x

suasana menyiapkan media pembelajaran

Iklan

Wiska M

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Desember 2021

Minggu, 5 Desember 2021 12:12 WIB

Merdeka Belajar, Lawan Learning Lose

#BergerakDenganHati #DemiKemajuan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Merdeka Belajar, Lawan  “Learning Lose”

Pandemi, sebuah kata yang lekat dengan kehidupan kita bahkan hingga hampir dua tahun belakangan ini. Seperti kita ketahui bersama dan kita rasakan tentunya, dampak luar biasa yang ditimbukan oleh keadaan pandemi ini sampai merambah ke semua lini. Pertama kali kita mendengar penyakit COVID-19 (Coronavirus Disease of 2019), hal tersebut hanyalah sekedar pemberitaan biasa yang terjadi di sebuah negara.  Pemikiran awam saat itu adalah wabah yang terjadi pertamakalinya muncul di Wuhan China ini hanyalah virus berbahaya seperti halnya virus flu burung, SARS, MERS, atau Ebola yang bisa diatasi dengan kecanggihan ilmu teknologi dan kedokteran.  Sampai kepada momen dimana untuk pertama kalinya Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus covid pertama di Indonesia pada hari Senin, tanggal 2 Maret 2019, hari bersejarah dimana kita sampai pada titik balik kehidupan.  Sontak, kita semua terkaget, dan dipaksa oleh keadaan untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan baru guna melawan merebaknya covid-19 ini.

Hari demi hari pun berlalu, minggu, bulan, dan tahun berganti, kasus yang terpapar hingga pertengahan Juni 2021 semakin merebak dan banyak nyawa terenggut karenanya. Sekitar bulan dimana merupakan tahun ajaran baru seharusnya dimulai. Beberapa bulan sebelum, dengan ditemukannya vaksin dilanjut eksekusi vaksin yang dimulai bertahap, ada ekspektasi di kalangan masyarakat bahwa pembelajaran bisa diujicobakan untuk tatap muka pada tahun ajaran baru ini. Hal ini berlandaskan Surat Keputusan Bersama(SKB 3 Mentri) yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mentri Agama dan Menteri Kesehatan tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemic covid-19 yang mana apabila Pemerintah Daerah memberikan izin dan satuan Pendidikan memenuhi syarat, maka PTM diperbolehkan namun tidak diwajibkan. Namun ternyata pada bulan Juni-Juli 2021 kemaren keadaan berkata sebaliknya, bukan tatap muka di sekolah-sekolah melainkan PPKM yang diterapkan, suatu upaya pemerintah dalam rangka memerangi dan mengurangi laju virus ganas ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hidup harus terus berjalan. Sebagai tenaga pendidik, tak elok rasanya jika hanya berserah pada keadaan. Kita harus bergerak. Pendidikan tidak boleh mati suri dalam keterpurukan. Gagasan Merdeka Belajar yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memberikan ruang bagi guru mengeksplorasi banyak hal (nasional.tempo.c). Tidak melulu soal terampil mengajar, guru dituntut untuk menjadi pemimpin di lingkungan pendidikan dan menjadi solusi atas setiap permasalahan. Menilisik kembali kepada permasalahan pembelajaran sistem daring (online) keterlibatan banyak pihak, baik sekolah, keluarga dan masyarakat harus saling mendukung demi suksesnya sistem ini berhasil atau tidaknya nanti. Harus ada pendampingan dari pihak sekolah melalui sumber daya manusia guru yang mumpuni di bidang teknologi informasi. Pertanyaan umum yang sering digaungkan adalah “Apakah pembelajaran online ini efektif dilakukan di era pandemi ini? Seberapa efektif kah?. Tentunya tanpa suatu reseach pun para pelaku pendidikan yang ditanya, memiliki jawaban “tidak efektif” pada awalnya. Banyak guru yang beranggapan pembelajaran daring memiliki risiko "learning loss" yang besar pada generasi. Di sisi lain, selama pandemi berlangsung, banyak orang tua yang akhirnya tidak mendaftarkan anaknya untuk sekolah, terutama anak-anak yang ada pada masa usia dini. Padahal pada usia dini, tumbuh kembang anak perlu sangat diperhatikan. Mendikbud Nadiem Anwar Makarim pun pernah mengatakan, hilangnya pembelajaran secara berkepanjangan berisiko terhadap pembelajaran jangka panjang, baik kognitif maupun perkembangan karakter. “Pendidikan karakter yang mengajarkan nilai-nilai universal akan menentukan perilaku/ akhlak baik seseorang.

Terlepas dari resiko “learning lose”, anggaplah kita abaikan fenomena ini. Apa yang harus kita lakukan sebagai kontribusi positif terhadap negri ini meskipun dalam skala kecil?. Kisah kami bermula dari sebuah sekolah tempat kami mengajar, di kota Pendidikan, Yogyakarta. SD Budi Mulia Dua, sekolah yang sejak awal berdirinya sudah memiliki semboyan “Bersekolah dengan Senang, dan Senang di Sekolah”. Inilah sekolah kami tercinta yang setiap insan didalamnya berkomitmen untuk selalu “bergerak dengan hati”. Jauh sebelum  digagasnya  konsep “Merdeka Belajar” pendiri sekolah kami, Bapak Amin Rais di tahun 1987 mendirikan sekolah ini berprinsip pada  “Declaration of Life” bahwa seorang manusia itu bisa diwujudkan dalam bentuk amal kehidupan selama di dunia sebagai bentuk tabungan di akhirat nanti. Dari situlah kami bermula. Dalam proses pembelajarannya, sekolah kami mengakomodasi dan menumbuhkembangkan semua potensi (kecerdasan) yang dimiliki siswa. Bukan hanya kecerdasan intelektual saja. Kami saya menghargai apapun potensi yang dimiki anak, dan tugas kami untuk menemu kembangkan potensi yang ada pada mereka. Disitulah letak kemerdakaan mereka untuk belajar. Lalu bagaimana dan apa yang bisa kami lakukan sekarang ini di tengah peliknya masa pandemi?. Tentunya, kami sebagai tenaga pengajar, tak boleh berhenti berpikir dan berinisisasi. Justru ini sebagai cambukan bagi kami untuk menemukan formula yang tepat agar kami tidak keluar dari rel prinsip sekolah kami. Berbagai upaya kami lakukan melalu trial and error, yang terkini adalah“blended method” kami cobakan dimana kami menggabungkan antara pembelajaran tatap muka dan online learning. Guru-guru dituntut bermetamorfosa. Berbagai upaya dilakukan, seperti pembuatan video pembelajaran yang menarik dan interaktif, pembuatan media/alat peraga, dan penyusunan “worksheet”(lembar kerja) yang tidak hanya menarik secara “eye-catching” namun juga berkualitas secara content.

Dari paparan diatas, bagaimanapun juga keniscayaan diperlukan dari semua pihak bukan hanya kami sebagai guru di sekolah. Besar harapan guru dan orangtua bisa bersinergi dengan baik, resiko learning loss akan terminimalisir bahkan nihil. Justru kita mengambil hikmah dari peristiwa pandemi yang terjadi, bahwa peran orangtua saat ini sangatlah berjasa sebagai madrasah pertama anak-anak usia dini.  Kesulitan dan rintangan yang terjadi dalam proses tetap tanggung jawab bersama antara stakeholder sekolah dan orangtua. Ingat pesan Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara: bahwa anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu. “Dengan adanya budi pekerti, tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka (berpribadi), yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri. Inilah manusia beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya.”

Ikuti tulisan menarik Wiska M lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

5 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB