Penyandang autisme memiliki gangguan pada interaksi sosial (kesulitan dalam hubungan sosial), kesulitan dalam berkomunikasi verbal maupun nonverbal, kesulitan dalam imajinasi, perilakunya repetitif, dan resistensi (tidak mudah mengikuti) terhadap perubahan pada rutinitas.
Kesulitan dalam hubungan sosial ditandal dengan perilaku “aneh” dan berbeda dengan orang lain. Kesulitan dalam berkomunikasi verbal maupun nonverbal ditandai dengan kesulitan memaknai gerak tubuh, ekspresi muka atau nada dan warna suara).
Kesulitan imajinasi ditandai dengan kesulitan dalam bermain, akti- vitas bermainnya terbatas, mencontoh dan mengikuti secara kaku dan berulang-ulang.
Ada dua jenis autisme, yaitu autisme semu dan autisme yang sungguh-sungguh (Tin Suharmini, 2002). Autisme semu, yaitu tingkah laku autis yang disebabkan oleh kekurangan afeksi atau kekurang- lengkapan dalam pemeriksaan penyebab autisme. Autisme sunguh-sungguh adalah autisme yang disebabkan karena kerusakan otak disebabkan oleh trauma kelahiran atau radang selaput otak.
Tin Suharmini (2002), menggambarkan ciri khas yang menonjol pada perilaku anak autisme adalah:
1. Sejak dilahirkan mempunyai kontak sosial yang sangat terbatas.
2. Perhatian tidak tertuju pada orang lain, tetapi hanya benda-benda mati. Anak autisme memersepsikan orang lain yang dihadapi sebagai suatu benda, sehingga kadang-kadang anak autisme tidak tahu kalau yang dihadapi adalah ibunya.
3. Tenggelam dalam penghayatan-penghayatan taktil-kinestetis, misalnya meraba-raba dirinya sendiri.
4. Sebagaian mereka mempunyai ingatan yang baik.
5. Fantasinya kurang.
6. Perkembangan bahasanya terlambat.
Ikuti tulisan menarik Winda Yustika lainnya di sini.