Pada artikel ini saya selaku guru pembimbing khusus di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi akan membagikan gagasan dan kisah sukses terkait penerapan “Merdeka Belajar” bagi peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) melalui optimaliasi program transisi dengan melakukan adaptasi kurikulum sesuai dengan hambatan, kemampuan, bakat dan minat serta kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus dan terbukti mampu mengantarkan peserta didik berkebutuhan khusus kami untuk sukses BMW (bekerja, melanjutkan dan wairausaha) serta mampu mandiri dalam hidup bermasyarakat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 1 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pasal ini mengamanatkan bahwa perlunya peserta didik memiliki kekuatan dalam kemandirian dan mampu mengembangkan diri.
Salah satu bentuk pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang diterapkan di Indonesia adalah melalui pendidikan inklusif. Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, pada pasal 1 menyebutkan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Lebih lanjut dalam Permendiknas Nomor 70 tahun 2009, pada pasal 2 menyebutkan pendidikan inklusif bertujuan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Penyelenggaraan pendidikan inklusif yang telah berjalan di berbagai wilayah di Indonesia, khususnya di provinsi Jawa Timur. Diharapkan mampu menggali dan meningkatkan kemampuan peserta didik berkebutuhan khusus, baik dari segi kemampuan akademik maupun non akademik agar menjadi manusia yang berakhlak, cakap, kreatif dan mandiri sesuai dengan kebutuhan dan hambatan yang dimiliki. Tujuan tersebut menjadi harapan bagi peserta didik berkebutuhan khusus maupun pihak terkait.
Dewasa ini banyak persoalan-persoalan dijumpai bahwa peserta didik berkebutuhan khusus yang telah menempuh pendidikan formalnya dihadapkan berbagai permasalahan, salah satunya dalam kemandirian dan kecakapan hidup yang sebagian besar dari mereka masih menggantungkan kehidupanya pada orang tuanya, saudara maupun kerabatnya. Hal tersebut dikhawatirkan pada kemudian hari akan menimbulkan berbagai persoalan di masyarakat, bilamana pihak keluarga atau kerabat meninggal dunia/tidak mampu lagi membantu kehidupan mereka. Mavromaras et al (2007), menemukan bahwa disabilitas anggota sebuah keluarga berkaitan dengan rendahnya partisipasi tenaga kerja untuk anggota lain (non penyandang disabilitas) keluarga tersebut. Ini menunjukkan bahwa penyandang disabilitas kemungkinan memiliki ketergantungan dengan anggota keluarganya.
Peserta didik berkebutuhan khusus yang telah terjun di masyarakat meskipun mereka memiliki berbagai hambatan yang dialami, baik dari segi fisik maupun mental. Namun dalam kehidupan bermasyarakat mereka tetap dituntut mampu menaati aturan sosial yang ada di masyarakat. Peserta didik berkebutuhan khusus yang telah lulus memiliki keterbatasan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Di satu sisi dalam kesehariannya peserta didik berkebutuhan khusus merupakan bagian dari anggota masyarakat dan selalu dituntut dapat berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku di lingkungannya.
Menurut Halimatussadiah (2015), menemukan bahwa ukuran angkatan kerja penyandang disabilitas jauh lebih kecil dibandingkan ukuran angkatan kerja non disabilitas. Mereka menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang rendah merupakan kendala utama para penyandang disabilitas untuk memasuki dunia kerja selain itu kendala kelembangaan seperti infrastruktur dan jumlah sekolah. Disisi lain pemerintah melalui kebijakannya telah membuka kesempatan besar agar para peserta didik berkebutuhan khusus dapat terserap di DU/DI yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, pasal 53 menyatakan bahwa: (1) Pemerintah, Pemerintah daerah, Badan usaha milik negara dan badan usaha daerah wajib memperkerjakan paling sedikit 2% (dua persen) penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. (2) Perusahaan swasta wajib memperkerjakan paling sedikit 1% (satu persen) penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. Dukungan tersebut membuka harapan besar bagi para peserta didik berkebutuhan khusus untuk mendapat kesempatan memperoleh pekerjaan.
Melihat persoalan-persoalan di atas sekolah sebagai penyelenggara pendidikan berkewajiban memberikan berbagai persiapan dan pembekalan untuk kehidupan peserta didik berkebutuhan khusus dipasca sekolah. Banyak dari mereka kurang mendapatakan bekal yang dibutuhkan, salah satunya dikarenakan masih ada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dalam menerapkan pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus belum memahami karakteristik dan kebutuhan yang diperlukan dan hanya terfokus pada bidang akademiknya sehingga mereka kurang dalam upaya peningkatan kemampuan dan keterampilan lainnya seperti program kemandirian, vocational skill, kewirausahaan dan program life skill lainnya.
Perpindahan dari masa sekolah menuju kehidupan pasca sekolah melibatkan berbagai perubahan-perubahan komprehensif yang nantinya akan dihadapi oleh semua peserta didik. Namun pada peserta didik berkebutuhan khusus membutuhkan lebih banyak bantuan karena lompatan yang mereka lalui akan lebih jauh dan sulit dengan melihat kekurangan dan kelebihan yang mereka miliki, sehingga perlu adanya upaya dan solusi tentang hal tersebut, yaitu melalui suatu bentuk program yang disebut sebagai program transisi.
Optimalisasi program transisi merupakan suatu proses formal perencanaan yang membantu peserta didik berkebutuhan khusus dalam merencanakan, menyiapkan, dan menghadapai suatu kondisi kehidupan dari kehidupan sekolah menuju pada kehidupan pasca sekolah atau kehidupan dewasa awal yang kompleks dan selalu dinamis. Menurut Hurlock (Dalam Daryanto, 2017), masa dewasa awal merupakan priode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa awal diharapkan memainkan peran baru, seperti suami/istri, orang tua dan mencari nafkah, keinginan-keinginan baru, mengembangkan sikap-sikap baru dan nilai-nilai baru sesuai tugas baru.
Lebih lanjut Direktorat PKLK Dikdas (2015), menjelaskan bahwa program transisi merupakan program penyiapan anak berkebutuhan khusus agar memiliki kemandirian dalam memenuhi kebutuhan ekonominya yang dimulai sejak anak duduk dibangku sekolah, dimana jenis dan muatan program transisi ini harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan karir, hambatan belajar dan karakteristik anak. Sasaran dari program transisi itu sendiri adalah semua anak berkebutuhan khusus mulai dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah atas yang berada di sekolah luar biasa maupun sekolah inklusif.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Carter, dkk (2010), menyatakan bahwa:
“Students with disabilities face many barriers and issues in their schooling years: and perhaps one factor that impacts most on how they succeed into adulthood is the transition program run by the school to bridge the gap between schooling and work, further educational independent or seni independent living”.
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa salah satu faktor yang paling berdampak pada keberhasilan peserta didik berkebutuhan khusus di masa dewasa adalah program transisi yang dijalankan oleh sekolah untuk menjembatani kesenjangan antara sekolah dan pekerjaan, pendidikan mandiri lebih lanjut atau hidup secara mandiri.
Tujuan dari adanya optimalisasi program transisi yaitu diharapkan dapat menjadi bekal yang sangat bermanfaat bagi peserta didik berkebutuhan khusus selama menempuh pendidikan di jenjang sekolah (pendidikan formal) menuju pada jenjang berikutnya. Juga sebagai upaya untuk menjembatani kesenjangan antara program pembelajaran disekolah dengan kebutuhan hidup bermasyarakat dan dunia kerja. Lebih lanjut menurut Direktorat PKLK Dikdas (2015), bahwa tujuan utama program transisi ke pasca sekolah adalah memberikan bekal kemandirian kepada setiap siswa berkebutuhan khusus agar setelah menyelesaikan program satuan pendidikan, dapat melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan/atau bekerja mandiri berwirausaha sesuai dengan bakat, minat dan potensinya.
Menurut Crockett & Hardman (2009), program transisi terdapat empat komponen, yaitu:
“Four General Outcomes are Needed to Achieve Successful Post-School Community Living that is (1) Establishing a network of friends and acquaintances, (2) Developing skills to use community resources for daily living, (3) Securing a paid job that supports the use of community resources and peer interaction, (4) Ectablishing independence and autonomy in making lifestyle choices”.
Pernyataan tersebut, menyatakan bahwa komponen penting yang ada dalam program transisi, berisi tentang kecakapan hidup (life skill), meliputi: pengembangan diri untuk bertahan hidup, tumbuh dan berkembang, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan masyarkat baik secara individu maupun kelompok, memiliki kecakapan dalam menghadapi dinamika hidup dalam berbagai situasi.
Melihat besarnya pengaruh dan manfaat yang ditimbulkan dengan adanya optimalisasi program transisi untuk dapat diterapkan dengan baik bagi peserta didik berkebutuhan khusus yang menempuh pendidikan formalnya, maka perlu adanya persiapan yang matang, guna terlaksananya program transisi yang tepat dan sesuai. Hal–hal yang perlu diperhatikan dan dipersiapkan sekolah dalam penerapan program transisi ada beberapa aspek yaitu: kesiapan tenaga pendidik, sarana dan prasarana pendukung, lingkungan sekolah dan masyarakat serta kerjasama sekolah dengan dunia usaha/dunia industri dan lembaga terkait.
Penting membangun suatu kerjasama dengan dunia usaha/dunia dan teaching factory dalam menerapkan program transisi karena dengan adanya kerjasama peserta didik berkebutuhan khusus akan dilatih tentang kesiapan dalam menghadapi dunia kerja yang akan menjadikan mereka menjadi manusia yang produktif dan terlatih termasuk sebagai bekal mereka dalam hidup bermasyarakat.
Optimalisasi program transisi sangat tepat dioptimalkan sebagai bagian dari "Merdeka Balajar". peserta didik berkebutuhan khusus. pada program ini PDBK tidak hanya diajarkan pada materi akademik, mereka juga akan disiapkan untuk terampil dan memiliki kompetensi keahlian dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang ada. Sehingga peserta didik berkebutuhan khusus diharapkan akan lebih mahir menguasai suatu keahlian dan kemandirian yang dibutuhkannya. Selain itu juga di sekolah menengah kejuruan mereka akan mendapat skill tambahan berupa program wirausaha, soft skill dan bimbingan karir.
Pada jenjang di satuan pendidikan menengah kejuruan merupakan jenjang pendidikan formal terakhir yang biasanya ditempuh peserta didik berkebutuhan khusus meskipun ada beberapa yang melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi namun jumlahnya sangat sedikit. Setelahnya mereka akan dihadapkan dengan realita hidup yang sesungguhnya yaitu dunia kerja dan kehidupan bermasyarakat.
Menurut Smith (2015), menemukan bahwa terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi keberhasilan kerja anak muda berkelainan setelah lulus sekolah. variabel-variabel tersebut yaitu: (1) Rentang waktu berada tempat pendidikan umum di sekolah menengah: siswa yang menghabiskan lebih banyak di tempat-tempat pendidikan umum lebih besar kemungkinan diterima kerja dan mendapat gaji lebih tinggi, (2) Pengalaman kerja di sekolah menegah: pengalaman kerja magang selama di sekolah menengah meningkatkan ketertarikan penerimaan lowongan pekerjaan pada siswa disabilitas, (3) Pelatihan kejuruan di sekolah menengah: pelatihan kejuruan selama sekolah menengah menyumbang secara signifikan terhadap kemungkinan siswa-siswa berkelainan akan diterima kerja secara kompetitif.
Sementara itu, di kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Timur yang telah lama mencanangkan pendidikan inklusif, sehingga dapat dijadikan rujukan dalam mengelolah sistem pendidikan inklusif. di kabupaten Sidoarjo juga terdapat beberapa sekolah menengah kejuruan negeri dan swasta yang telah menyelenggarakan pendidikan inklusif, diantara sekolah tersebut, terdapat sekolah menegah kejuruan yang mampu memberikan kondisi dan gambaran yang unik dalam pengelolaan program transisi bagi peserta didik berkebutuhan khusus adalah di SMK Negeri 1 Buduran Sidoarjo.
Keunikan yang dimiliki di SMKN 1 Buduran Sidoarjo yaitu: Pertama, SMKN 1 Buduran Sidoarjo merupakan sekolah kejuruan yang memiliki kompetensi keahlian yang tidak banyak dijumpai di sekolah kejuruan lainnya, yaitu: kompetensi keahlian tata boga, tata busana dan desain fashion. Kompetensi keahlian tersebut dominan sesuai dengan pengembangan dalam program transisi bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Kedua, merupakan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif jenjang menengah atas yang menjadi favorit bagi peserta didik berkebutuhan khusus serta Orang tua/wali murid. Hal tersebut didasarkan dari antusias peserta didik berkebutuhan khusus ingin bersekolah dan orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut, setiap tahunnya merupakan terbanyak di kabupaten Sidoarjo, banyaknya peserta didik berkebutuhan khusus yang menempuh pendidikan di sekolah tersebut dapat menjadi represantasi dari pelaksanaan layanan pendidikan sekolah di daearah tersebut. Ketiga, sekolah diproyeksikan telah melaksanakan optimalisasi program secara terstruktur dan terkoordinasi. Keempat, pola budaya inklusif di sekolah tersbut telah terbentuk, karena hal ini sangat penting untuk mendukung terlaksananya program.
Pada penerapan program transisi sebagai bentuk dari merdeka belajar yang terdiri:
Pertama perencanaan optimaliasi program transisi meliputi :
- Penguatan kebijakan kepala sekolah
- Pembentukan tim khusus
- Identifikasi dan asesemen
- Penyusunan program
- Dukungan orang tua/walimurid
Kedua pengorganisasian optimalisasi program transisi yang meliputi :
- Pembagian kerja pada program transisi, pembagian kerja disusun berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu dengan mempertimbangakan kualifikasi yang dimiliki, sehingga program yang ada benar-benar dapat ditangani oleh orang yang tepat
- Pengintegrasian program transisi pada kurikulum adaptif yang ada di sekolah
- Ketersediaan dan kesiapan sarana prasarana, yang meliputi ruang sumber yng representaif, alat, bahan dan media pembelajaran yang dibutuhkan, ruang praktik dan fasiltas penunjang lainnya.
- Sosilalisasi program transisi kepada seluruh warga sekolah
Ketiga pelaksanan optimaliasi program transisi, pada tahap ini terdiri dari berbgai kegiatan yang akan dilakanakan :
- Program kemandirian, program kemandirian yang telah diterapkan berupa kegiatan/keterampilan yang harus dikuasai PDBK sebagai individu seperti : kemandirian emosional dan spriritual, kemandirian intelektual, kemandirian ekonomi, kemandirian sosial dan kemandirian teknologi
- Program vokasional skill
- Program kewirausahaan
- Program soft skill
- Program bimbingan karir
- Keterlibatan industri dan teaching factory
Dalam penerapan merdeka balajar dengan menerapkan optimaliasi program transisi SMK Negeri 1 Buduran Sidoarjo berhasil mengantarkan peserta didik berkebutuhan khususnya sukses dalam bekerja, berwirausaha, melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi dan mandri dalam hidup bermasyarakat berikut tebal keterserapan peserta didik berkebutuha khusus di SMK Negeri 1 Buduran Sidoarjo:
No |
Nama Siswa |
Status |
Tempat kerja/kuliah/ wirausaha |
1. |
Firly L. |
Kerja |
PT. Eloda M. |
2. |
Dhea A. |
Kuliah |
UNUSIDA |
3. |
Puti BMG |
Kuliah |
UNUSIDA |
4. |
M. Ferdy |
Kuliah |
UMSIDA Sidoarjo |
5. |
M.Tectonio M.M |
Kerja |
UD. Semi Jaya Florist Surabaya |
6. |
M.Akmal W.S. |
Kuliah |
Surabaya Hotel School |
7. |
A. Haris D.J. |
Kerja |
Fotografer |
8. |
Dewi S. P. |
Kerja/ Pendamping ABK |
SD Muhammadiyah Tulangan |
9. |
Filda Silvia A. R |
Wirausaha Makanan ringan |
Toko Rahma |
10. |
Nanita S. |
Kerja |
Aruni Citra Tirta |
11. |
M. Rifqy S. G. |
Kerja |
GoJek |
12. |
Alfina R. |
Kuliah/kerja |
IAI Al Khoziny/ PAUD Lavender |
13. |
Dahniar Zahra |
Kuliah |
Ilmu Komunikasi UNAIR |
14. |
Jasmin Kusuma M. |
Wirasuaha |
Kue hataran |
15. |
Sultan Arya R |
Wirausaha |
Bakso Sultan |
16. |
Rana Alya |
Kuliah |
Tata Busana / UNESA |
17. |
Sendy Auliya |
Kuliah |
PAUD / UNESA |
18. |
Fadiah |
Kuliah |
Ilmu administrasi / UNMUH SIDOARJO |
19. |
Vannya Indrinesia |
Kuliah |
Bhs Inggris / STKIP |
20. |
Daffah Syah putra |
Kerja |
Relawan BASARNAS |
21. |
Farisah |
Kuliah |
S1 PLB / ADI BUANA SURABAYA |
Ikuti tulisan menarik M.S. F lainnya di sini.