x

Iklan

R. Utia

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 November 2021

Minggu, 5 Desember 2021 05:50 WIB

Eksperimen Mandiri di Masa Pandemi

Berbagi Pengalaman Praktik Pembelajaran di Masa Pandemi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Saat itu di awal bulan Juli tahun ini, di salah satu sudut pelosok negeri, terdengar sekilas kabar dari beberapa pedagang pasar yang menjual perlengkapan sekolah. Para pedagang tersebut mengeluhkan kalau dagangan mereka masih banyak yang belum terjual padahal tahun pelajaran baru akan segera dimulai. Biasanya mendekati awal tahun pelajaran ibu-ibu atau orang tua sudah mempersiapkan keperluan anak-anak mereka untuk belajar tatap muka di sekolah mulai dari seragam, buku, alat tulis dan lain sebagainya. Akan tetapi saat ini jalannya jual beli keperluan sekolah terlihat lesu. Bisa jadi para ibu ini menunda untuk membeli pakaian sekolah karena masih mengandalkan seragam sekolah yang lama, atau mungkin ada kebutuhan hidup lainnya yang lebih mendesak sementara anak-anak mereka memang belum akan belajar di sekolah, atau bisa jadi jika disiapkan dari sekarang dan ternyata belajar tatap muka masih lama dimulai tentu seragam sekolah yang telah dibeli menjadi kekecilan ketika dipakai nanti karena anak-anak mereka memang dalam usia pertumbuhan. Tampaknya di awal tahun pelajaran ini masih akan sama dengan hari-hari sebelumnya, belum ada tanda-tanda belajar tatap muka di sekolah akan dimulai.

Sejak wabah COVID-19 meluas dua tahun belakangan banyak sektor kehidupan yang terkena dampaknya. Lesunya jual beli pelengkapan sekolah adalah sedikit cerita dari pengaruh dialihkannya belajar tatap muka di sekolah menjadi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau Belajar Dari Rumah (BDR). Lalu bagaimanakah pengaruhnya terhadap pihak yang terlibat langsung dengan sekolah, seperti siswa dan guru?

Beberapa hari mendekati tahun pelajaran didapatilah informasi bahwa sekolah akan kembali dibuka. Para siswa sudah bisa belajar tatap muka di sekolah dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan COVID-19. Informasi yang disampaikan oleh pemerintah kota ini dengan cepat tersebar luas. Berita ini tentu disambut baik oleh para orang tua, siswa, guru, praktisi dan pemerhati pendidikan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan kembali dimulainya belajar tatap muka, guru perlu menyiapkan strategi pembelajaran yang semula dipersiapkan untuk BDR menjadi kegiatan tatap muka di kelas. Termasuk dalam pembelajaran fisika bagi siswa baru di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) yakni kelas X. Fisika sederhananya adalah ilmu yang mempelajari gejala alam agar manusia dapat hidup harmonis dengan alam. Walaupun siswa kelas X telah mempelajari fisika di bangku sekolah menengah pertama akan tetapi materi yang dipelajari masih dalam lingkup mata pelajaran ilmu pengetahuan alam secara umum. Perlu pengenalan lebih jauh terhadap mata pelajaran fisika pada siswa kelas X agar muncul ketertarikan mereka dalam mata pelajaran ini. Sesuai pepatah kita orang timur “tak kenal maka tak sayang”. Maka diawal pembelajaran fisika di bangku SMA siswa diajak mengetahui dan memahami hakikat fisika. Hal ini bersesuaian dengan kompetensi dasar pertama pada mata pelajaran fisika di kelas X yaitu menerapkan hakikat ilmu fisika dan metode ilmiah.

Satu minggu berlalu. Siswa kelas X telah melewati masa pengenalan lingkungan sekolah di awal tahun pelajaran. Akan tetapi pemerintah kota kembali mengambil kebijakan untuk mengalihkan belajar tatap muka di sekolah menjadi BDR karena pada saat itu angka kejadian COVID-19 kembali bertambah. Sehingga guru yang semula telah menyiapkan rencana belajar tatap muka kembali mengubah strategi dan model belajar untuk BDR.

Di situasi seperti ini perlu dipilih strategi pembelajaran yang cocok dilaksanakan agar siswa kelas X tetap bisa mengenal fisika lebih dekat. Siswa diminta memperhatikan gejala alam di sekitar mereka. Lalu siswa menyelidiki lebih jauh melalui percobaan sederhana yang dilakukan secara mandiri. Untuk stimulus guru memberikan contoh sederhana. Sebagai contoh, di saat kita menyeduh kopi dengan air mendidih dan mengaduknya dengan sendok ternyata ujung sendok akan terasa panas. Hal ini merupakan contoh peristiwa hantaran panas atau kalor secara konduksi. Bagaimana jika menggunakan sendok dengan ukuran lebih pendek? Apakah ujung sendok lebih cepat terasa panas ataukah sebaliknya? Untuk mengetahui pengaruh panjang atau ukuran benda terhadap laju aliran panas secara konduksi maka perlu dilakukan percobaan sederhana dengan menggunakan peralatan yang juga sederhana dan mudah didapat. Cukup dengan menggunakan beberapa sendok yang terbuat dari bahan yang sama tetapi dengan berbagai macam ukuran baik panjang maupun luasnya, kita dapat menyelidiki bagaimana pengaruh ukuran benda terhadap laju hantaran panas. Sebelumnya siswa diajak untuk mengajukan hipotesis dalam masalah ini. Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan yang perlu diuji kebenarannya. Hipotesis kemudian dibuktikan setelah mendapatkan data dan melakukan analisis terhadap data percobaan. Sehingga pada akhirnnya dapat diambil kesimpulan.

Dengan contoh di atas diharapkan siswa termotivasi melakukan eksperimen secara mandiri. Siswa diajak mengamati peristiwa alam di sekitarnya dan bisa jadi peristiwa itu aneh tetapi nyata terjadi. Hal ini tentu lebih menarik lagi untuk diselidiki. Siswa diarahkan untuk memilih topik yang dekat dengan lingkungan sekitarnya dan menggunakan peralatan yang sederhana. Hasilnya luar biasa. Banyak gagasan yang timbul dari kreativitas mereka. Berbagai macam topik percobaan yang muncul. Kegiatan percobaan mereka rekam dan laporkan secara lisan melalui presentasi singkat pada video percobaan yang mereka buat. Kegiatan ini juga mereka laporkan secara tertulis menurut sistematika metode ilmiah. Dengan kegiatan pembelajaran ini siswa dinilai telah mampu menerapkan hakikat fisika dan langkah-langkah metode ilmiah secara optimal.

Siswa melakukan eksperimen sederhana secara mandiri dan bebas memilih topik sesuai dengan pengamatan dan ketertarikannya terhadap sebuah gejala alam merupakan contoh model project based learning sederhana. Dalam model pembelajaran ini siswa diberi ruang yang luas untuk berkreasi dan melakukan reka cipta. Siswa diajak layaknya menjadi fisikawan sejati yang melahirkan konsep-konsep fisika berdasarkan fakta dan eksperimen. Menurut kacamata penulis ini merupakan pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar yang bermakna. Pembelajaran yang mewujudkan konsep merdeka belajar. Merdeka artinya kita bisa membuat pilihan. Merdeka berarti bisa mengambil kendali. Merdeka belajar berarti anak didik bebas berkreasi dan memiliki peran utama dalam proses pembelajaran. Merdeka juga berarti tidak menyerah dengan halangan maupun rintangan. Dengan merdeka belajar kita bisa berinovasi dan memilih alternatif solusi terhadap hambatan yang datang seperti menghadapi pandemi yang berlangsung hari ini.

Demikianlah sepenggal kisah penulis dalam mewujudkan merdeka belajar. Semoga guru sebagai ujung tombak kemajuan bangsa dapat terus berinovasi dan memberi inspirasi.

Ikuti tulisan menarik R. Utia lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu