x

illustr: Everyday Health

Iklan

Acha Hallatu

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Kamis, 2 Desember 2021 15:43 WIB

Lowinda

Kamu wanita...

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Seorang wanita yang kutemui disebuah komunitas. Saat itu aku sedang memperkenalkan diriku dan asyik bercerita tentang pengalaman hidupku soal cinta. Kami ada banyak disana tapi saat itu entah kenapa mataku hanya tertuju padanya. Aneh sekali rasanya…

Sebanyak dua kali aku bertemu dengan dirinya. Setiap bertemu dengannya aku selalu membuang wajahku. Ya, aku malu menoleh ke arahnya. Nyatanya diam-diam mataku menatap ke arahnya. Ah, ini perasaan apa? Kok aneh sekali? Pikirku begitu.

Aku melihat dia datang dan pulang saat itu bersama seseorang. Mungkin itu kekasihnya. Dan benar, itu memang kekasihnya. Ya, ternyata dia sudah punya pacar. Aku merasa tidak bisa memilikinya lagi. Dalam hati aku berdoa, nanti saat kamu sudah putus dengan dia, aku pasti akan mendekatimu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dia cantik sekali. Dia adalah dokter muda. Dia berusia 27 tahun. Kalau dibandingkan denganku ya jauh sekali. Aku saja masih berusia 22 tahun. Tapi bukannya cinta tidak memandang usia? Tidak lama setelah pertemuan sederhana itu, dirinya mengikutiku di sosial media. Pertanyaannya, kenapa dia bisa tahu akun sosial mediaku? Padahal waktu itu aku tidak ada memberitahu siapapun nama akun media sosialku.

Aku sempat merasa kege-eran. Ya, iyalah darimana dia tahu coba? Hingga akhirnya aku pun mengikuti balik akun sosial media miliknya. Aku tidak merasa bosan saat memandangi semua foto-fotonya.

“Ah! Dia benar-benar cantik sekali. Manis!” ucapku dalam hati sambil tersenyum malu sendiri memperhatikan fotonya. Dia menggoda sekali. Dia berhasil mengalihkan duniaku. Jujur, aku sudah lama tidak merasakan yang namanya jatuh cinta. Terakhir kali aku merasakan indahnya jatuh cinta 5 tahun yang lalu. Sudah lama sekali bukan?

Hingga akhirnya aku mati rasa karna dulu aku diselingkuhi oleh mantan kekasihku. Padahal kami sudah lamaran. Ah! Kejadian pahit itu masih saja membekas dan membuatku takut untuk jatuh cinta lagi.

Aku terus saja kepikiran dengan dirinya. Seorang wanita yang bernama Lowinda. Sebenarnya aku tahu namanya itu dari nama akun sosial medianya. Kami belum pernah kenalan saat berada disatu komunitas yang sama.

Diluar dari dugaanku, aku pikir kami tidak akan pernah bisa memulai percakapan kami. Nyatanya, saat itu dirinya yang duluan mengomentari postinganku bersama Papaku. Di dalam postingan itu aku sedang sarapan berdua dengan Papaku.

“Pengen banget kaya gitu juga. Pasti asyik,” ketiknya di kolom komentar.

Saat notif itu masuk, mataku bersinar sambil terkejut. Apa benar ini dia yang mengomentari postinganku? Aku langsung membukanya. Aku merasa deg-degan karna merasa alam semesta baik sekali sudah mengizinkan hal ini terjadi. Dan itu adalah awal kami memulai percakapan untuk yang pertama kalinya.

Ya, karna komentar itu membuatku jadi berani mengomentari balik postingannya. Meski hanya berkata kamu cantik, semangat ya dan jaga diri, tidak masalah. Itu salah satu bentuk perhatianku kepadanya karna aku melihat profesinya sebagai dokter sangat mulia sekali. Tidak salah, kan?

Beberapa bulan kemudian terasa kami semakin akrab. Aku mencoba mengajaknya jalan berdua. Ya, sekedar makan dan nonton sambil mengobrol hingga aku memahami dia wanita yang seperti apa. Ada yang berbeda setiap kali aku menatapnya. Hatiku bergetar. Aku merasa ada ruang yang disentuhnya di dalam hatiku. Yang sudah lama kosong dan mungkin sudah usang. Karna hatiku sudah lama tidak diisi.

Aku sebenarnya pecundang. Suka tapi malu mengungkapkannya. Sial! Aku harus berani. Aku menantang diriku. Tidak, tidak! Aku tidak akan pernah mengungkapkan rasa ini. Nyaliku ciut. Aku bahkan tidak mampu berlama-lama menatap kedua bola matanya yang indah itu. Dia sungguh indah. Sangat memikat hatiku. Apakah aku bisa memilikinya?

Setahun kemudian…

Aku melihat semua postingannya, kelihatannya dia sudah putus dengan kekasihnya itu. Aku juga melihat dia sudah lebih sering sendiri tanpa kekasihnya itu. Biasanya kekasihnya itu selalu ada disetiap postingannya. Jadi aku pikir aku harus mengatakan hal ini agar aku tidak menyesal dikemudian hari. Buat apa aku menyimpan perasaan ini terus? Pikirku begitu. Ya sudah… Akan aku katakan nanti padanya.

Malam hari itu aku memberanikan diri untuk mengirim pesan singkat padanya.

“Malam Winda…”

Kalau kamu bertanya dalam hatimu, kenapa aku tidak memanggilnya kakak karna secara umur dia lebih tua dariku, alasannya adalah dia sendiri yang menyuruhku untuk memanggil dirinya dengan panggilan indah itu, Winda.

“Malam juga,” balasnya.

Dia memang tipe wanita yang super cuek. Tapi aslinya dia baik, menurutku. Karna aku tidak tahu mau ngapain lagi, akhirnya aku basa-basi dulu.

“How your day?” tanyaku. Aku memang sering menggunakan bahasa Inggris setiap chatting dengan dirinya. Untung dia masih mau membalasnya. Seperti yang ku katakan tadi, dia memang tipe wanita yang cuek. Kebanyakan pesan dari lawan jenis hanya dibaca saja olehnya.

Hingga akhirnya…

Ah, ini saatnya! Aku langsung mengetik kalimat indah itu sambil merangkainya agar terlihat bagus. Ya, bukan karna aku seorang penulis sehingga kalimat yang ku buat terasa puitis baginya. Lagi-lagi aku menulisnya dalam bahasa Inggris.

Aku bilang padanya aku kagum dengannya. Aku suka semua tentangnya. Awal bertemu aku sering menatapmu diam-diam. Saat kamu menoleh ke arahku, aku langsung membuang wajahku. Melempar pandanganku ke arah lain karna aku takut kamu akan merasa tidak nyaman dengan tatapanku. Maukah kamu jadi teman hidupku?

Dia sempat bertanya, punya rencana apa dimasa depan?

Aku suka sekali dengan pertanyaannya. Dan aku jawab sesuai isi kepalaku. Aku bilang aku ingin mengumpulkan banyak uang lalu traveling kemana saja bersamamu. Aku ingin memperkenalkan dirinya dengan Papaku. Aku ingin tua bersamanya. Ya, semoga hubungan ini awet. Aku hanya bisa berusaha sekuatku. Aku berkomitmen akan menjalani hubungan ini bersamanya dengan tulus dan mempertahankannya.

Entahlah, aku memang bukan tipe yang romantis. Aku bukan ahlinya menebak isi hati atau isi kepala seorang wanita. Aku lebih sering menunjukkan rasa cintaku melalui sikap.

Setelah dia mendengar jawabanku itu, aku tidak tahu apa yang dia pikirkan. Dia pun memang tidak mencari seorang kekasih melainkan teman hidup. Persis seperti aku. Itu kenapa aku mengajaknya menjadi teman hidupku.

“Iya, aku mau.”

Serius? Aku terkaget-kaget. Kenapa dia bisa mau denganku?

Setelah aku berhasil menyelesaikan studiku, aku mencari kerja. Hingga akhirnya dua tahun kemudian saat dia berusia 29 tahun aku menikahinya. Itu adalah hal yang paling indah di dalam hidupku, yaitu menikahi seorang wanita yang sangat aku cintai. Seorang wanita yang akhirnya berhasil memenangkan hatiku. Bayangkan bila aku tidak mengutarakan perasaanku itu? Ya, penyesalan selalu datangnya terlambat dan diakhir. Kalau diawal namanya pendaftaran. Bagaimana dengan kamu? Sudah berusaha mengungkapkan isi hatimu pada orang yang kamu suka? Ya, pesanku hanya satu, awas menyesal bila tidak berani mengungkapkan.

Dengan cerita akhir yang sangat bahagia, kami menghabiskan banyak waktu kami untuk berlibur berdua. Kami sangat bahagia. Kami adalah couple traveler yang pada akhirnya aku menuliskan pengalaman liburan kami ke dalam sebuah buku berjudul Lowinda And Me…

Terimakasih Lowinda, teman hidupku.

Ikuti tulisan menarik Acha Hallatu lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB