dan memulihkan dampak negatif proyek pertambangan terhadap HAM dan lingkungan hidup
Pelapor Khusus HAM-PBB ini diketahui adalah sekelompok pakar/ahli yang ditunjuk oleh Dewan HAM PBB dan bekerja secara independen untuk memberikan laporan dan masukan kepada Dewan HAM PBB terkait pengimplementasian HAM atau kondisi HAM yang darurat di suatu negara.
Dengan sudah turun tangannya PBB, apakah Kementerian ESDM akhirnya akan buka suara terkait siapa yang menjadi pemilik Blok Wabu? Dan jika perusahaan Menko Luhut lewat PT Tobacom Del Mandiri benar terlibat, tidakkah ini menjadi pengkhianatan kali kedua kepada rakyat? Semoga kejujuran akan terungkap.
Ikuti tulisan menarik Aisyah Hetra lainnya di sini.