x

Iklan

Hida Roihana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 27 November 2021

Minggu, 5 Desember 2021 11:57 WIB

Bergerak dengan Hati untuk Sekolah di Pinggiran Merdeka Belajar

Mari menjadi guru yang mengajar dari hati, merdeka belajar tidak selalu dengan teknologi canggih namun bagaimana kita memilih teknologi dengan konteksnya. 

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Momentum HUT PGRI dan juga hari guru nasional menjadi salah satu waktu untuk penggiat pendidikan melakukan refleksi.  Merdeka belajar menjadi bahan obrolan yang sangat hangat saat ini, dambaan semua lapisan dalam lingkup pendidikan. Merdeka Belajar merupakan program mas Mentri Nadiem Makarim, sebagai upaya meningkatkan kualitas dan layanan pendidikan, mutu pendidikan, dan sumber daya manusia yang unggul untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila

Merdeka belajar sejatinya perlu dimiliki oleh pendidik terlebih dahulu yang terus belajar hingga akhir, pendidik yang memiliki karakter inilah yang pantas untuk menemani proses belajar anak- anak. Tidak ada alasan untuk tidak belajar bagi seorang pendidik atau guru, berbagai webinar, pelatihan sudah banyak tersedia secara cuma-cuma dengan kualitas materi yang cukup bagus untuk kita sebagai seorang pendidik mengumpulkan energi dan strategi merdeka belajar.

Merdeka bukan berarti memenuhi semua keinginan murid,  namun murid ikut andil sejak merancang, melaksanakan dan menilai pembelajaran. Ada diskusi dan negosiasi dalam prosesnya.Mengembalikan pembelajaran kepada anak-anak, jika kita menengok kebelakang sistem pendidikan membentuk karakter anak-anak belajar demi ujian, demi sebuah angka. Indicator merdeka belajar yakni antara pendidik dengan anak-anak memiliki komitmen pada tujuan selanjutnya mandiri pada cara dan melakukan refleksi secara berkala. Merdeka belajar adalah proses yg membersamai peningkatan kompetensi tidak hanya nilaninya saja.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

elihat realita merdeka belajar di daerah pinggiran. Kami penggiat pendidikan di sekolah pinggiran terkadang merasa ada yang kurang dalam hal fasilitas. Adanya merdeka belajar ini seharusnya menjadi angin segar bagi kami dan anak – anak. Kenyataannya sama saja, keterbatasan yang menjadi hal penting di sekolah pinggiran yakni sinyal, gawai dan perangkat pembelajaran elektronik lainnya yang mendukung, terlebih rasa ketergantungan anak – anak pada satu sumber belajar. Sumber belajar yang mereka andalkan hanya guru yang berdiri di depan mereka setiap hari.

Namun keterbatasan itu tidak seharusnya selalu diratapi. Ketika kita bergerak dari hati keterbatasan itu bisa di lalui.  Seperti penerapan di kelas IPS yang saya ampu. Semestinya anak – anak ketika belajar IPS akan melihat keberagaman Indonesia, keunikan Indonesia dan polemik terbaru di Indonesia bukan hanya membayangkan. 

Mungkin untuk sekolah di kota memiliki proyektor di setiap kelas menjadi hal yang sangat mudah untuk menampilkan video pembelajaran,  namun bagi kami di sekolah daerah yang belum tersedianya fasilitas tersebut dan masih dalam pembelajaran tatap muka terbatas yang mana waktu belajar di batasi bukan menjadi hal penghambat untuk mengenal kekayaan, keunikan Indonesia atau lingkungan sekitar. Melalui layar laptop yang saya posisikan di tengah antara deretan kursi anak – anak, mereka merespon sangat baik ketika saya memberikan video pembelajaran materi sumber daya perikanan di Indonesia, terlihat di raut mereka kekaguman potensi bahari di negeri sendiri, sambil  ada yang berucap “ibu ini di Indonesia?” Setiap video yang saya tayangkan memberikan ekspresi tersendiri dari raut wajah anak-anak ketika pembelajaran mungkin menjadi hal baru untuk mereka Setelah melihat respon anak – anak begitu antusias akhirnya saya melakukan refleksi mengajukan pilihan penyampaian materi yang mereka senangi. Anak-anak lebih menyukai pembelajaran menggunakan  video, dengan video mereka akan lebih dekat melihat sisi lain lingkungan sekitar, lebih bisa merasakan makna pembelajaran dan materi yang sedang dipelajari bersama, rasanya anak-anak lebih memaknai setiap pertemuan materi IPS yang saya bawakan.

Suasana Pembelajaran IPS

Menjadi guru adalah profesi yang sangat erat dengan mencari ilmu, mencoba untuk selalu haus mencari pengalaman. Ada satu pengalaman yang saya dapatkan ketika mengikuti sebuah webinar baru-baru ini, adalah suara murid suara pendidikan salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melalui exit ticket sebagai asesmen formatif yang dimana bisa untuk mengetahui pemahaman murid, mengetahui keterkaitan murid dalam pembelajaran serta untuk melakukan refleksi. Exit ticket ini berbentuk satu soal yang juga ada penilaian diri serta kolom untuk anak menuliskan isi pikiran maupun hati mereka terkait pembelajaran yang sudah berjalan.

Menerapkan strategi komunikasi positif selain melakukan refleksi salah satunya menyampaikan maaf dan terima kasih selalu saya usahakan setiap mengakhiri pertemuan. Maaf karena belum bisa menghadirkan pembelajaran yang sempurna, dan terima kasih nak sudah mau menjadi teman  setia belajar ibu. Mari menjadi guru yang mengajar dari hati, merdeka belajar tidak selalu dengan teknologi canggih namun bagaimana kita memilih teknologi dengan konteksnya. 

 

Ikuti tulisan menarik Hida Roihana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler