x

Iklan

lilik fitrianasari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Kamis, 2 Desember 2021 17:16 WIB

Melawan Keterbatasan

menjadi guru terpencil (pesisir) bukan suatu halangan untuk tetap menerapkan merdeka belajar

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Salam sehat untuk seluruh guru di Indonesia, semoga kita selalu semangat dan tak kenal lelah untuk memulihkan Pendidikan Indonesia.

Dalam masa pandemi seperti sekarang ini berbicara mengenai merdeka belajar tentu hal yang yang mudah, semua sudah serba online, teknologi berkembang sangat pesat, terutama sekolah di perkotaan. Lalu bagaimana dengan kami yang mengajar di daerah 3T? Merdeka belajar tentu tantangan berat buat kami, tidak ada jaringan telepon maupun internet. Tidak ada listrik. Tidak ada air yang bersih. Bahkan akses jalan darat belum tersedia. Dalam pembelajaran pun perpustakaan tidak ada, buku sangat minim. Otomatis pembelajaran hanya berpusat pada guru. Siswa pun tidak ada tempat bertanya selain dengan guru di sekolahnya. Namun sebagai guru terpencil (pesisir) tantangan tersebut harus dilewati. Kami dipaksa untuk berpikir kreatif untuk melewati keterbatasan itu. Sebagai guru IPA (Biologi) yang notabene pembelajarannya tidak jauh dari gambar, video, praktikum, percobaan, sangat sulit untuk memahami siswa jika guru hanya menggambar (materi biologi) di papan tulis, seperti memaksa mereka untuk membayangkan sendiri. Tentu hal ini tidak efektif.

Kami berusaha untuk memberikan pembelajaran sesuai dengan kearifan lokal yang ada. Seperti kami guru daerah pesisir misalnya, membuat hidroponik sederhana tanpa ada pompa listrik karena tidak tersedianya listrik selama 24 jam. Kami terus memutar otak agar warga desa khususnya siswa tetap dapat mengkonsumsi sayuran yang sehat dan tidak hanya mengkonsumsi lauk (ikan laut).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Belum lagi tidak adanya listrik saat siang hari. Kami pun sebagai guru IPA (Biologi) belajar pula mengenai fisika. Bagaimana memanfaatkan matahari (surya) menjadi listrik. Angin menjadi listrik, agar ketika siang hari kami bisa menggunakan laptop dan proyektor dalam pembelajaran, sehingga tidak ada lagi guru menggambar secara manual di papan tulis, dan siswa hanya melongo membayangkan dengan pikiran mereka masing-masing. Belajar pun menjadi nyaman tidak kepanasan, kipas angin bergerak dikelas tentu hal yang langka di sekolah kami.

Di dalam kelas kami juga berusaha menanamkan dalam diri sendiri untuk lebih mengedepankan proses dari pada hasil. Terlebih Mas Menteri Nadiem Makarim telah menghapuskan Ujian Nasional dan menggantinya menjadi AKM (Asesmen Kompetensi Minimum). Akhirnya kami dapat bernapas lega karena tidak adanya lagi tuntutan kami kepada siswa untuk mendapatkan nilai UN yang bagus. Namun di sisi lain, tantangan berat buat guru, bagaimana agar siswa tetap semangat/termotivasi karena sudah tidak ada lagi Ujian Nasional. Untuk jenjang SMA mungkin masih ada UTBK, tes seleksi untuk masuk perguruan tinggi. Namun untuk jenjang SD dan SMP? Semua sudah dikembalikan ke sekolah masing-masing untuk kelulusannya. Itulah yang menjadi tantangan guru saat ini.

Hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 yang diterbitkan pada maret 2019 lalu memotret sekelumit masalah pendidikan Indonesia. Dalam kategori kemampuan membaca, sains, dan matematika, skor Indonesia tergolong rendah karena berada di urutan ke-74 dari 79 negara. Selama ini UN hanya membuat siswa mengejar target untuk nilai, bukan pada prosesnya. Dengan adanya AKM diharapkan mampu mengubah pandangan Pendidikan di Indonesia.

Lalu bagaimana dengan guru? Apa yang harus dilakukan guru?

Merdeka Mengajar lah jawabannya. Tidak lagi pembelajaran berpusat hanya pada guru, siswa dituntut lebih aktif, kreatif, guru hanya sebagai fasilitator di dalam kelas. Perlu digaris bawahi disini, guru sebagai fasilitator. Bukan hanya sekedar memberikan tugas tanpa penjelasan/evaluasi. Terkadang guru salah mengartikan, merdeka mengajar dengan memberikan siswa tugas kelompok dengan diskusi lalu dipresentasikan tanpa ada penguatan atau penjelasan di akhir diskusi. Evaluasi di akhir pembelajaran sangat diperlukan untuk memberikan siswa penguatan dalam memahami pembelajaran. Semoga kita semua para guru Indonesia mampu menjawab tantangan-tantangan yang ada di dekolah kita masing-masing, dan semoga kita mampu untuk melewati keterbatasan itu.

Ikuti tulisan menarik lilik fitrianasari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler