Harapan Anak-anak Desa
Sabtu, 4 Desember 2021 20:44 WIBIbu Sarita adalah seorang pejuang, memilih hidup menjadi guru di sebuah desa dan meninggalkan kebisingan di kota untuk berbagi ilmu pada anak-anak desa, namun masalah tidak berhenti datang yang membuat Ibu Sarita menyerah dan memutuskan untuk kembali ke kota. Bagaimana nasib anak-anak selepasa ditinggal pergi Ibu Sarita kini?
Di sebuah tempat terpencil di daerah Kalimantan Timur terdapat sebuah desa, desa
tersebut jauh dari kota, banyak orang-orang di desa tersebut tidak bisa membaca, bahkan
banyak yang tidak bisa berbahasa Indonesia dengan lancar.
Hal tersebut disebabkan karena sulitnya akses dari kota membuat desa ini sulit digapai, terlebih tidak ada satupun sekolah di desa itu, dan tidak ada fasilitas dari kota yang membuat desa ini sungguh jauh dikatakan modern.
Desa ini berada jauh dari kemajuan saat ini, beberapa orang di desa bekerja dengan membesarkan ternak atau berkebun, sedangakan orang-orang yang ingin memiliki kehidupan lebih maju memilih untuk meninggalkan desa dan pergi ke kota.
Seorang guru bernama Bu Sarita merupakan satu-satunya pengajar yang rela mengorbankan hidupnya demi memberikan pendidikan di desa tersebut. Bu Sarita berumur lebih dari 40 tahun, dan 10 tahun lebih ini ia habiskan waktunya menjadi seorang guru.
Setiap hari beliau mengayuh sepeda melewati hutan demi mencapai sekolah, beliau selalu membawa buku yang lumayan banyak setiap harinya. Hal tersebut membuat banyak pihak dari desa khawatir dan menawari Bu Sarita untuk menetap di tempat mereka, namun Bu Sarita menolak karena harus menjaga kedua orang tuanya di rumah, terlebih sang ayah yang kadang jauh sakit karena sudah tua.
Katanya ayah dari Bu Sarita tidak ingin pindah dari rumah dan ingin menghabiskan masa tuanya di kota saja. Ayah dari Bu Sarita sendiri dulunya adalah seorang guru, hal tersebut merupakan motivasi terbesar dari Bu Sarita untuk menjadi seorang guru yang kini ia tekuni dengan semangat juang yang tinggi. Selain itu, Bu sarita tidaklah dibayar untuk dedikasinya sebagai
seorang guru, beliau sendiri tidak menuntut untuk dibayar, namun para orang tua di desa selalu
memberi beliau sayuran, ataupun beras sebagai imbalan.
Di desa terpencil itu terdapat sebuah bangunan tua bekas posyandu untuk anak-anak belajar, di depan bangunan itu berkibar bendera merah putih dengan tiang yang terbuat dari bambu. Anak-anak yang ikut belajar dengan Bu Sarita di tempat itu pada umumnya berusia lima tahun sampe dengan belasan tahun. Bu Sarita sendiri biasanya mengajar pada hari senin sampe dengan jumat tiap paginya, dan tidak menentu. Selama mengajar di sana, para anak-anak selalu antusias terhadap terhadap pelajaran yang diberikan oleh Bu Sarita, banyak dari mereka yang selalu bertanya dan sesekali Bu Sarita menyuruh anak-anak tersebut untuk berhitung, dan mereka berhitung dengan keras, terkadang mereka sambil teriak-teriak. Bagi anak-anak, itu merupakan hiburan tersendiri yang membuat mereka tetap bersemangat. Bu Sarita sendiri tau bahwa anak - anak di sana tidak belajar seperti di sekolah lainnya, hanya ada satu ruangan untuk dipakai, tidak ada rapot ataupun kenaikan kelas, hal yang paling penting bagi Bu Sarita adalah tetap membuat anak-anak menikmati pelajarannya.
Di samping belajar di kelas, Bu Sarita juga membuka klub membaca di desa itu tiap minggu siang untuk para warga desa, klub membaca tersebut memang digemari oleh para warga desa, maklum saja banyak yang bahkan tidak bisa membaca di desa tersebut, di klub membaca biasanya mereka membaca puisi, naskah proklamasi ataupun tentang sejarah Indonesia. Banyak hal yang sudah dilakukan oleh Bu Sarita untuk membuat desa tersebut lebih mengenal pendidikan dan tau tentang Indonesia.
Selain itu Bu Sarita juga meminta anak-anak untuk selalu menyanyikan lagu Indonesia Raya di depan tiang bendera setiap pagi, anak-anak biasanya bernyanyi dengan lantang dan banyak yang
bernyanyi sambil teriak-teriak, mereka memang menikmatinya. Melihat anak-anak yang bernyanyi penuh dengan semangat, para warga desa pun juga ikut bernyanyi dan senyum melihat apa yang anak-anak mereka lakukan. Sesuatu yang dirasakan oleh Bu Sarita sendiri adalah rasa syukur karena bisa membuat kecerian untuk para warga.
Selama lebih dari 10 tahun Bu Sarita selalu mengajar anak-anak tanpa mengenal lelah ataupun menyerah, tidak ada satupun keluhan yang pernah diucap oleh beliau, padahal bisa dibilang beliau adalah satu-satunya orang yang paling menderita di situ, beliau sendiri bahkan tidak memikirkan masa depannya dan hanya memikirkan masa depan anak-anak di desa terpencil itu. Mungkin itulah sebabnya kenapa Bu Sarita yang sudah berumur lebih dari 40 tahun ini juga masih belum menikah. Banyak warga yang memikirkan hal itu dan beberapa warga juga pernah berbicara tentang keputusan yang akan diambil oleh Bu Sarita. Namun hal tersebut tidak dihiraukan oleh Bu Sarita, hal yang ingin Bu Sarita lakukan adalah hanya mengajar.
Keputusan - keputusan yang diambil oleh Bu Sarita juga selalu mendapat kesan positif dan dukungan dari para warga. Tidak hanya Bu Sarita, para warga juga merasa beruntung sudah memiliki sesosok guru yang rela berkorban untuk kemajuan pendidikan di desa mereka. Namun perjalanan hidup Bu Sarita tidak selancar yang beliau pikirkan.
Tepat di penghujung tahun, Bu Sarita kehilangan ayahnya yang sakitnya tidak tertolong lagi. Hal tersebut membuat Bu Sarita sangat terpukul, kehilangan seorang mativator besar dalam hidup, sekaligus seorang ayah tercinta. Banyak warga desa juga terpukul mendengar hal tersebut, banyak dari mereka yang selalu memberikan dukungan untuk Bu Sarita agar selalu kuat. Nyatanya Bu Sarita sama sekali tidak bisa lepas dari penyesalan dan rasa sedih.
Bermingu-minggu Bu Sarita hanya mengurung diri di rumah, kini semangat gurunya sudah hilang dan berminggu-mingu itu pula anak-anak di desa kehilangan sesosok guru besar mereka. Hilangnya Bu Sarita sebagai guru di kehidupan anak - anak membuat seakan desa itu kehilangan lampu di tengah gelapnya malam.
Selama Bu Sarita tidak mengajar di desa, anak-anak hanya menghabiskan waktunya untuk bermain dan terkadang mereka membaca buku-buku yang diberi oleh Bu Sarita. Selain itu, para orang tua yang ikut klub membaca juga merasa kehilangan karena tidak adanya kegiatan hiburan seperti itu lagi di hari minggu. Banyak hal yang sedikit berubah semenjak Bu Sarita tidak ada, masalah terbesar adalah anak-anak dan para warga tidak tau pasti apa yang harus mereka lakukan, hal yang kini hanya bisa mereka lakukan adalah berharap bahwa guru besar mereka Bu Sarita segera kembali mengajar di desa. Sementara itu, di rumahnya di kota Bu Sarita juga sudah beberapa kali mendapat nasehat dari sang ibu untuk segera mengikhlaskan kepergian sang ayah dan kembali mengajar di desa. Banyak nasehat yang sudah didapatkan oleh Bu Sarita tapi belum ada satupun hal yang bisa menggerakan hati beliau. Selama di rumah sosok sang ayah selalu terkenang oleh Bu Sarita, kadang beliau melihat foto-foto sang ayah ketika masih muda, foto-foto ketika beliau masih mengajar menjadi guru. Banyak foto-foto kenangan yang dilihat oleh Bu Sarita, dan terdapat satu foto yang pada akhirnya bisa menggerakan hati Bu Sarita.
Itu adalah foto sang ayah ketika bersama muridnya yang saling merangkul dan memegang piala dengan ekspersi wajah riang nan gembira. Melihat foto itu membuat Bu Sarita menangis tersendu-sendu sambil mengingat perjuangan dan kenangan sang ayah ketika masih muda dulu. Hal tersebut membuat Bu Sarita tersadar akan anak-anak dan memutuskan ingin segera kembali ke desa.
Sesuatu yang ingin segera dilakukan oleh Bu Sarita ketika kembali ke desa adalah memeluk anak-anak dan meminta maaf karena telah meninggalkan mereka selama lebih dari dua bulan. Bu Sarita tidak terpikirkan akan bisa meninggalkan anak-anak karena kehilangan seorang ayah, namun Bu Sarita kini sudah melepaskan segalanya dan ingin kembali berjuang untuk anak-anak.
Pada momen pertama ketika Bu Sarita kembali, beliau dikagetkan dengan anak-anak yang bernyanyi lagu kebangsaan dengan lantang dan hormat kepada Sang Merah Putih, hal tersebut menggugah hati dari Bu Sarita yang kini hanya bisa terdiam sambil menangis haru melihat anak-anak didiknya. Semua hal yang telah dilalui oleh Bu Sarita hanya membuat dirinya ingin selalu bersama anak-anak dan membuat mereka menjadi lebih pintar.
Banyak hal yang Bu Sarita ajarkan kepada anak-anak di desa, dan banyak hal yang bisa anak - anak desa dapat dari seorang Ibu Sarita.
Ibu Sarita akan selalu berjuang untuk anak-anak dan membuat mereka sadar akan pentingnya pendidikan, dan membuat mereka sadar akan cintanya terhadap INDONESIA.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Sendirian Mencari Pahlawan
Sabtu, 4 Desember 2021 20:47 WIBHarapan Anak-anak Desa
Sabtu, 4 Desember 2021 20:44 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler