x

Iklan

Dursa 18_Shinta Kurniawati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 2 Desember 2021

Minggu, 5 Desember 2021 08:30 WIB

Merdekamu, Merdekaku Juga, Nak

Merdekanya murid juga kemerdekaan bagi guru, bukan merdeka tanpa batas, tapi merdeka yang memiliki banyak harapan untuk kemajuan pendidikan Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Merdekamu, Merdekaku Juga, Nak

Shinta Kurniawati

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Masih teringat bagaimana rangkaian kalimat yang didengungkan oleh Mas Nadiem pada peringatan Hari Guru Nasional 2019. Begitu antusiasnya beliau mengapresiasikan tugas guru yang memang sangat mulia. Tugas yang mulia tapi terdapat benturan – benturan, seperti kutipan kalimat yang dilontarkan Mas Nadiem “Anda ingin membantu murid yang mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu Anda habis untuk mengerjakan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas,” kata Mas Nadiem.

Alhamdulillah beliau mengerti apa yang kami rasakan. Kami memang seorang guru yang bagi murid kami , kami adalah sosok yang pintar dan selalu menjadi panutan. Pintarnya kami tidak bisa sepenuhnya tertuang dalam kekuatan kami untuk bisa mengalirkan tugas administrasi yang begitu membatunya. Kenapa penulis tulis membatu? Karena memang begitu keras untuk bisa memaksa kekuatan dan kemampuan kami mengerjakan semua administrasi tersebut bersamaan dengan hari hari mengajar kami.

Teman-teman guru pasti juga ingat apa yang beliau katakan juga saat itu  “Saya tidak akan membuat janji-janji kosong kepada Anda. Perubahan adalah hal yang sulit dan penuh dengan ketidaknyamanan. Satu hal yang pasti, saya akan berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia,” kata Mas Nadiem.

Duh... angin segar sekali untuk kita para guru. Bila kita cermati betapa beliau
ingin membuat kenyamanan pada para guru untuk kemerdekaan belajar di Indonesia. Biar ingatan kita lebih jelas kembali ke tahun 2019, yuk kita baca isi pidato beliau. Dari tek spidato tersebut ada 5 point penting yang disampaikan Mas Nadiem. Apa ajah isinya? Nah ini isinya rekan guru semua....

  1. Ajaklah kelas berdiskusi, bukan hanya mengajar. Diharapkan kita sebagai guru mengajak murid kita untuk berdiskusi, tidak hanya menyampaikan saja.
  2. Berilah kesempatan kepada siswa untuk mengajar di kelas. Dengan kesempatan yang kita berikan kepada mereka, yakinlah banyak potensi yang akan kita temukan dalam kelas kita. Akan banyak pikiran yang berkembang. Tidak hanya itu kita bisa mengajarkan mereka berbagi ilmu dnegan teman – temannya.
  3. Cetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas. Kita libatkan murid untuk menjadi makhluk sosial yang baik di masyarakat dengan mengikuti acara-acara bakti sosial.
  4. Temukan bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri. Dengan menumbuhkan rasa percaya diri, kita berharap mereka bisa mengembangkan bakat terpendamnya.
  5. Tawarkan bantuan kepada guru yang sedang kesulitan. Bagi murid tidak perlu ragu untuk membantu guru bila ada kesulitan. Seorang guru bukanlah makhluk yang sempurna, pasti suatu ketika membutuhkan bantuan saat kesulitan, jadi jangan ada keraguan untuk mengulurkan bantuan.

Dari 5 point yang disampaikan Mas Nadiem, bagi penulis semua adalah anugerah. Semua menunjukkan bagaimana penulisngnya Mas Nadiem pada kita para guru dan spesial bagi semua murid di Indonesia.

Pada kesempatan ini penulis ingin menuliskan salah satu point yang menonjol yang berusaha penulis jalankan bersama murid penulis di kelas. Kelas daring maupun luring. Walaupun semua point adalah sesuatu yang indah, tapi point ini yang sebagian besar guru mungkin belum mencoba. Semoga dengan tulisan ini akan banyak rekan guru yang akan mencoba menerapkan point tersebut.

Menurut teman-teman point mana yang akan penulis tuliskan kali ini? Yup ... benar penulis akan mengulas point 2 yang berisi Berilah kesempatan kepada siswa untuk mengajar di kelas. Dengan kesempatan yang kita berikan kepada mereka, yakinlah banyak potensi yang akan kita temukan dalam kelas kita. Akan banyak pikiran yang berkembang. Tidak hanya itu kita bisa mengajarkan mereka berbagi ilmu dengan teman – temannya.

Sebelum pandemi semua point telah kita jalankan sadar maupun tidak sadar. Mungkin setelah membaca point per point sambil kita menerawang apa saja yang sudah kita jalankan bersama anak murid, maka akan muncul senyuman indah di bibir kita. Iya benar...senyuman... ternyata kita semua telah menjalankan ke 5 point tersebut. Point 1 mengajak berdiskusi telah kita jalankan sebelumnya dengan kegiatan inti pembelajaran maupun kegiatan apapun yang melibatkan guru dan murid di kelas. Point 3 kita telah membiasakan anak untuk menjadi makhluk sosial. contoh yang pernah dilpenuliskan mereka adalah ikut menyumbang PMI untuk korban bencana alam. Atau ikut memberikan sumbangannya saat ada teman yang sakit. Itu telah melatih diri untuk ikhlas berbagi. Point 4 dan 5 penulis dapat temukan contoh langsung pada sosok Bima. Anak yang secara akademik jauh dari teman-temannya. Kekurangannyalah yang membuat dia tidak percaya diri. Sebagai guru bukan putus asa dalam kamusku untuk membiarkan itu. Penulis yakin dia memiliki sesuatu yang belum tentu dimiliki teman-temannya. Banyak kita temukan murid yang kurang percaya diri. Di situlah kesempatan kita menjadi bagian dari perubahan dalam diri mereka. Tumbuhkan percaya diri mereka. Salah satunya saat berdiskusi. Beri kesempatan kepada semua anak menunjukkkan pemikirannya tanpa terkecuali. Jangan biarkan satu dua anak mendominasi. Beri kesempatan kepada semua siswa menunjukkan bakatnya, kemampuannya, dan hobinya.

Membicarakan tentang Bima, muridku yang merasa kemampuan akedemiknya di bawah teman-temannya. Setiap kegiatan pembelajaran hanya mendengarkan penulis juga teman-temannya yang aktif bertanya ataupun menjawab. Penulis dekati dia, kuawali dengan pertanyaan yang membuat dia semangat. Siapa yang bisa tebak, pertanyaan apa yang kulontarkan?

Bukan pertanyaan sulit dengan rumus yang kulontarkan. Penulis hanya bertanya: “Berapa meter jarak lari terdekat untuk lari jarak pendek?”

Mata berbinar terlihat dari bola mata bulat Bima. Terdengar suara nyaringnya  “ 50 meter Bu guru”.  Spontan kuacungkan jempol dan kulontarkan “Hebat Bima”. Dalam hati ku berpikir walaupun dia tidak sepandai teman-temannya dalam pelajaran matematika, dia tidak secerdas teman-temannya dalam membuat tulisan-tulisan indah, tapi dia menonjol di pelajaran olahraga, dan itu sangat kuhargai. Penulis gak kan memaksa kemampuan muridku untuk terbentuk seperti anak-anak lainnya. Tidak hanya itu, sosok Bima yang kurang dalam segala hal dibanding teman-temannya, ternyata tidak kalah dalam hal membantu untuk tenaga, entah untuk guru atau teman-temannya, bahkan adik kelasnya. Bima....Bu Guru banyak belajar dari kamu. Point 4 dan 5 penulis yakin tidak hanya ditemui pada Bima di sekolah penulis, tapi banyak Bima-Bima lainnya yang di sekolah-sekolah seluruh Indonesia. Itu contoh penerapan merdeka belajar yang telah kita jalankan bersama murid tanpa kita sadari.

Alasan penulis ingin mengulas point 2, jujur penulis ingin membentuk mereka menjadi seorang guru. Guru dalam profesi sebenarnya ataupun guru dalam kehidupan yang akan mereka jalankan beberapa tahun yang akan datang. Walaupun bukan profesi guru yang akan mereka pilih tapi mereka tetaplah akan menjadi guru di rumah bagi anak – anak mereka. Duh kok penulis sudah menerawang ke 15 tahun yang akan datang ya? namanya juga emak-emak pasti memikirkannya untuk anak-anak

Berilah kesempatan kepada siswa untuk mengajar di kelas. Dengan kesempatan yang kita berikan kepada mereka, yakinlah akan banyak potensi yang akan kita temukan dalam kelas kita. Akan banyak pikiran yang berkembang. Tidak hanya itu kita bisa mengajarkan mereka berbagi ilmu dengan teman – temannya. Seperti hari ini penulis menemukan bagaimana antusiasnya murid yang ingin menjadi guru saat penulis menawarkan, “siapa yang ingin mencoba menerangkan materi akar pangkat 2 yang baru saja Bu Guru dan kalian pelajari?”. Seorang murid maju dengan semangat 45. Sebelum maju sempat kutanya dengan senyuman, “kenapa kamu berani maju?”Jawabnya membuatku melambung jauh terbang tinggi bersama mimpi seperti lagunya Anggun C. Sasmi. “Aku ingin seperti bu guru kalau mengajar semangat banget, bikin kita gak ngantuk”. Kalimat sederhana yang bagi sebagian orang adalah kalimat biasa, tapi tidak untuk penulis. Kalimat tersebut bisa menjadi imun booster untuk penulis lebih semangat menghabiskan waktunya saat di kelas bersama mereka. Dengan majunya satu anak itu terbukti membuat mereka lebih semangat lagi mendengarkan dan ikut aktif dalam kegiatan pembelajaran. Program murid mengajar menjadi pilihan program di kelas penulis. Penulis dan murid di kelasnya membuat suatu kesepakatan kelas untuk menghargai temannya yang menjadi guru di kelas saat berbagi ilmu. Semoga denga program murid menjadi guru bagi teman-temannya bisa menambah semangat guru dan semua murid.

Bersyukur sekali penulis sebagai guru bisa ikut andil di dalam harapan Mas Mentri pada 5 point yang dicanangkan beliau pada pidato di Hari Guru tahun 2019. Semoga program merdeka belajar ini tidak terhenti pada kepemimpinan Mas Nadiem sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi Indonesia pada kabinet Indonesia Maju ini.

Pemandangan dalam ruang kelas pagi itu, entah dari sudut mana telah membuat butiran air mata di pojok mata penulis menetas lembut. Begitu senangnya dia membagi ilmu yang telah dia terima kepada teman-temannya. Ya Allah alhamdulillah untuk semua jalan yang telah Engkau skenariokan untukku.

Ingatan penulis tiba – tiba kembali pada gebrakan yang didengungkan oleh Mas Nadiem untuk menjadi guru penggerak. Guru penggerak yang akan berusaha mewujudkan 5 point yang didengungkan Mas Nadiem... Yang akan membuat bahagia bagi murid juga bagi guru. Terima kasih Mas Nadiem untuk program merdeka belajar ini. Merdeka yang bukan tanpa batas tapi merdeka yang memiliki banyak harapan untuk kemajuan pendidikan Indonesia.

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Dursa 18_Shinta Kurniawati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler