Pekerja Sosial: Senyuman Rahmad Mengakhiri Kisah Bibir Sumbing
Senin, 29 November 2021 06:00 WIBRahmad Maulizar, 28 tahun, dikenal sebagai yang lelaki ramah dan suka tersenyum, sesuai dengan tugasnya sebaga pekerja sosial. Hampir setiap hari dari tempat tinggalnya di Meulaboh, Aceh Barat, ia mengemudikan minibus berlogo Smilne Train, sebuah badan sosial yang berpusat di Jakarta dan mengkhususkan diri pada bantuan operasi bibir sumbing. Rahmad mencari anak-anak penyandang bibir sumbing yang akan diajaknya menjalani operasi gratis bersama Smile Train.
“Karena saya sekarang bisa tersenyum, saya ingin memberikan senyum saya pada orang lain,’’ ujar Rahmad seperti dikutip dalam laman Smile Train. Rahmad Maulizar dulu adalah penyandang bibir sumbing (cleft lip) pula. Sempat mengalami pahit getir sebagai penyandang cleft lip sampai usia 17 tahun, Rahmad mengaku pernah menjalani masa kanak-kanak hingga remaja yang tidak mudah. Ia sering dibully oleh orang sekelilingnya.
Radmad tahu bahwa bibir sumbing bisa diatasi dengan operasi plastik, namun biaya terus menjadi kendala. Hingga 2008, ia mendengar soal Smile Train Indonesia yang akan menggelar operasi bibir di Kota Banda Aceh. Ia pun meluncur ke Banda Aceh dan mendaftar. Kesempatan pun datang 2010. Ia menjalani operasi bedan plastik di RS Malahayati Banda Aceh. Hasilnya, sempurna.
Ia belajar bicara keras-keras melatih lidahnya. Ia belajar menyanyi. Hasilnya tidak mengecewakan. Artikulasinya jelas. Sambil menjalani pendidikan di Program Studi Ilmu Administrasi Negara (ADM), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Teuku Umar, Melauboh, pada tahun 2011 Rahmad menerima ajakan seorang dokter ahli dari RS Malahayati Banda Aceh untuk menjadi relawan bibir sumbing. Tugasnya, mencari pasien dan mendampinginya menjadi pesien operasi gratis dari Smile Train.
Rupanya, ia menyukai pekerjaan itu. Maka, ketika tawaran datang untuk menjadi pekerja sosial di Smile Train 2015, ia mengambilnya dan menjalankannya secara sungguh-sungguh. Kini, ayah dari satu puteri itu menjadi Kordinator Layanan Smile Train wilayah Provinsi Aceh.
Setiap hari dengan mobil minibusnya, Rahmad bisa mendatangi 20-30 desa, bertanya pada warga yang ditemuinya tentang anak-anak yang menyandang bibir sumbing. Pada kesempatan yang lain, Rahmad pergi ke pasar dan membagikan prosur. Pada kesempatan yang berbeda, ia pergi ke klinik atau puskesmas, bertanya tentang anak sumbing. Bila menemukan suatu nama, ia akan berbegas mencarinya, menemui keluarganya dan meminta ijin untuk mendaftarkannya sebagai pasien calon operasi bibir sumbing dan celah rumah sakit.
Informasi itu tak serta merta tersedia, terutama untuk kalangan balita. Banyak orang tua memilih menyembunyikannya, antara lain dengan menggendongnya saat berada di depan umum, bahkan menutup mukanya dengan selendang. ‘’Ada yang masih menganggap bibir sumbing itu aib,’’ ujar Rahmad, masygul.
Pernah suatu kali, ia mendatangi satu keluarga yang memiliki anak dengan bibir sumbing. Alih-alih disambut gembira, dia malahan disiram dengan air. Usut punya usut, rupanya keluarga itu pernah didatangi orang yang mengaku relawan dan dimintai uang jasa, agar bisa membawa si anak cepat masuk ruang operasi. Rupanya, janji manis relawan itu meleset. Toh, dengan senyum hanganya ia bisa mengatasi situasi itu.
“Tidak mudah meyakinkan orang tua pasien, dan terkadang saya harus mengunjungi mereka lima kali sebelum mereka setuju,” jelasnya. Sebagian mereka masih asing dan tak terlalu yakin dengan keandalan operasi plastik.
‘’Jadi, terkadang saya tunjukkan fotonya. Saya memberi tahu orang tua bahwa bayi mereka sama dengan saya ketika saya mengalami bibir sumbing. Mungkin saya lebih parah. Beberapa tetap tak percaya bahwa saya memiliki sumbing dan celah,’’ kata Rahmad. Bila masih gagal paham, dia tak ragu menembak: “Apakah Anda tidak ingin anak Anda memiliki kehidupan yang lebih baik seperti saya? Untuk mengikuti jejak saya?’’ Pada situasi seperti itu, biasanya para orang tua baru percaya dan mau mendukung anaknya menjalani pengobatan.
Rahmad gigih dalam menjalankan tugasnya. Hingga kini tidak kurang dari 2.000 orang yang telah dibawanya ke ruang operasi. Secara umum hasilnya memuaskan. Rahmad pun ikut berbahagia. Ia pernah mengalami kegetiran hidup. Saat usianya 11 tahun, yakni tahun 2004, gelombang tsunami raksasa menerjang desannya.
Rumahnya hancur. Rahmad selamat dan menjadi penyintas, namun ia kehilangan sejumlah orang yang menyayanginya. Yang membuat hatinya makin teriris, di tengah kedukaan pasca tsunami itu, ada saja yang masih tega membullynya hanya karena ia menyandang bibir sumbing. Situasi itulah yang ikut menempanya agar tak mudah menyerah ketika tawarannya untuk membantu anak-anak yang mengalami bibir sumbing, justeru ditolak oleh keluarganya.
Ketika pandemi Covid-19 meraja lela, Rahmat tidak mudah bergerak. Ia menggunakan gadget-nya untuk menyapa calon pasien, dan memandu pasien yang sudah mendapat jadwal untuk menjalani operasi. Ia juga menjelaskan secara rinci protokol kesehatan yang harus dilakukan oleh pasien. Di Aceh, operasi bibir sumbing dilakukan hampir setiap minggu.
Prevalensi penyandang bibir sumbing dan gangguan celah langit-langit itu cukup besar di Indonesia. Secara rata-rata ada 1 kasus bibir sumbing dalam setiap 800 kelahiran. Penyebab bibir sumbing itu antara lain dari faktor herediter (keturunan), infeksi virus pada janin, masaalah gizi pada ibu hamil, atau masalah lingkungan hidup yang tidak sehat.
Dunia kedokteran sudah bista memberikan solusi atas problem bibir sumbing. Masalahnya, akses menuju ke ruang operasi plastik itu yang tak bisa dinikmati semua orang. Maka, adanya lembaga filantropi seperti Smile Train, serta pekerja sosial yang gigih dan jujur seperti Rahmad Maulizar itu sangat diperlukan oleh masyarakat.
Kegigihan, keyekunan, kejujuran dan integritas Rahmad Maulizar diakui banyak kalangan. Tak ayal, Rahmad sering muncul dalam berbagai pemberitaan di media online, dan dianggap sebagai sosok yang patut dianggap sebagai teladan. Walhasil, ia pun terjaring sebagai salah satu sosok inspiratif dari sayap sosial dari korporasi otomotif raksasa Astra Internasional.
Lewat organ sosialnya Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU), Astra memberikan apresiasi kepada 11 anak muda Indonesia yang dianggap pemuda inspiratif. Salah satu dari mereka adalah Rahmad Maulizar. Bersamaan dengan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2021, SARU Awards2021 itu telah sampai di tangan Rahmad, untuk katagori bidang kesehatan.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Di Era Digital, Masyarakat Bisa Memperjuangkan Keadilan Melalui Musik
Rabu, 22 Desember 2021 04:57 WIBDian Rossana Anggaraini, Ajak Masyarakat Lestarikan Flora di Pulau Bangka Belitung
Rabu, 15 Desember 2021 07:55 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler