x

Iklan

Mirdad Leo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 November 2021

Selasa, 30 November 2021 23:20 WIB

Bisikan Iblis

Herman terpana karena pihak Bank akan menyita rumahnya dan adiknya, Hamdani mengancam akan melaporkannya ke Ibu mereka. Harman kalap dan hendak membunuh Hamdani. Untunglah Ratno yang tinggal di rumah Harman tampil sebagai penyelamat. Sepucuk pistol milik Ratno menenangkan suasana. Hamdani diselamatkan dan hutang Herman terselesaikan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Scene 1

Ruangan tamu setengah mewah itu, agak berantakan. Di arah pintu dapur, tampak wanita paruhbaya sedang menyapu. Di pojok ruangan tamu tampak seorang pemuda, berusia 35 tahun, Herman, duduk bersantai menggenggam sebuah gitar.

 Jari jemarinya memetik gitar. Terdengar lantunan melodi memecahkan suasana sore itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dari sebuah pintu kamar, muncul seorang pemuda lain, Ratno, berusia 35 tahun. Terlihat rambut cepaknya agak basah. Dia berjalan ke arah Herman dan duduk di situ

"Eh Rat, sudah selesai mandi. O ya bi, buat kopi satu lagi, untuk Ratno," ujar Herman sembari meneguk secangkir kopi.

"Iya nih. Dah segar ni," jawab Ratno.

"Gulanya dikit aja bi," kata Ratno.

"Ya den," ujar bibi sembari berlalu.

"Jadi kamu tinggal di sini kan Rat. Sambilan cari kerja ya. Aku yakin, ente-kan pintar, pastilah mudah diterima perusahaan-perusahaan yang ada di Jakarta ini," tandas Herman.

"Yah, semoga aja. Teringatku kamu koq belum kerja. Almarhum ayahmu pasti tetap mendo'akanmu bisa sukses. Dan rumah ini dibangunnya, kan agar ente dan adikmu tidak pusing mememikirkan uang kost. Ibumu pasti mengharapkan kamu juga, udah bekerja," ingat Ratno.

"Ni den kopinya,"ucap Bibi sembari menyuguhkan segelas kopi dan langsung berlalu.

"Udah bosan cari kerja. Ke Timur ke Barat. Pokoknya dah kemana-mana. Gak ada yang mau nerima aku. Bahkan sahabat-sahabat ayahku dulu, tak satupun mau menerima," tegas Herman, sembari berjalan ke arah jendela. 

"Tu si Dani pulang," kata Herman

Tak lama terlihat, Hamdani, 27 tahun, masuk keruangan tamu.

"Eh bang Rat, langsung dari Medan ni. Bibi dan keluarga sehatkan," ujar Hamdani yang langsung memeluk Ratno.

"Ya begitulah. Kamu pulang kerja," jawab Ratno.

"Aku belum kerja. Tadi baru interview. Besok di suruh datang lagi ke kantor perusahaan yang kulamar sebulan lalu.

"Mungkin kau diterima dek. Selamat ya," ujar Herman.

"Semoga benar apa yang disimpulkan abangmu," kata Ratno pula.

"Ya, semoga saja," harap Dani.

 

Scene 2

 

Setting : Ruangan tamu rumah Herman

Beberapa tamu, 5 lelaki berdasi dan 3 perempuan berpakaian jas. Sedang berdilog serius dengan Herman.

Tampak Herman tertunduk loyo.

"Begitulah. Sudah lewat 6 bulan dari dealine yang kita sepakati bersama. Dan manejemen Bank kami telah memberi kesimpulan, jika dalam waktu ke depan, rumah ini terpaksa disita," tegas Tamu 1.

"Apa tidak ada solusi lain pak," ujar Herman agak terbata-bata.

"Rasanya tidak ada pak Herman. Jika dalam seminggu lagi, hutang bapak tak juga terlunaskan, terpaksa pihak bank kami menyita rumah ini," tegas Tamu 1.

"Oky lah pak. Dengan rasa hormat, kami permisi dulu pak. Semoga dalam seminggu ini bapak ada rezeki dan bisa melunasi hutang bapak," kata Tamu 2 pula.

Tamu-tamu tersebut kemudian berpamitan dan tinggallah Herman terduduk lesu dan merebahkan diri di sofa panjang.

Muncul bibi

"Bagaimana itu den, bibi takut mendengarnya. Kalau nyonya tau gimana den. Bibi pulang kampung aja ke Jawa Timur," ucap Bibi, si pembantu yang dipekerjakan Herman, sembari membersihkan meja, bekas minuman tetamu tadi.

"Gimana den. Si Hamdan bisa murka sama Aden. Dia memang gk setuju tu. Ini problem besar den," ungkap bibi.

"Halaaah," teriak Herman.

Bibi ketakutan dan berlalu.

Suasana hening.

Beberapa saat kemudian terdengar suara sepeda motor Ratno.

Ratno masuk.

"Assalamualaikum," sapa Ratno.

Herman tak menjawab. Dia hanya golek telungkup.

"Ada apa Her," tanya Ratno.

Herman bangkit. Tampak matanya memerah. Dia melangkah pergi keluar rumah.

Selanjutnya terdengar suara sepeda motor menderu.

Ratno teriak memanggil Herman dan mengejar kearah pintu.

"Hermaaaan. Mau kemana," tanya Ratno kuat.

Herman sudah pergi meninggalkan rumah.

Bibi muncul dan terduduk lesu di sofa.

Ratno mendatangi bibi.

"Ada bi. Kenapa dengan si Herman," tanya Ratno.

"Enggak ngertilah. Udah sering orang Bank itu datang ke rumah ini," jawab bibi.

"Oh," kata Ratno sembari mengernyitkan keningnya.

"Dan si Hamdani tau persis masalahnya," ujar bibi sembari menyeka air matanya. 

"Bibi takut den. Gimana ini. Kayak mana kalau si Hamdani tau, nyonya tau," ungkap bibi.

"Masalahnya seperti apa bi," tanya Ratno.

"Mereka...mereka, orang Bank itu akan menyita rumah ini kalau hutang si Herman tidak dibayar. Mereka mau menyita rumah ini den. Bibi mau pulang kampung aja den," kata bibi agak gemetar.

"Ooh. Begitu ya. Ya,ya, aku mengerti. Bibi tenang aja," ungkap Ratno menenangkan suasana.

"Jadi, rumah ini diagunkan si Herman ke bank Daan tentu sudah setahun lebih," ujar Ratno.

"Benar tu den," kata bibi.

Ratno duduk di sofa.

."Herman tadi marah banget. Beringas dia," tutur bibi.

"Yach, dia pasti stress. Semoga tidak terjadi apa-apa dengan Herman. Biasanya kalau kondisi stress begitu si Herman pergi kemana," tanya Ratno.

"Pernah bibi ikuti diam diam. Dia sering

ngumpul bersama teman-temannya.Mereka mabuk-mabukan. Pernah saya cerita kelakuan Herman sama nyonya," tutur bibi.

"Ya. Makanya saya diminta ibu Herman untuk tinggal disini," tandas Ratno.

Bibi menatap Ratno.

"Kamu jangan pergi dari sini. Gimana nasib bibi nantinya. 

Ratno mengelus rambut bibi dan bibi tampak tenang.

 

Scene 3

Setting night club

Herman dan kawan-kawannya tampak bersenda gurau sembari  menenggak minuman beralkohol.

"Hajar terus. Minum, minum, kita ramaikan malam ini," ujar teman Herman yang berkepala pelontos.

"Hilangkan semua problem. Hayo senang-senang terus," ungkap Herman.

Suasana tampak hingar. Mereka larut dengan gembira tidak karuan. Lampu-lampu yang temaram melahirkan suasana menggemaskan. Wanita-wanita cantik dan seksi yang nimbrung tampak cekikikan. 

Di satu pojok, Ratno, sudah duduk memprhatikan Herman dan kawa-kawannya.

Ratno mengenakan topi dan berpakaian ala cowboy. Sehingga Herman tidak mengenalnya. Terlebih posisi Ratno berjarak 10 meter dari tempat Herman.

Susana mengalir begitu saja. Tanpa terasa jam dinding menunjukkan pukul 02.00 wib.

Tiba-tiba Ratno melihat Herman dan kawannya bubar.

Ratno bersiap pergi dan memantau Herman yang dilihatnya mengambil sepeda motor.

"Oke teman-teman, kita bubar dulu ya, besok kita sambung," ungkap Herman dan disambut teman-teman Herman yang terlihat sempoyongan.

 

 

Setting : Rumah Herman

Tampak Hamdani berdiri berkecak pinggang berhadapan dengan Herman yang sempoyongan akibat mabuk.

"Maafkan aku bang. Ini sudah luar biasa. Abang bilang sudah dibayar. Tetapi apa. Aku tidak mau tau. Ibu harus mengetahui hal ini. Besok aku telefon ibu," ujar Hamdani dengan ada keras.

Herman terperangah. Ekspresi wajahnya yang mabuk bercampur aduk dengan marah. Agaknya dia tidak setuju dengan percakapan Hamdani.

Dia melangkah gontai sempoyongan ke hadapan Hamdani. Tangannya mengepal tinju. Dan ketika tinju itu melayang ke arah wajah Hamdani, Hamdani mengelak.

Mlihat hal itu, Herman semakin marah dan tiba-tiba tangannya merogoh jaketnya. Dan ketika dia menarik tangannya, sebilah pisau sudah tergenggam di tangannya. 

Herman teriak.

"Kau jangan kurang ajar. Kubunuh kau," nada marah Herman menggema di ruangan tamu itu. Hamdani terejut dan dia mencoba melangkah mundur.

Tapi sayang, kaki terganjal ujung sofa. Hamdani terjatuh terlentang diantara sofa dan meja.

Herman melihat keadaan itu menyeringai tertawa.

Dan dia terus memburu Hamdani sembari menghujamkan pisau ke arah dada Hamdani.

Belum sampai pisau itu menghujam dada Hamdani, tiba-tiba..........dor..........

"Hentikan Herman," gema suara Ratno. Dia berteriak kencang. Tangannya tampak menggenggam supucuk pistol.

Herman dan Hamdani terperangah. Bibi Terlihat keluar dari kamarnya.

"Sssuara apa itu...,"   ungkap bibi gugup.

"Hahhh...," Herman masih kaget.

"Jongkok kamu Herman. Sudah aku duga. Orang yang suka mabukan, akan tidak waras. Adik sendiripun, kau anggap musuh dan ingin kau bunuh," tegas Ratno.

Begitu lantang suaranya. Hamdani berusaha bangkit, dibantu Ratno. Herman tampak mengeletar ketakutan.

Dia berjongkok dan menundukkan kepalanya.

Matanya sayu memandang pistol yang ada di genggaman Ratno. Bibirnya bergetar.

"Ddddari mana kau ada pistol?"

"Bukan urusanmu. Kau jahat. Kejam. Ingin membunuh adikmu Hamdani," cetus Ratno dengan suara lantang.

Tubuh Herman bergetar dan dia tiba-tiba tengkurap dan melepaskan pisau dari genggamannya ke lantai.

Ratno kemudian menyimpan pistolnya.

Bibi mendatangi Ratno dan Hamdani terseok-seok. Ratno dan Hamdani memeluk bibi.

Suasana tegang perlahan mencair.

Lalu Ratno menarik Hamdani dan bibi untuk duduk di sofa panjang.

Herman dibiarkan mereka telungkup di lantai Herman mendesah dan mendsah tidak karuan dan tidak menentu. Antara mabuk, bingung, takut dan sedih.

Suasana menjadi haru. 

"Semalam sudah kubayar utang Bank itu," ungkap Ratno.

"Oh, bang. Kalau tidak ada Abang, entah bagaimana nasib kami. Terimakasih banyak bang. Kami belum bisa membalasnya," kata Hamdani tersedu.

Bibi juga tampak sedih dan di sudut matanya tampak mengalir air mata.

Ratno memeluk bibi dan Hamdani.

"Sudahlah, enggak usah menjadi bebanfikirankalian," tegas Ratno.

"O ya, kalau boleh tau darimana abang memperoleh pstol," tanya Hamdani dengan mimik wajah yang bingung. Begitu juga bibi yang lugu.

"Sudah aku duga, bertubi-tubi pertanyaan akan mencengkram kalian Dengar ya, sebenarnya Abang sudah 5 tahun menjadi raserse. Abang minta izin kepada komandan Abang untuk dapat izin bisa tinggal di daerah ini. Dan tinggal disini  sebenarnya keinginan ibumu Hamdan. Dan ibu mu Hamdan dan ibumu Herman, sebetulnya sudah mengetahui statusmu dan kami sudah berjanji untuk diam saja. Dan tak perlu memberitahu kalian. Intinya setahun Paman Gunawan, ayah kalian meninggal, aku lulus dalam pedidikan," cerita Ratno.

Semua terkesima mendengar cerita Ratno. Herman mencoba mengangkat kepalanya dan duduk dihadapan Ratno. Tangannya gemetaran berusaha menyalam Ratno dan menarik tangan Hamdani. Melihat kondisi ini bibi memeluk Herman. Ratno dan Hamdani kemudian memeluk Herman.

"Kau sudah terkena rayuan bisikan iblis," kata Ratno.

Herman tampak tersedu dan memeluk Ratno dan kemudian memeluk erat Hamdani.

"Maafkan Abang Dani," ungkap Herman sembari terus memeluk erat Hamdani.

Ratno berdiri dan melihat suasana. Ratno menarik nafas pelan.  ***********

 

 

BalasTeruskan

Ikuti tulisan menarik Mirdad Leo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu