x

ilustr: Her World

Iklan

Acha Hallatu

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Jumat, 26 November 2021 08:37 WIB

Bukan Ditinggal Menikah

Sebuah cerita pendek yang akan mengajarkan serta mengingatkan kita bahwa kita harus menjaga dan bersyukur dengan apapun yang kita miliki. Jangan pernah meremehkan, menyia-nyiakan maupun meninggalkan sesuatu yang sangat berharga. Sialnya, penyesalan memang selalu datang terlambat. Kalau datang lebih awal biasanya sih pendaftaran! Hehehe...

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Susahnya mencuri hatimu, pujaan hatiku. Apa yang harus ku lakukan agar mendapatkan hatimu? Jawablah aku, jangan hanya diam saja.

Seorang wanita yang sangat cantik parasnya. Senyumnya indah sekali yang sering aku temui di sebuah pusat perbelanjaan. Iya, tentu saja dia adalah seorang penjaga kasir disana. Aku sering berbelanja disana. Setiap kali aku ingin membayar semua belanjaanku, aku sering mencari bagian kasir yang dia tempati.

Kami berdua terlihat sangat akrab, saling menyapa dan melempar senyum termanis yang kami miliki. Entahlah, saat itu aku memberanikan diri untuk mengajak dirinya berkenalan. Sebenarnya aku sudah tahu namanya dari mesin kasir dan tanda pengenal yang ada dibajunya. Tapi namanya juga lagi usaha, sob!

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Hai… Mbak udah lama kerja disini, ya?” tanyaku sambil merapikan pakaianku. Ya, biar terlihat rapi aja di hadapannya. Semua perempuan pasti suka dengan pria yang rapi, ‘kan?

“Baru setahun kok, Mas.”

Suaranya lembut sekali membuat telingaku panas dan tergoda ingin langsung menikahinya. Emang dia mau samaku? Baik, lupakan saja soal itu. Yang jelas aku sudah mengambil langkah awal yang tepat untuk berkenalan dengannya.

“Mbak Winda, ya? Namanya Winda, ‘kan?” tanyaku sambil melempar senyum padanya.

“Iya, Mas. Kok tahu?”

Aku kirain dia bakal bertanya, kok tahu? Bapak kamu dukun ya? Ternyata bukan. Baiklah itu hanya dipikiranku saja.

“Iya, tuh ada dibaju Mbak.”

“Oh iya ya, lupa Mas. Hehehe…”

Duh! Tawa kecilnya itu manis sekali, pikirku. Semakin menggodaku untuk segera menikahinya.

Aku sudah lama memendam rasa ini padanya. Itu kenapa aku selalu berulang kali belanja disana dan membayar hanya di kasirnya, ya karna aku suka dengannya. Namanya juga aku manusia biasa yang sedang merasakan gejolak masa puber, maksudnya yang sedang merasakan jatuh cinta.

Kadang kalau bahan masakan dirumahku masih lengkap, ya aku tetap datang ke sana. Ngapain? Ya, hanya membeli makanan ringan dan minuman kemasan aja. Setolol itukah aku kalau sedang jatuh cinta? Kadang aku heran liat diriku sendiri. Seniat itu aku ingin bertemu dengannya.

Hingga suatu kali, apakah ini rejekiku atau memang kebetulan saja, aku tidak tahu. Aku bertemu dengannya di sebuah tempat makan. Dia sedang sendirian saja. Saat itu aku bersama teman-temanku lagi nongkrong.

“Ini mataku salah liat gak sih? Itu Winda, kan?” tanyaku dalam hati sambil mengucek mataku. Itu beneran dia? Tidak perlu mikir lama, aku langsung mendatangi Winda ke meja itu.

“Winda, ‘kan?”

“Kok kamu bisa ada disini?” tanyanya dengan wajah sedikit kebingungan. Ah! Tenanglah, Winda. Aku sama sekali tidak berniat membuntutimu sampai ke sini. Ini hanya kebetulan saja. Mungkin ini yang dinamakan pucuk dicinta ulam tiba. Aseeekkk!

Dan saat itu adalah momen yang sangat tepat bagiku untuk mengenal dirinya lebih jauh. Cekidott! Hey ladies, aku siap memikat hatimu. Duh! Aku kok lebay banget, ya.

“Aku boleh duduk disini?” tanyaku. Perempuan manapun pasti suka dengan pria yang sopan, ‘kan? Benarkan, Ladies? Aku tidak sedang memanipulasi dirinya. Nyatanya, aku memang pria yang sopan.

“Namaku William. Kita belum kenalan selama ini,” aku sambil mengulurkan tangan. Salam dong! Salam! Hahaha…

“Winda…” dia menjabat tanganku. Dan kalian tahu seperti apa rasanya? Aku seperti terbang tinggi di udara saat berhasil mendapatkan salaman darinya. Ah, lebay! Lagi lagi aku lebay banget, ya!

“Kita sering banget ya ketemu di kasir. Kamu senang main ke kasir.”

Dia tidak tahu kalau aku senang berbelanja disana dan sering membayar di kasirnya ya karna aku suka dengannya. Ah, sudahlah! Semua akan indah pada waktunya. Nanti bakal ada waktu untukku menyatakan semua ini, pikirku begitu.

Hingga akhirnya aku berhasil mendapatkan nomor ponselnya. Kok bisa? Ya, aku bilang kali aja supermarket itu sedang tutup kamu bisa memberitahu padaku agar aku tidak perlu capek-capek pergi ke sana. Lagian sejak kapan supermarket itu bisa tutup? Memangnya pernah? Inilah yang dinamakan usaha, sob!

Saatnya aku menarik napas dalam-dalam dan membuangnya. Rasanya lega sekali karna aku merasa alam semesta seperti menyetujui niat baikku ini. Semenjak aku berhasil mendapatkan nomor ponsel perempuan itu, aku jadi sering bertukar pesan dengannya. Kami juga sering telfonan. Rasanya semakin akrab.

Apalagi saat aku datang berbelanja dan membayar di kasirnya, aku sering melihat dia melemparkan senyuman termanis yang dia miliki. Rasanya adem saat melihat senyumannya. Tidak jarang aku sering mengajaknya pulang bersama. Ya, aku sering menjemputnya di supermarket itu sepulang dia kerja.

Sampai akhirnya aku merasa ini sudah waktunya untuk menyatakan semua rasaku ini. Rasanya seperti kebelet pipis.

Dan malam itu aku sengaja mengajaknya makan malam sehabis menjemputnya pulang kerja. Dia mungkin tidak tahu, tapi aku dan Tuhanku tahu soal ini. Aku sengaja sudah memesan tempat itu untuk makan malam romantis berdua dengannya. Seniat itukah aku? Betul! Malam itu adalah malam yang tidak akan pernah terlupakan disepanjang hidupku. Karna itu makan malam teromantis yang pernah aku buat untuk seorang wanita yang sangat ku sukai.

Makan malam berdua ditemani lilin. Malam itu aku sengaja terlihat rapi, wangi dan sangat berwibawa agar dia melihat bahwa aku ini pantas menjadi calon suami idamannya. Tak peduli seberapa kaget dia melihat ini semua, aku tetap pada pendirianku.

“Winda… Pasti kamu kaget dengan semua ini.” Aku menarik nafasku dalam-dalam dan melanjutkan omonganku.

“Ini semua aku lakukan buatmu. Ya, jujur aku suka sama kamu. Itu kenapa aku sering berbelanja disana meski hanya membeli sebungkus makanan ringan dan minuman kemasan. Berharap bisa melihat senyum manismu. Apapun yang ku beli itu tidak penting. Aku hanya ingin melihatmu berdiri di kasir sambil memasang senyum terindah untukku. Dan senyummu itu berhasil mengalihkan duniaku.” Apakah ini semua kedengarannya terlalu lebay? Aku tetap terlihat percaya diri saja. Dan kalian tahu seperti apa raut wajahnya? Dia tampak kaget sekali setelah aku jujur soal perasaanku.

Dan malam itu aku benar-benar tidak ingin pulang dengan perasaan senang yang sekadar saja. Aku memilih untuk menembaknya. Maksudnya, bukan menembak yang gimana-gimana ya.

“Winda… Kamu mau jadi pacar aku?” tanyaku. Dia sempat terdiam sambil menatapku. Mungkin dia berpikir aku ini tidak serius dengannya, pikirku begitu. Hingga akhirnya dia menjawab pertanyaanku.

“Aku mau.”

Rasanya aku ingin memanjat tembok di tempat makan itu layaknya spiderman. Aku senang sekali mendengar jawabannya. Ah! Begini rupanya rasanya jatuh cinta. Aku dimabuk kepayang setiap harinya.

Tidak terasa hubungan kami sudah menginjak dua tahun. Ada perasaan bangga karna ternyata aku normal seperti orang pacaran pada umumnya. Aku serius aku berniat menikahinya meski pekerjaanku hanya seorang penulis. Ya, aku harus lebih giat lagi mencari cuan untuk menikahinya.

Tapi…

Tunggu dulu. Setelah aku berhasil mengumpulkan cuan untuk modal menikahi si Winda, aku mengajak dirinya mengobrol berdua. Lalu aku memberitahunya soal niatku ingin menikahinya dari hasil jerih payahku menulis dan bayaran menjadi pembicara di acara-acara bedah buku.

Ada yang aneh dengan dirinya. Saat itu dia menolak semua rencanaku. Dan yang paling menyakitiku adalah dia mengatakan bahwa dirinya tidak bisa melanjutkan hubungan ini lagi. Apa yang salah denganku? Apa yang terjadi denganmu, sayang? Aku bertanya-tanya.

Tidak bisa dipaksakan ya karna cinta bukan untuk dipaksakan. Aku memilih untuk melepaskannya agar dia bahagia. Kok segampang itu? Jujur, ini berat buatku.

Tapi aku harus mau menerima pahitnya kenyataan karna ternyata orangtuanya tidak merestui hubungan kami. Alasannya sepele, karna aku hanya seorang penulis. Orangtuanya menanyakan pekerjaanku, dan berpikir penulis itu tidak akan pernah memiliki banyak uang. Hingga akhirnya aku harus merelakan hubungan ini kandas meski aku sudah berusaha keras membuktikan keseriusanku untuk membahagiakan dirinya.

Kini Winda, wanita kasir yang sangat ku sukai itu berpacaran dengan seorang dokter. Ya, kalau dibandingkan dengan diriku yang hanya seorang penulis memang lebih keren pasangannya yang sekarang ketimbang aku. Itu kenapa orangtuanya lebih merestui hubungan mereka ketimbang saat aku bersama Winda. Diam-diam aku menangis dikamar sambil curhat pada Tuhan.

3 tahun kemudian…

Wnda, iya Winda si wanita kasir yang sering ku temui di supermarket tempat biasa aku berbelanja, kini dia pun harus menelan pahitnya kenyataan. Pasangannya yang seorang dokter itu malah menyakiti hatinya. Pasangannya itu ketahuan menghamili seorang wanita lain. Bagaimana dengan orangtua Winda? Ya, mereka padahal sudah sayang sekali dan suka dengan calon suami Winda ini. Namun harus bagaimana lagi? Pasangannya itu harus menikahi wanita yang telah dia hamili.

Dan kini Winda kembali menjadi gadis single, tidak jadi menikah dengan pria yang berprofesi dokter itu. Tapi setelah mendengar kabar itu hatiku tidak lagi tergugah untuk mengejar Winda kembali.

 

Ikuti tulisan menarik Acha Hallatu lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB