x

Iklan

Yaquta Maziyatin Jamilah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 Desember 2020

Minggu, 28 November 2021 14:49 WIB

Mendidik Tanpa Watak Itu Konyol


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mayoritas masyarakat Indonesia bahkan tenaga pendidik sekalipun beranggapan
bahwa anak atau siswa yang pintar adalah siswa yang bisa mengerjakan soal
matematika, anggapan seperti itulah yang harus dihilangkan. Dengan adanya
anggapan seperti itu, menyebabkan anak-anak untuk menghalalkan semua hal hanya
demi mendapatkan nilai yang bagus sebagai tolak ukur keberhasilan dalam belajar.
Setiap kali saya menaiki jenjang dalam dunia pendidikan hanya mementingkan
kuantitas tanpa memperhatikan kualitas. Setelah saya satu tahun belajar dalam
lingkup perguruan tinggi, tujuan saya berubah. Terlebih, karena saya sudah
memutuskan untuk nantinya terjun ke dunia mengajar.


Mendidik dan mengajar. Sekilas memiliki makna yang sama, akan tetapi apabila
ditelaah lebih jauh dua kata itu memiliki makna yang beda sekaligus memiliki efek
yang berbeda pula. Anda dapat dikatakan berhasil mengajar ketika siswa anda
berhasil mendapatkan nilai sempurna, namun anda belum dapat dikatakan berhasil
dalam mendidik. Mendidik itu lebih sulit jika dibandingkan dengan mengajar. Karena
mendidik itu dilakukan dengan melibatkan hati, ketika anda sudah berhasil
mendapatkan hati dari anak yang anda didik, maka anda sudah berhasil mendidik
anak tersebut.


Beberapa waktu belakangan ini, banyak sekali kasus tentang kekerasan siswa
terhadap guru. Jujur, saya miris mendengar kasus tersebut. Karena pada dasarnya guru
adalah seseorang yang seharusnya digugu dan ditiru. Lalu bagaimana dengan kasus
kekerasan tersebut ? siapa yang harus disalahkan ? Jawabannya tetap ada pada guru
tersebut. Apakah guru tersebut sudah benar-benar mendidik atau hanya sekedar
mengajar. Karena sesuai judul yang tertulis, bahwa mendidik tanpa watak itu konyol.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Guru yang baik itu ibarat lilin, membakar dirinya sendiri demi menerangi jalan
orang lain”
Jika anda berkeinginan menjadi pendidik atau guru, maka anda juga harus
berkorban. Berkorban waktu, berkorban tenaga dan pikiran serta berjuang untuk
selalu mengikuti perubahan zaman. Karena sejatinya, zaman tidak berubah mengikuti
kita, akan tetapi kita lah yang harus mengikuti perubahan zaman. Teknologi dalam
bidang pendidikan akan semakin berkembang dan bahkan bisa merampas peran guru
di dalam kelas. Itulah tantangan untuk saya dan untuk semuanya saja yang ingin
terjun dalam dunia pendidikan. Nadhiem Makarim atau yang biasa disapa dengan Mas
Menteri sempat mengatakan “Teknologi adalah Tools, hanya suatu alat bukan
segalanya. Kualitas pembelajaran dalam kelas, interaksi antara guru dengan murid
itu esensinya”.


Meskipun saya belum pernah mengajar secara langsung dalam suatu kelas, mulai
saat ini saya sudah mengamati bagaimana keadaan, karakter, watak atau sifat dan
keunikan serta cara belajar dari teman-teman saya dikelas. Karena saya menganggap
bahwa semua karakter, semua watak atau sifat, semua keunikan serta semua cara
belajar yang saya temukan pada teman-teman saya kelak akan saya temui juga pada
siswa-siswa saya. Dengan begitu, sedikit banyak, mulai dari sekarang saya akan dan
terus mempersiapkan apa yang pantas dan tidak pantas untuk saya bawa ke dalam
kelas.

Saya akan bangga ketika melihat siswa saya mendapatkan nilai sempurna, tetapi saya
akan lebih bangga jika ada siswa saya yang tidak malu akan kegagala, sehingga
kemudian dia mau datang ke saya

Yaquta M.J

Ikuti tulisan menarik Yaquta Maziyatin Jamilah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler