x

Iklan

Hedia Rizki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 2 Desember 2021

Kamis, 2 Desember 2021 17:21 WIB

Merdeka Belajar bagi Siswa Tunadaksa

Merdeka belajar juga diberlakukan di Sekolah Luar Biasa (SLB) pada siswa tunadaksa (hambatan fisik)

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pembelajaran Merdeka Belajar bagi Siswa Tunadaksa

Sekali merdeka tetap merdeka

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selama hayat masih di kandung badan (Hari Merdeka – H. Mutahar)

            Penggalan lagu tersebut sering diperdengarkan ketika hari kemerdekaan Indonesia. Lalu, pertanyaan pun muncul. Apa itu merdeka? Kata “merdeka” pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai tiga arti, yakni: (1) Bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya), berdiri sendiri; (2) Tidak terkenda atau lepas dari tuntutan; (3) Tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu, leluasa1).

            Istilah merdeka tidak lagi hanya disyairkan dalam nyanyian. Tetapi, telah bertransformasi ke dalam pendidikan. Merdeka belajar, awalnya sebuah jargon yang disebut oleh Mas Menteri. Sekarang telah menjadi gebrakan dan gerakan. Gerakan merdeka belajar sesuai dengan pandangan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia menyatakan dengan tegas bahwa kemerdekaan adalah tujuan pendidikan sekaligus paradigma pendidikan. Bahwa kemerdekaan memiliki makna yang lebih daripada kebebasan hidup.

            Tentu saja perubahan ini disambut suka cita oleh para pendidik. Perubahan merupakan bukti dinamisasi. Perubahan menunjukkan adanya perbaikan. Perubahan berarti kita tidak jalan di tempat. Kebijakan merdeka belajar tentunya berlaku disetiap jenjang dan jenis pendidikan. Demikian halnya dengan pendidikan pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Luar Biasa (SLB).

Bagi saya, merdeka belajar adalah terobosan yang positif. Salah satu merdeka belajar bagi guru adalah RPP dipersingkat. RPP merdeka belajar mencakup identitas pembelajaran, tujuan, kegiatan pembelajaran yang terdiri dari alat dan bahan pembelajaran, kesimpulan, serta penilaian. Selama lima tahun saya mengajar di SLBN Sri Soedewi Kota Jambi, perangkat pembelajaran dibuat berlembar-lembar dan dijelaskan secara rinci. Tidak dipungkiri, hal ini menyita banyak waktu.

Dicanangkannya merdeka belajar, format RPP tidak lagi kaku. Penulisannya pun lebih efisien dan efektif yang membantu guru untuk punya waktu lebih dalam mempersiapkan serta mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri. Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan khusus. Guru mempunyai waktu lebih untuk mengenali dan menilai kemampuan anak. Materi dan metode pembelajaran disesuaikan dengan anak tersebut.

Impelementasi merdeka belajar pada kegiatan pembelajaran anak tunadaksa menjadi poin utama bagi saya. Apa yang dapat diterapkan pada anak tunadaksa dengan konsep merdeka belajar? Merdeka belajar untuk anak tunadaksa berarti memberikan kurikulum sesuai dengan kebutuhan, memberikan suatu pembelajaran yang lebih praktis, memberi kebebasan anak dalam belajar, dan strategi belajar yang disesuaikan kondisi anak.

Berangkat dari menyesuaikan kurikulum sesuai kebutuhan, saya melakukan asesmen awal untuk mengetahui kemampuan siswa saya yang berjumlah 5 orang. Sehingga pembelajaran dilakukan sesuai dengan kemampuan siswa. Ternyata, kemampuan mereka berbeda-beda. Tentu saja hal ini berdampak pada strategi belajar yang disesuai dengan kondisi siswa, strategi pembelajaran individual.

Siswa yang belum mampu berhitung, saya kenalkan dengan bilangan menggunakan puzzle angka. Siswa yang belum mampu membaca, saya kenalkan huruf dengan puzzle alfabet. Saya lakukan dengan metode “seringan” (setiap hari dengan pengulangan). Siswa yang sudah mampu berhitung, dilanjutkan ke materi operasi pengurangan dan penjumlahan sederhana menggunakan gambar. Siswa yang sudah mengerti operasi pengurangan dan penjumlahan sederhana, saya berikan penyelesaian soal cerita.

Pembelajaran tidak hanya tentang kemampuan kognitif, tapi dapat berupa keterampilan. Keterampilan tersebut dilakukan pada pembelajaran Seni Budaya dan Prakarya. Apa yang saya lakukan? Pertama, siswa membuat mozaik dengan origami. Saya membantu mereka dalam menggunting, lalu siswa secara mandiri menempel. Kedua, siswa melakukan kegiatan meronce. Siswa dengan sabar dan telaten memasukkan manik-manik ke dalam benang. Ketiga, siswa membuat bingkai foto dengan stik es.

Kegiatan yang dilakukan tidak dilihat dari hasil, siapa yang lebih dulu menyelesaikan pekerjaan tersebut. Akan tetapi, cara mereka yang mampu melakukannya tanpa meminta bantuan orang lain, meskipun mengalami hambatan pada fisiknya. Siswa saya mampu mengikuti pembelajaran tersebut, hanya saja tempo pengerjaannya lebih lambat. Diharapkan dengan kegiatan tersebut, siswa selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai untuk dirinya.

Sesuai dengan penjelasan Poedjiadi (Hamzah, 2008) bahwa guru berfungsi sebagai mediator, fasilitator, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada siswa. Pada dasarnya, konsep merdeka belajar dibuat untuk membebaskan guru dan siswa dari berbagai macam belenggu. Lepas dari belenggu berarti menciptakan kondisi yang menyenangkan bagi belajar siswa. Sehingga pertanyaan selepas pembelajaran bukan lagi apa yang kamu dapat hari ini? Melainkan, apakah pembelajaran hari ini menyenangkan? Sebab, yang menyenangkan akan membekas di hati.

 *

1) https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nul.

Hamzah, S. I., Djuko, R. U., & Juniarti, Y. (2020). Asesmen terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Strategi Yang Dapat Membuat Peserta Didik Nyaman Dalam Mengikuti Proses. Jambura Early Childhood Education Journal, 2(2), 109–123.

 

Ikuti tulisan menarik Hedia Rizki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler