“Nak jangan jalan jalan di kelas, kalo kamu tidak duduk bagimana kamu mendengarkan pelajaran!!” Kata seorang guru kepada murid yang mempunyai gaya belajar kinestetik
“Kenapa nilaimu jelek, kamu tidak bisa mengerjakan soal matematika semudah ini?” teguran guru kepada murid dengan bakat seni yang luar biasa.
Ya, begitulah segelintir ironi di dunia pendidikan, seorang murid dengan gaya belajar kinestetik yang gaya belajarnya lewat gerak terpaksa duduk diam layaknya murid introvet.
Ya, begitulah ironi didunia pendidikan, seorang murid dengan bakat seni luar biasa yang dipaksa menguasai bidang lain yang tidak sesuai dengan bakat dan minatnya. Pertanyaanku, Apakah ini yang disebut merdeka belajar!! Raganya ada, tapi jiwanya direnggut, dikekang sesuai aturan sang guru.
Jutaan anak di nusantara ini, memiliki kekhasan gaya belajar yang berbeda. Namun jarang sekali yang menyentuh dan memahami jiwanya, sehingga potensi yang dimiliki tidak maksimal untuk bertumbuh dan berkembang menjadi penerus bangsa. Akhirnya, jadilah penerus bangsa yang jiwanya tak bahagia, mengenal segala bidang tapi tidak mempunyai satu keahlian mumpuni yang bisa disumbangkan ke negeri tercinta ini.
Yotube : Menari dengan semestanya. Melatih konsentrasi melalui pendekatan dunianya masing-masing.
Setiap anak-anak memiliki modalitas belajar yang berbeda, seharusnya memiliki perlakuan yang selaras sesuai dengan gaya belajar, bakat dan minatnya masing-masing. Realitanya, kebanyakan instansi pendidikan umumnya berasumsi bahwa tiap murid adalah sama dalam segala hal. Kecenderungan pendidik hanya menggunakan satu cara saja dalam membelajarkan siswanya. Sebagai contoh, pendidik menggunakan papan tulis (visual), pembelajaran search via internet (visual), padahal terdapat anak dengan gaya belajar audio (mendengar) didalamnya. Pertanyaannya, apakah pembelajaran secara visual dapat diterima dengan baik pada anak dengan gaya belajar audio?? Atau malah menimbulkan masalah pembelajaran yang menyebakkan menurunnya motivasi murid dalam belajar.
Aku harap itu tidak terjadi di negeriku tercinta ini. Mengajar tanpa mengenal semesta murid masing-masing sama halnya dengan malpraktik pendidikan,. Mengajar murid tanpa mengetahui bakat minatnya dan mengubah murid menjadi diri orang lain sama halnya dengan pemaksaan!! pemerkosaan pendidikan!!. Sudah sepatutnya sebagai sang guru mengetahui apa yang berlangsung dalam kepala peserta didik, perlu juga mengetahui perlakuan apa yang tepat untuk tiap peserta didik.
Sekali lagi, aku tidak berharap itu terjadi di negeri tercintaku ini. Sejatinya, Pendidikan adalah semesta yang lahir dari rahim kasih sayang. Pendidikan yang memerdekakan, memanusiakan manusia, yang dilakukan tanpa diskriminasi jiwa. Mendidik dengan cinta tanpa syarat, menegur dengan cinta, mendisiplinkan dengan cinta, Mampu mengenal bakat dan minat murid satu dengan lainnya, artinya sudah mengenal dunianya, mengenal semestanya yang beraneka warna.
Tolong.., Tolong kami Bapak Nadiem Makarim, Bapak Menteri Pendidikan di negeri ini...
Bantu kami menjadi guru yang merdeka dan berdamai dengan diri sendiri, sebelum kami memerdekakan calon penerus bangsa ini..
Bantu kami, agar bisa mencintai tanpa syarat, mengajar tanpa memvonis, mengajar tanpa dogma kaku yang bisa membunuh karakter murid kami...
Bantu kami bertumbuh dan berkembang lewat kebijakan bapak, melalui program program pendidikan yang bapak terapkan di negeri ini...
Bantu kami lewat program-program pendidikan yang tidak hanya memerdekan dan meningkatkan kualitas otak kami.
Tapi, tingkatkan juga program-program pendidikan yang bisa memerdekakan dan menyembuhkan psikis, jiwa kami sebagai mahluk dan juga sebagai guru...
Karena jiwa yang sehat merdeka adalah akar. Apa artinya peningkatan kualitas otak skill kami sebagai guru, jika tidak dibarengi dengan akar jiwa yang bersih dan kokoh. Bagai pohon yang siap tumbang karena akarnya yang lemah saja.
Mari merdekakan diri kita terlebih dulu sebagai sang guru, sebelum memerdekan anak anak nusantara ini. Merdeka belajar, Merdeka pula jiwanya.
Salam Merdeka Belajar.
hanif
Ikuti tulisan menarik Hanifah Nurhidayati lainnya di sini.