x

Belajar di luar kelas yang menyenangkan

Iklan

Griya Madani Iskandar

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Desember 2021

Minggu, 5 Desember 2021 12:19 WIB

Lentera Pandemi, Menyibak Elegi Ibu Pertiwi

Artikel ini mengangkat tema Merdeka Belajar di tengah pandemi yang dilakukan oleh seorang kepala sekolah. Kisah heroik dalam mengawal masa tanggap darurat hingga Pembelajaran Tatap Muka Terbatas PTMT, dengan segala inovasi dan kreasinya menjadi menarik untuk disimak. Pandemi yang membuat elegi ibu pertiwi, dengan kegigihan seluruh stake holder sekolah akhirnya lambat laun menjadi lentera pendidikan yang selanjutnya akan menjadi suluh-suluh pengawal peradaban. Maju terus guru Indonesia untuk ibu pertiwi yang lebih hebat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

LENTERA PANDEMI, MENYIBAK ELEGI IBU PERTIWI

Oleh : Daswati Rofiatun Sahifah, S.T., M.Pd.

(SMP Muhammadiyah 1 Prambanan)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Tidak ada yang menyangka dan memprediksi akan datangnya masa pandemi pada bangsa yang kita cintai ini. Indonesia, salah satu negara yang ikut hanyut dalam kegaduhan dunia karena ancaman virus corona. Virus yang sangat menakutkan dan mematikan, telah menjangkiti penduduk negeri ini. Tak luput dari intaiannya, tak mengenal usia, jenis kelamin,pendidikan, suku, agama dan golongan. Virus ini dengan sangat kejam telah mampu memporak-porandakan sendi-sendi kehidupan bernegara.

Tak bermaksud melebih-lebihkan. Faktanya adalah hingga 3 Desember 2021, menurut data dari Kemetrian Kesehatan Republik Indonesia, Jumlah pasien terkonfirmasi positif covid -19 mencapai 4.257.243 orang, dengan 4.105.680 orang dinyatakan sembuh dan setidaknya ada 143.858 orang meninggal dunia karena virus ini. Jika melihat angka, maka tak dapat dibilang sedikit angka kematiannya. Dapat dibayangkan, bagaimana keluarga pasien yang meninggal, kondisi fisik dan psikisnya. Bagaimana pula perjuangan pasien menjalani perawatan hingga sembuh. Belum lagi seluruh petugas medis dalam melayani masyarakat dengan berbagai dinamikanya. Maka, tak heran jika para tenaga medis mendapatkan apresiasi yang tinggi dalam bersama-sama melewati masa-masa tanggap darurat ini.

Meskipun, hari ini, kondisi perkembangan penularan virus sudah mulai menurun, bahkan dikatakan cukup landai, ancaman hadirnya gelombang kedua patut untuk terus diwaspadai. Bukan menakut-nakuti, akan tetapi kewaspadaan menjadi tugas bersama warga Indonesia dengan terus menerapkan protokol kesehatan yang ketat setiap saat.

Perjalanan masa tanggap darurat yang hampir dua tahun kita alami ini, tentu bukan hanya sektor medis saja yang ikut terdampak. Sendi-sendi ekonomi warga, layanan publik bahkan sektor pendidikan pun sangat terasa dampaknya. Sekolah, sebagai Lembaga Pendidikan yang resmi, tentu mengalami banyak dinamika di dalamnya. Mulai dari kurikulum pembelajaran yang harus menyesuaikan kondisi sehingga menerapkan kurikulum darurat, kesiapan guru dalam tetap melayani pembelajaran pada masa pandemic, kesiapan perangkat siswa (handphone) dalam belajar dari rumah dan tentu psikis yang dihadapi. Semua hal ini, jika tidak ada kerjasama antara sekolah, keluarga dan masyarakat, maka pendidikan di negara kita bukan tidak mungkin akan mengalami learning Loss atau pembelajaran yang tak terkontrol.

Kebijakan pemerintah dengan Merdeka Belajar terutama pada masa pandemi, hadir bak telaga menyegarkan sekelilingnya. Kebijakan ini menerapkan konsep kearifan lokal dengan tetap menjunjung tinggi arti kemerdekaan itu sendiri. Merdeka dalam hal ini berarti kesempatan luas untuk berinovasi, untuk belajar mandiri dan untuk kreatif baik yang akan dilakukan oleh sekolah, guru dan siswa. Setidaknya, empat gebrakan Mas Menteri Nadiem A. Nakariem dalam mengusung merdeka belajar ini antara lain Ujian Sekolah Berstandar Nasional; Ujian Nasional dihilangkan dan berubah menjadi Asesment Nasional yang meliputi Asesment Kompetensi Minimal – AKM, Survey Karakter dan Survey Lingkungan Belajar; Penyederhanaan RPP dan peraturan PPDB Zonasi.

Semangat merdeka belajar ini, di lapangan tercermin dalam beraneka inovasi dan kreatifitas sehingga lahirlah kemandirian sekolah, guru dan siswa. Kesempatan luas untuk mewujudkan merdeka belajar ini lambat laun seakan menjawab dan menghapus kesedihan ibu pertiwi. Dari seluruh lini, guru, orangtua, siswa, sekolah, masyarakat dan pemerintah sendiri pun sangat terasa manruh perhatian yang besar agar kita dapat segera bangkit dan melanjutkan kehidpuan ini. Tak dapat dipungkiri, siapapun orangnya pasti sedih. Bahkan kesedihan ini tak hanya bangs akita, ibu pertiwi kita melainkan seluruh bangsa di dunia ini. Tekad elegi ini harus segera diakhiri, sudah sangat tepat.

SMP Muhammadiyah 1 Prambanan, yang berada di perbatasan Propinsi Yogyakarta dan Jawa Tengah, yang berada di dalam Kawasan destinasi wisata Candi Prambanan, juga turut terpanggil ikut andil, hadir dalam memberikan pencerahan atas persoalan Pendidikan di negeri ini. Di tengah keterbatasan saat awal pandemi, dengan kondisi siswa belum mencapai 50 % yang memiliki handphone, membuat semua guru berfikir untuk menyiasati pembelajaran. Syukurlah, dukungan orangtua luar biasa, sehingga dalam hitungan tiga bulan, tepat pada awal tahun ajaran baru, siswa yang memiliki perangkat handphone telah mencapai 90 %. Hal ini tentu menjadi angin segar pembelajaran lebih mantab.

Tantangan pembelajaran jarak jauh pun menjadikan sekolah berkreasi dengan membekali guru-guru dengan berbagai pelatihan pembuatan media pembelajaran yang menyenangkan. Hal ini tentu sangat membantu guru dalam berkomunikasi dan tetap melangsungkan pembelajaran meskipun dari rumah. Harapan guru untuk dapat bertatap muka secara virtual pun tak selamanya mulus karena kondisi kepemilikan kuota siswa yang terbatas. Akhirnya, sekolah pun berinovasi untuk menggandeng Radio Muhammadiyah untuk melakukan siaran bersama Radiomu Jogja, mendukung Pembelajaran jarak Jauh. Senang rasanya, siswa-siswa dapat mendengarkan suara para gurunya. Tentu, Kerjasama ini memantik sekolah dan stake holder untuk menginisiasi mendirikan studio sekolah meskipun mini. Berkat dukungan dari Pergurun Tinggi Muhammadiyah, studio mini ini pun berdiri dan dimanfataakan untuk mendukung program BDR, dengan rekaman video pembelajaran yang diunggah lewat kanal youtube sekolah. Tentu, ini menjadi inspirasi baru bagi para guru untuk terus berkreasi di tengah pandemic.

Masa pandemic yang cukup panjang, tentu juga menstimulasi untuk melakukan pembelajaran hibrida, perpaduan luring dan daring. Hal ini membuat guru-guru Muhammadiyah di bawah binaan Majelis Dikdasmen Daerah Sleman melahirkan karya-karya hebat berupa Modul Hibrida. Tentu ini bukan seperti LKS pada umumnya. Ini adalah modul, yang dapat membantu siswa belajar meskipun dari rumah.

Syukurlah pada pertengahan semester ganjil tahun pelajaran 2021/2022 ini, pemerintah sudah menerapkan kebijakan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT). Kesempatan bagus ini tentu menjadi angin segar bagi sekolah untuk terus berinovasi kreatif. Sekolah dengan sendirinya belajar untuk mandiri, menskenario pembelajaran sedemikian rupa dengan tetap menerapkan protokol lesehatan yang ketat. 35 % dari total siswa hadir di sekolah secara bergiliran sehingga siswa dapat hadir dua kali dalam sepekan. Ini adalah kesempatan emas guru bertemu langsung dengan siswa. Tentu, kesempatan ini tak akan disia-siakan terlewat begitu saja. Sekolah jauh hari sebelunya telah membekali guru dengan pelatihan-pelatihan pembuatan media pembelajaran yang menarik, kelanjutan dari pelatihan sebelumnya. Selain itu, sekolah juga menyelenggarakan Workshop Neuro Linguistik Program, NLP, untuk membekali para guru berimprovisasi dalam mengajar dengan target siswa senang ketika masuk PTMT.

Sungguh kebijakan ini semakin membawa benderangnya lentera di tengah pandemic. Kini,para siswa sedang mengikuti Penilaian Akhir Semester Ganjil. Dua minggu sebelum PAS ini berlangsung, bertepatan dengan ulang tahun sekolah ke-61 dan Milad Muhamamdiyah ke-109 M, sekolah berinovasi menumbuhkan empati dengan semangat berbagi. Sejumlah 200 paket buah, dibawa langsung oleh para siswa didampingi para guru untuk diberikan kepada tetangga sekolah, para pedagang sayur dan Tukang Becak di sekitar Pasar Prambanan. Bukan wujud barang yang menjadi perhatian sekolah, melainkan semangat berbagi kepada sesama inilah yang diajarkan sekolah kepada para siswa, karena dengan banyak berbagi kita meyakini rezeki kita akan semakin lancer. Rezeki itu sendiri dapat diartikan banyak kemudahan dan keberkahan hidup, tidak melulu berupa rupiah. Rasa berbagi juga muncul dalam memberikan panggung lomba kepada para siswa berupa lomba video tiktok, menggambar, cipta puisi, tartil dan poster, bagi siswa Musapra ataupun siswa SD mitra.

Semakin memancarkan lentera dan menyibak kabut elegi pandemi, tentu yang ditunggu-tunggu para siswa adalah panggung bakat kreasinya akan menghampiri mereka. Setelah sukses dengan program Panggung Kreasi Musapra (PKM), program yang mengangkat bakat-bakat siswa selanjutnya dilakukan rekaman dan disyiarkan melalui berbagai media social sekolah, guru dan siswa, maka bakat para siswa pun usai PAS ganjil ini akan terealisasi. Inovasi sekolah untuk menggelar Pekan Kreativitas Siswa selama siswa menunggu pembagian rapot meruapakans salah satu program penguatan extra kurikuler yang patut untuk terus didorong.

Kegiatan kepanduan dan pencak silat yang masih dilakukan secara daring karena menjadi extra wajib, tentu akan menjadi lengkap manakala para siswa dengan pola PTMT ini juga mengasah ketrampilan yang lain. Extra kurikuler pilihan itu antara lain jurnalistik, Chef, Da’I Milenial, Musik, Karya Ilmiah Remaja, Kriya, PMR, English Club, dan Publis Speaking. Sembilan extra pilihan ini tentu menjadi terobosan sekolah untuk membekali siswa agar terus kretaif dan mandiri. Terobosan berikutnya untuk membekali para guru ialah dengan mengaktifkan kembali MGMP Sekolah. Tentu forum ini semakin asyik dengan saling bertukar pengalaman mengajar antar guru mata pelajaran dan tentunya sebagai ajang untuk internalisasi penguatan Pendidikan karakter yang menjadi Amanah dari Puspeka, Pusat Penguatan Karakter yaitu penguatan Profile pelajar Pancasila.

Profile Pelajar Pancasila ini meliputi enam dimensi yaitu Beriman, Bertaqwa kepada tuhan YME dan Berakhlaq Mulia; Berkebhinekaan Global; Bergotong Royong; Kreatif; Bernalar Kritis dan Mandiri. Tentu, dibutuhkan kerja keras untuk menginternalisasikan enam dimensi ini. Karena, sejatinya proses menuju perilaku yang sesuai profil pelajar Pancasila ini perlu untuk diajarkan, dibiasakan, dilatih dengan konsisten, sehingga akan menjadi kebiasaan, akan menjadi karakter dan selanjutnya menjadi budaya.

Semoga, berbagai kreasi dan inovasi ini akan terus menguatkan lentera pendidikan di tengah pandemi ini, sehingga kesedihan atau elegi ibu pertiwi dapat tersibak seiring dengan penguatan karakter baik yang hamper terancam karena pembelajaran yang di luar kontrol. Terus maju guru Indonesia. Pandemi bukan alasan untuk malas bergerak. Dengan pandemilah kita ditempa untuk menjadi guru hebat, menjadi suluh-suluh peradaban  tentunya dengan karakter yang semakin menguatkan kehebatan ibu pertiwi.

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Griya Madani Iskandar lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler