x

Ilustrasi siswa belajar di rumah. Foto: Tulus Wijanarko

Iklan

Dian Eka Sari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Desember 2021

Sabtu, 4 Desember 2021 19:56 WIB

Merdeka Belajar dalam Menyusun Poster Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi

Konsep merdeka belajar memang sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantara. Salah satu penerapan Merdeka Belajar di kelas adalah menggunakan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran yang berpihak pada kebutuhan siswa ini diterapkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia materi menyusun teks poster.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

…“Baik anak-anak, pagi ini tugas kalian adalah menulis teks prosedur tentang cara membuat secangkir kopi untuk ayah tercinta,” uraiku kepada anak-anak. Sengaja kutambahkan kata “untuk ayah tercinta” agar lebih kontekstual. “Tulislah sesuai prosedur seperti yang kita pelajari kemarin,” aku menambahkan.

            Para siswa pun mulai sibuk mengerjakan tugas yang kuberikan. “Sebelum menulis terlalu jauh, apakah ada pertanyaan seputar tugas ini?” ujarku. Tahu-tahu Rendy yang duduk di kursi bagian belakang belakang mengangkat tangannya mau bertanya. “Iya Rendy, ada apa?”

            “Bu, kalau saya buat kopi untuk bapak, pergi ke warung dulu, trus beli kopi sachet. Apakah semuanya dimasukkan dalam teks Bu,” tanya Rendy.  Belum sempat aku menjawab, Fahri yang duduk paling depan menyela. “Bu, gak perlu repot buat kopi. Kan sekarang ada yang instant. Beli saja ke warung, trus berikan ke bapak. Bisa kan Bu?” kedua pertanyaan ini membuat kelasku menjadi ramai seperti pasar ketika jam padat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

            “Baik, coba tenang dulu,” ujarku menenangkan kelas. “Ibu harap semuanya menulis teks tentang membuat kopi hitam, bukan kopi instan. Walaupun ada kopi siap minum, tapi untuk hari ini Ibu ingin kalian menulis teks prosedur cara membuat kopi. Coba dulu, Ibu juga ingin tahu, apakah kalian bisa membuat kopi atau hanya pandai meminum saja,” jelasku diplomatis.

            Kelas pun kembali tenang dan siswa mulai mengerjakan tugas yang kuberikan. Selang dua menit, Ratih pun langsung bertanya. “Bu, ayah saya kan tidak suka kopi, bagaimana kalau saya buat secangkir teh saja Bu,” Ratih mencoba menawar tugasku. Indah pun tidak mau kalah. “Bu, ayah saya kan kena penyakit kencing manis, jadi tidak suka kopi manis Bu.”

“Bu, kalau Bapak saya sama sekali tidak suka minum manis Bu, biasa kalau pagi cukup air putih, itu bagaimana Bu?” Ria pun menimpali. Kelas pun kembali gaduh. Baru saja aku akan memberikan solusi, Raka siswa yang paling pendiam pun ikut bertanya. “Bu, ayah saya kan sudah meninggal, apakah saya boleh membuat kopi untuk Ibu,” tanyanya dengan nada rendah.

Aku tidak menyangka, tugas menulis pagi ini akan cukup membuat repot. “Baik anak-anak, kalau pun tidak sesuai dengan kenyataan, coba kali ini kita berandai-andai dulu. Walaupun Bapaknya tidak suka kopi atau kebetulan sedang kena penyakit, tulislah dulu tentang teksnya. Judulnya bisa kalian ubah kalau memang tidak sesuai. Khusus untuk Raka, anggap saja ini kenangan untuk ayahnya, bisa Raka,” mataku kutujukan ke Raka. Raka mengiyakan meski ada sedikit mendung di matanya. “Apakah ada masalah lagi?” aku kembali bertanya untuk memastikan proses pembelajaran bisa berlangsung lagi.

Siswa tidak ada lagi yang bertanya. Mereka mulai sibuk dengan buku dan pena mengerjakan tugas yang kuberikan. Ketika pelajaran menyisakan dua puluh menit lagi dan beberapa siswa mulai mengumpulkan tugas mereka, aku berkeliling kelas melihat lebih dekat siswa mengerjakan tugas mereka. Sembari mengobrol kecil tentang teks, aku pun sampai ke meja Ayu. Di buku bergaris yang tergeletak di depannya, Ayu belum menuliskan kata-kata apa pun. Aku penasaran dan bertanya. “Kenapa belum dikerjakan, waktunya kan tinggal sedikit. Mau Ibu hukum,” aku berusaha menakuti dengan hukuman….

            Penggalan paragraf di atas adalah salah satu cerita pendek (cerpen) yang pernah saya tulis  berdasarkan pengalaman mengajar di kelas. Awalnya memberikan tugas yang dalam pandangan guru kontekstual dengan peserta didik sekaligus terintegrasi pendidikan berkarakter, tetapi tanpa diiringi dengan analisis kebutuhan peserta didik, ternyata membuat masalah dalam pelaksanaannya, yaitu peserta didik merasa kesulitan dalam mengerjakan tugas yang diberikan, meskipun hanya teks sederhana. 

Jika kita kembalikan kepada filosofi pendidikan berdasarkan Ki Hadjar Dewantara, seharusnya ini tidak terjadi. Berdasarkan filosofi KHD, guru sudah seharusnya mengikuti perkembangan zaman. Untuk menyesuaikan dengan perubahan zaman, KHD menelurkan konsep sistem among.  Sistem among ini berjiwa kekeluargaan berdasarkan 2 hal, yaitu: pertama, kodrat alam dan kodrat zaman sebagai syarat kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya; kedua, kemerdekaan sebagai syarat menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak agar dapat memiliki pribadi yang kuat dan dapat berpikir serta bertindak merdeka.

Implementasi dalam kemerdekaan dalam pembelajaran ini salah satunya adalah menerapkan pembelajaran yang terintegrasi pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah proses pembelajaran yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Tujuan dari pembelajaran berdiferensiasi adalah membantu semua peserta didik dalam pembelajaran, meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik, menjalin hubungan yang harmonis antara peserta didik dan guru, membantu peserta didik menjadi pelajar yang mandiri serta meningkatkan kepuasan guru.

            Dalam pelaksanaannya, sebelum menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, guru melakukan pemetaan dulu terhadap peserta didiknya, baik diagnosti kognitif maupun nonkognitif. Selanjutnya, petakan peserta didik berdasarkan tiga hal, yaitu minat, kesiapan belajar, dan profil belajar. Sedangkan dalam proses pembelajarannya bisa menggunakan diferensiasi konten, diferensiasi proses, dan diferensiasi produk.

 

Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Materi Menyusun Poster

Penerapan pembelajaran yang terintegrasi pembelajaran berdiferensiasi dilakukan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, salah satunya materi menyusun poster. Untuk pemetaan dilakukan dengan cara profil belajar anak, dengan memperhatikan gaya belajar dan latar belakang ekonomi anak. Sedangkan dalam pembelajarannya menerapkan diferensiasi produk.

Materi menyusun poster di kelas 8 tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang dilaksanakan di kelas 8.5 sampai dengan 8.10 SMP Negeri 54 Palembang dengan rerata jumlah siswa per kelas sebanyak 32 orang dengan menggunakan kurikulum kondisi khusus.

Pembelajaran pada KD ini dilakukan sebanyak 8 kali pertemuan, dimulai dari mengenalkan konsep iklan, slogan, dan poster. Namun, untuk peningkatan keterampilan dipusatkan pada pertemuan kelima dan keenam. Tujuan pembelajaran pada pertemuan ini adalah melalui proses pembelajaran dengan model MERRDEKA, peserta didik dapat menyusun poster sesuai tema yang dipilih.

Pada pertemuan secara daring (dalam jaringan) dilakukan dengan memanfaatkan media Telegram diikuti oleh siswa. Alasan penggunaan media ini adalah berdasarkan pemetaan, jika memanfaatkan Zoom meeting atau Google Meeting, siswa yang bisa bergabung tidak sampai separuh kelas. Satu kali pertemuan dilakukan selama 3x30 menit.

Adapun langkah pembelajaran dimulai dari pembukaan, apersepsi, dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Lalu, Tanya jawab seputar materi yang telah dipahami oleh siswa. Usai bertanya jawab, siswa menyimak materi yang disiapkan guru melalui tautan Youtube. Agar terjadi kedekatakan emosional, guru membuat sendiri video yang diberikan dalam program B4D (Belajar Bahasa Bersama Bu Dian) serta menyimak poster di tautan Setelah menyimak materi, siswa bertanya jawab tentang materi teks menyusun teks poster. Selanjutnya, siswa diminta menjawab ilustrasi yang diberikan guru. Kemudian, siswa diminta membuat poster yang disesuaikan dengan kondisi mereka masing-masing dan diberikan waktu untuk mengerjakan tugas ini sesuai dengan kesepakatan kelas. Untuk mengerjakan tugas ini dilakukan diferensiasi produk, siswa diberikan pilihan sesuai dengan kemampuan dan perangkat yang mereka miliki. Bisa memanfaatkan beragam aplikasi yang dikuasai siswa. Namun, jika siswa tidak mampu, maka mereka diberikan pilihan untuk menggambar di buku dan mengumpulkan fotonya ke telegram guru secara pribadi.

Selanjutnya, langkah yang hampir sama diterapkan di kelas atau ketika tatap muka terbatas. Guru lebih menekankan kepada hal-hal yang tidak dipahami oleh siswa ketika pembelajaran secara daring berlangsung atau pada penguatan materi. Hal ini disebabkan, siswa yang mengikuti tatap muka dibagi per sesi. Jadi, kesempatan untuk tatap muka dengan siswa hanya berlangsung 2 kali dalam satu bulan. Pada tatap muka ini, alur yang diterapkan adalah MERRDEKA.

            Adapun langkah-langkah dalam alur MERRDEKA ini adalah

  1. Mulai dari diri. Pada tahap ini, siswa mengungkapkan kendala yang mereka temui atau lalui dalam pembelajaran daring. Atau siswa mengungkapkan materi yang tidak bisa mereka pahami pada bahasan menyusun poster.
  2. Eksplorasi konsep. Pada tahap ini, siswa kembali menyimak materi tentang konsep yang tidak mereka pahami, baik dengan cara menyimak kembali video pembelajaran yang sudah disiapkan oleh guru, membaca materi berupa carousel yang dibagikan guru dalam bentuk gambar, maupun membaca materi yang ada dalam buku teks tentang menyusun poster.
  3. Ruang kolaborasi. Pada tahap ini, siswa berdikusi dengan kelompoknya terkait tugas menyusun poster yang diberikan oleh guru.
  4. Refleksi terbimbing. Pada tahap ini, siswa diberikan kesempatan untuk bertanya tentang materi tugas yang diberikan serta merefleksi media serta desain yang akan mereka gunakan untuk menyelesaikan tugas menyusun poster.
  5. Demonstrasi kontekstual. Pada tahap ini, siswa menyajikan tugas yang telah mereka kerjakan di depan kelompok lain.
  6. Elaborasi pemahaman. Pada tahap ini, siswa diberikan kesempatan untuk menanggapi tentang hasil pekerjaan kelompok lain serta bertanya tentang hal-hal yang masih membuat mereka tidak memahami tentang tugas menyusun teks poster.
  7. Koneksi antar materi. Pada langkah ini, siswa menyimpulkan materi secara keseluruhan. Mulai dari konsep awal, kaidah kebahasaan sampai menyusun teks poster.
  8. Aksi nyata. Pada tahap ini, siswa secara perorangan diminta menyelesaikan tugas membuat poster yang telah diberikan pada pembelajaran daring berbasis aktivitas. Tugas ini menyesuaikan dengan kondisi siswa. Bagi siswa yang orang tuanya mempunyai usaha dagang atau jasa, diminta membantu mempromosikan usaha orang tuanya (iklan komersil) dalam bentuk poster. Namun, bagi siswa yang orang tuanya adalah karyawan, diperbolehkan membuat iklan layanan masyarakat. Contohnya, salah satu siswa orang tuanya bekerja sebagai pemadam kebakaran, siswa ini disarankan membuat iklan layanan masyarakat untuk mencegah kebakaran bekerja sama dengan ayahnya.

Melalui pembelajaran berdiferensiasi ini, penerapan literasi tetap bisa dilaksanakan terintergrasi dalam pembelajaran. Selain itu, siswa tidak terbebani dalam menyelesaikan tugasnya. Hal ini bisa dilihat dari tugas-tugas yang dikirimkan oleh siswa. Bahkan, siswa yang selama ini mengumpukan tugas terakhir, bisa menyelesaikan lebih awal tugasnya. Bahkan, siswa bangga bisa membantu mempromosikan usaha orang tuanya. Atau, siswa juga bangga bisa terlibat langsung mengajak langsung temannya atau orang lain dalam poster yang telah mereka desain.

Dengan kata lain, dengan menerapkan pembeajaran berdiferensiasi pada blended learning ini, siswa dengan kemampuan tinggi, bisa berkreasi dengan karya mereka, sedangkan untuk siswa kemampuan rendah bisa tetap mengumpulkan tugas mereka sekalipun sederhana.

Ikuti tulisan menarik Dian Eka Sari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler