x

Teater mahasiswa UGM

Iklan

Khalqinus Taaddin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 4 Desember 2021

Minggu, 5 Desember 2021 05:33 WIB

Sutradara dalam Seni Pertunjukan Teater

Seorang sutradara harus mampu memutar pikiran, mencari referensi, merenung, melamun bilaperlu tafakur untuk memunculkan ide-ide baru dalam membentuk sebuah pertunjukan yang mampu membawa penonton kedalam sebuah pementasan sehingga dapat terciptanya dialog-dialog dari penonton dengan penyelenggara pementasan diakhir pementasan, biasanya diistilahkan dengan sarahsehan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada tahun 2018, ketika itu saya dipilih sebagai sutradara untuk pentas seni pertunjukan dalam salah satu program kerja (proker) dari Devisi Pelatihan dan Pementasan Lembaga Seni Otonom (LSO) Teater Sinden Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang. Dari dipilihnya saya menjadi sutradara yang harus mampu mereduksi, memahami, menganalisis dan menginterpretasi naskah yang kemudian mengimplementasikan di waktu latihan untuk aktor dan aktris. Pada saat itu, saya membawakan naskah yang berjudul Dukun-Dukunan karya dari Putut Buchori yang dimana isi naskah tersebut beberapa naskahnya menggunakan bahawa Jawa. Dengan hal ini, seperti pada proses seni pertunjukan biasanya, saya bersama tim melakukan bedah naskah untuk memahami dan mengartikan maksud dan substansi dari naskah itu sendiri. Namun, sebagai sutradara, sebelum aksi bedah naskah dilakukan haruslah terlebih dahulu memahami naskah itu sendiri. Artinya, sutradara haruslah lebih memahami apa yang terkandung didalam naskah dari tim-tim lainnya, karena sutradara sebagai pengatur panggung sebuah pementasan. Oleh karena itu, saya yang bukan wong jowo, sebelum latihan berlangsung saya terlebih dahulu mengajak salah satu teman asli Jawa dari Tuban Jawa Timur yang juga anggota dari Teater Sinden untuk menterjemahkan dialog-dialog dalam naskah yang menggunakan bahasa Jawa ke bahasa Indonesia.

Proses latihan pentas bagi mahasiswa baru tersebut berlangsung kurang lebih selama satu (1) bulan yang sekaligus membuat saya selalu tidur menjelang subuh bahkan setelah subuh untuk memahami naskah didepan laptop dan naskah, dan setelah itu jika ada kelas perkuliahan tanpa tidur (istirahat) saya bergegas menuju kampus, bahkan didalam kelas terkadang saya malah justru membuka dan membaca naskah. Sementara, perasaan ngantuk sudah tidak terelakan yang saya rasakan. Waktu istirahat saya dapatkan biasanya siang hari dan itupun kadang-kadang jika tidak ada jam perkuliahan. Selama satu bulan, saya bersama tim pementasan konsisten dalam latihan setiap malamnya di halaman parkiran kampus.

Seni Pertunjukan Teater Bagi Saya

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Disamping bekerja untuk pementasan didalam kamar kos saya yang luasnya jika 3 orang meniduri pasti sudah saling tendang saking sempitnya bahkan pikiran juga tak luput merasa sempit dan kehabisan ide serta kata-kata jika dipenuhi kerja didalam kamar kos. Oleh karena itu, saya tidak jarang pula melakukan pekerjaan untuk pementasan di warung kopi yang dengan uang 7 ribu dapat membeli secangkir kopi untuk menemani sehingga terbukti dapat melancarkan aliran saraf pikiran bekerja lebih baik.

Seorang sutradara harus mampu memutar pikiran, mencari referensi, merenung, melamun bilaperlu tafakur untuk memunculkan ide-ide baru dalam membentuk sebuah pertunjukan yang mampu membawa penonton kedalam sebuah pementasan sehingga dapat terciptanya dialog-dialog dari penonton dengan penyelenggara pementasan diakhir pementasan, biasanya diistilahkan dengan sarahsehan. Karena, sebuah pertunjukan teater bagi saya harus mampu menciptakan ruang dan waktu untuk berdialog dan berdiskusi antar sutradara, pemain maupun tim lainnya dengan penonton tentang pertunjukan itu sendiri, artinya menimbulkan sebuah pertanyaan dari penonton dari apa yang terjadi dalam sebuah pementasan.

Seni pertunjukan teater bagi saya adalah kehidupan, didalamnya ada aktor-aktris yang memainkan peran dan berdialog dengan dibantu oleh ligthing (pencahayaan), musik, setting (penata panggung), make up dan wardrop atau penata pakaian. Semua yang ada dan peristiwa dipanggung diatur oleh sutradara yang diibaratkan Tuhan yang mengatur kehidupan, kehidupan (dunia) itu sendiri panggungnya. Sementara, manusia hanya menjalankan perannya masing-masing yang sudah diatur dan menjauhi segala larangannya. Namun, seorang sutradara jangan sampai menganggap dirinya sebagai Tuhan, karena seorang sutradara itu sendiri dikehendaki oleh Tuhan.

Teater bagi saya adalah media yang dapat digunakan untuk memandang kehidupan di dunia sesungguhnya. Karena, seni pertunjukan teater mampu memperlihatkan dan menyampaikan peristiwa kehidupan. Dalam hal ini saya lebih khusus memandang teater sebagai media yang mampu melihat dan menyampaikan peristiwa kehidupan sosial, budaya dan politik secara lugas yang mudah dapat dipahami dan diterima.  

Ketika saya dipilih menjadi sutradara pada tahun 2018 kemudian saya memilih naskah Dukun-Dukunan yang pernah saya tonton pada pementasan sebelumnya di Universitas Brawijaya. Oleh karena itu, setidaknya saya memahami alur dan pesan yang disampaikan dalam naskah tersebut sebelumnya, meskipun pesan itu sendiri dihasilkan dan dibuat oleh masing-masing sutradara apa yang akan disampaikan dari naskah itu sendiri. Artinya, pementasan yang saya tonton di UB tersebut hanyalah referensi dan justifikasi (penguat) dalam memilih naskah yang saya bawakan tersebut. Pada pementasan yang saya tonton di Universitas Brawijaya dengan apa yang saya bentuk ketika menjadi sutradara tentunya banyak berbedaan meskipun naskahnya sama.

Garis Besar Isi Naskah  

Dalam naskah tersebut, bercerita bagaimana perbedaan antara keluarga dari kelas sosial atas dengan keluarga dari kelas sosial bawah. Dimana Pak Martabat dengan Bu Martabat yang dari kelas sosial atas ingin memperjodohkan anak perempuannya yang baru saja lulus dari sekolah menengah, namun anak perempuannya yang bernama Putri itu ingin melanjutkan sekolahnya ke tahap yang lebih tinggi. Akan tetapi perjodohan sudah didepan mata dan sebentar lagi acara segera berlangsung. Untuk menggagalkan acara perjodohan tersebut, Putri berpura-pura menjadi bisu yang membuat orang tuanya khwatir akan penyakit anaknya. Kemudian, Bu Martabat dan Pak Martabat menyuruh pembantunya yang bernama Parji mencarikannya seorang dukun ampuh di pelosok desa yang mempu mengobati segala macam penyakit. Namun, sebelum pembantu rumah tangga tersebut mencari seorang dukun ampuh, Bu Martabat dan Pak Martabat telah mendatangkan beberapa dokter untuk mengobati anaknya, akan tetapi tak ada satupun dokter yang mampu menyembuhkan Putri.

Sementara, sepasang suami istri dari kelas bawah yang tinggal di pelosok kampung sedang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Sedangkan, si suami pekerjaannya hanya moncang mancing yang membuat istrinya merasa geram. Kemudian, ketika Parji mendatangi rumah pagar terbuat dari gedek milik sepasang suami istri tersebut, dengan harapan mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan, kemudian sang istri menjadikan suaminya sebagai dukun yang sebenarnya bukan dukun sebetulnya.

Akhirnya, sang suami menju perkotaan untuk mengobati Putri anak dari keluarga kelas atas itu. Namun, setelah berjam-jam suami tidak pulang, sang istri merasa rindu ingin bertemu dengan suami. Sang istripun menyusul suami ke perkotaan dan akhirnya Pak Martabat dan Bu Martabat mengetahui jika dukun ampuh tersebut bukan dukun sebenarnya akan tetapi dukun-dukunan atau dukun gadungan.

Pada pementasan pada tahun 2018 dengan naskah Dukun-Dukunan karya Putut Buchori tersebut, saya sebagai sutradara ingin menyampaikan pesan dalam media seni pertunjukan teater secara umum bahwa “Pendidikan adalah cara paling ampuh yang bisa digunakan untuk mengubah dunia”.

Seni pertunjukan teater dengan proses yang berbulan-bulan (minimal 1 bulan) memiliki banyak dialektika gagasan, ide-pemikiran, tanggapan, sanggahan maupun penolakan yang terjadi didalamnya selama proses penggarapan. Bahkan, setelah pertunjukan selesai dipentaskan masih ada dialektika-dialektika yang dihasilkan dari terciptanya ruang dan waktu akibat dari pementasan itu sendiri. Itulah seni pertunjukan yang hidup. 

Ikuti tulisan menarik Khalqinus Taaddin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler