x

Iklan

Ayani Tri Alfiyah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 2 Desember 2021

Kamis, 2 Desember 2021 17:21 WIB

Surat Misterius

Cerita Pendek

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

     Ana baru saja membuka pintu rumah, terlihat sebentuk kertas tergeletak dilantai yang tertindih kerikil kecil. Hal tersebut mengundang rasa penasaran gadis itu untuk membukanya. Tidak didapati seorangpun disana. Ia kembali berbalik arah dan melangkah masuk ke dalam rumah.

“Mencurigakan! Surat ini ada di depan pintu rumah, biasanya semua surat yang tertuju ke sini selalu terkumpul di kotak surat,” gumamnya.

Ia pun melanjutkan aksinya, membuka surat tersebut tanpa ragu. Bi Asih yang kebetulan sedang lewat, melihat Ana tersenyum berseri-seri pun bertanya,

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Ada apa toh Non, baca surat kok sampe senyum-senyum gitu?” tanya Bibi penasaran.

“Si Bibi pengin tahu aja, eh Bi barusan ada tamu gak?” tukasnya.

“Aduh si Non malah balik tanya, tadi bibi denger ada suara pintu kebuka. Nda tau siapa,” ujar Bibi.

“Yee Bibi itu mah saya, tadi mau keluar beli sesuatu ga jadi karena ada surat ini,” jawabnya.

Begitulah perbincangan hangat antara sang Bibi dan majikannya. Pembicaraan ditutup oleh Ana yang mulai melangkah masuk ke dalam kamarnya. Hari terasa begitu sejuk, menandakan bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Ia mengurungkan niatnya untuk keluar membeli sesuatu yang tadi diucapkannya itu. Ana kebingungan memikirkan siapa seseorang yang telah mengirim surat tersebut. Entah mengapa, Ia sangat yakin laki-laki tersebut adalah orang baik-baik walaupun mereka belum saling mengenal. Didalam surat itu, laki-laki tersebut mengajaknya untuk berkencan. Bulan—namanya.

     Hari telah berganti. Suara ayam berkokok memecah keheningan lingkungan tempat tinggal Ana. Ia terlihat sedang bersiap melakukan aktivitas hari ini, mengenakan pakaian favoritnya untuk bertemu seorang pengirim surat itu. Secara tidak langsung, Ia menerima tawaran laki-laki tersebut untuk berkencan. Terdengar suara ketukan pintu, dengan cepat Ana membukanya. Terlihat wanita paruh baya yang tak lain adalah Ratna—sang Ibu. Membawakan segelas susu hangat untuknya.

“Waduh cantiknya Ibu mau kemana ini?” tanya Ratna sembari menyodorkan susu yang dibawanya.

“Bu, Ana izin mau pergi sama Bulan, boleh ya?” izin Ana hati-hati. Tangan kanannya mulai meraih pemberian sang Ibu.

“Bulan? Kok Ibu nda pernah liat temenmu yang ini,” ucap Ratna beserta rasa ingin tahu.

“Iya Bu, baru kenal banget. Ana sendiri juga belum pernah ketemu. Kelihatannya orang baik, jadi ga ada salahnya berteman kan?” ujarnya.

“Kamu ni aneh, belum pernah ketemu dia kok udah bisa bilang orang baik. Hati-hati loh Nak!” bantah Ratna.

“Ana yakin Bu, suer deh,” rengek gadis itu dengan gaya phiz andalannya sambil meneguk segelas susu itu.

“Yasudah, kalo anak Ibu yang keras kepala ini sudah yakin, mau gimana lagi,” ucap Ratna seraya memeluk sang anak. Ana menimbali dengan senyuman manis. Tidak mau kalah asyik, Ayah sang gadis itu yang melihat mereka, langsung menyergap pelukan.

     Ana yang merasa bosan, reflek bergegas menuju sofa yang berada diruang tamu kemudian mendudukkan tubuhnya. Matanya tertuju pada sebuah vas bunga disisi ruang, pikiran kosong mulai menyerang. Tak lama, lamunannya seketika terhenti ketika mendengarkan seseorang menekan tombol bel rumah. Sesosok pria berperawakan tinggi menoleh ke arahnya ketika Ia menarik gagang pintu secara perlahan. Sesaat Ana terkagum melihat pria itu.

“Hey!” sapa pria itu.

“Eh iya maaf, silahkan masuk,” timbalnya seraya mempersilahkan duduk.

Saat sedang asyik berbincang, mereka memutuskan untuk pergi keluar mencari udara segar. Hari-hari mulai berlalu. Ana menghabiskan waktu liburan bersama pria itu. Menurutnya, pria itu unik tidak seperti laki-laki pada umumnya. Memiliki kepribadian yang unggul, rajin, dan rasanya seperti semua perilaku terpuji ada pada dirinya, bagaikan malaikat. Hingga pada suatu ketika, Ana melihat keanehan pada pria itu. Tepatnya hari Sabtu, Ia diperintahkan menemuinya disebuah tempat yang menurut Ana sangat asing. Tempat itu terlihat indah, tetapi tidak ada seorangpun disana. Mengenakan pakaian serba putih seperti perintah pria itu, membuatnya kebingungan.

“Apakah pria itu sedang merencanakan sesuatu? Sudahlah aku tidak tahu,” pikirnya.

Ia menempuh perjalanan menggunakan mobil tercinta untuk sampai ditempat ini. Pria itu sudah menunggu saat Ana baru saja sampai. Kebingungannya memuncak, karena pria itu menggunakan pakaian serba putih pula, dan dari wajahnya tampak seperti ada pancaran sinar putih. Sungguh, dirinya tidak mengerti apa maksud semua ini. Ana melangkah mengikuti pergerakan sang pria menuju sebuah danau disana. Saat keduanya terhenti, sehelai kertas jatuh dipundak sebelah kanannya. Ana mendapati secarik surat yang tidak diketahui siapa penulisnya. Surat itu bertuliskan:

Terima kasih Ana.

Sudah menemaniku selama beberapa hari ini.

Pergilah, semoga kehidupanmu menjadi lebih baik.

***

Perasaannya mulai bercampur aduk, kejadian ini membuat Ia bertanya-tanya. Surat itu jatuh dari genggamannya. Ketika Ia mendongakkan kepala. Pria itu terlihat pergi menuju arah yang berlawanan, semakin lama semakin menjauh dari hadapan Ana. Tanpa aba-aba, mengapa Ia menghilang begitu saja? batinnya. Ingin sekali langkah kecilnya mendekati, namun seperti ada suatu magnet yang menarik kencang tubuhnya. Penglihatannya perlahan-lahan mulai menyelam.

***

     Suara elektrokardiogram mulai terdengar ditelinganya. Aroma obat-obatan itu menusuk rongga hidung Ana dan dinding ruangan berwarna putih menyambut Ia dihari itu. Gadis berambut hitam legam itu mulai melihat sekelilingnya.

 

Bola matanya bergerak mencari sosok tak asing, sang Ibu tersayang yang didampingi oleh Pria dengan wajah yang menyerupainya—Firman. Ratna yang menyadari Ana telah siuman, meyeka air mata yang selalu mengalir itu. Walaupun tak berhenti menetes, setidaknya ini adalah air mata bahagia. Ratna mendekati kemudian tersenyum lalu memeluk anaknya. Ana yang baru saja siuman, tidak banyak bicara pada saat itu. Keluarganya terlihat sangat bahagia penuh haru.

     Qei Anadzifa, kerap disapa sebagai Ana. Anak tunggal dari pasangan Firman dan Ratna. Gadis ini divonis mengidap penyakit jantung dua tahun silam. Setelah menjalani operasi transplantasi jantung, kini Ia telah kembali membuka matanya selama tujuh hari mengalami masa kritis. Ini merupakan kisah perjalanan Ana kembali pada dunianya.

 

 

Ikuti tulisan menarik Ayani Tri Alfiyah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler