x

Iklan

Tidak Aktif

Pembaca Indonesiana
Bergabung Sejak: 7 Desember 2021

Selasa, 7 Desember 2021 15:51 WIB

Perjodohan Kilat dan Petir

Pemerintahan Kaisar Yujeong diwarnai dengan wabah, kelaparan, dan bencana yang menyebabkan kematian yang tidak terhitung jumlahnya. Ia bahkan rela menipu para dewa untuk keuntungan diri sendiri meskipun leluhurnya tidak lain dan tidak bukan berasal dari kerajaan para dewa. Para dewa akhirnya memutuskan untuk melenyapkan kekaisaran ini demi kebaikan seluruh penduduk bumi, tetapi mereka hanya menyisakan seorang saja sebagai tawanan mereka. Apakah tawanan ini akan hidup selamanya melayani para dewa dengan penuh derita dan kesengsaraan atau apakah nasib baik akan berpihak kepadanya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Lima ribu tahun yang lalu, hubungan manusia di bumi dan para dewa di langit sangatlah erat bagaikan ibu dan anak. Ada kalanya dewa akan turun ke bumi untuk berbaur langsung di kehidupan manusia, sebagian bahkan menikah dan membangun keluarga dengan manusia. Keluarga hasil perkawinan antara manusia dan dewa kemudian menghimpun kekuasaan dan mempersatukan rakyat yang terpecah belah sehingga mereka dinobatkan sebagai keluarga kekaisaran.

Ada banyak sekali manusia keturunan dewa yang hidup di bumi dan membangun kekaisaran kecil versi mereka sendiri. Di antara kekaisaran-kekaisaran ini, ada sebuah kekaisaran kecil di barat pulau Dong yang dipimpin oleh kaisar bernama Yujeong. Kaisar Yujeong adalah keturunan dewa musik dan ia suka sekali berpesta dan bersenang-senang dengan wanita. Ia memiliki kebiasaan bahwa setiap malam purnama di bulan Mei hingga Juni, ia akan menunjuk selir baru dan menghabiskan malam pertama bersama mereka.

Sebelum menghabiskan malam pertama dengan selir barunya, pertama ia akan berpesta dengan tarian, musik, dan tentu saja berbagai macam hidangan dan minuman keras di Aula Giok Berdenting. Setelah mabuk-mabukan dan berpesta hingga tengah malam, barulah ia akan bertolak menuju kamar tidurnya di mana selir barunya menunggu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tidak ada masalah yang muncul dengan kebiasaan ini hingga tahun keenam pemerintahan Kaisar Yujeong. Memasuki tahun ketujuh, sejumlah masalah yang aneh selalu muncul setiap kali Kaisar akan bermalam dengan selir barunya. Sebelum sempat menyambut kedatangan Kaisar di kamarnya, selir baru tersebut akan mengalami kematian yang tragis. Ada yang menusuk dirinya dengan pisau, menenggelamkan dirinya di kolam, bahkan membentur-benturkan kepalanya ke tembok hingga meninggal.

Merasa dirugikan, Kaisar memerintahkan para bawahannya untuk menginvestigasi kasus-kasus ini, tetapi tidak ada satupun yang berhasil memecahkannya. Karena putus asa, Kaisar memanggil seorang pertapa dan memintanya memecahkan masalah ini. Setelah berdoa dan membaca mantra, pertapa ini menghadap Kaisar untuk memberikan penjelasan tentang fenomena tidak wajar yang terjadi di istana.

Pertapa: Yang Mulia, Hamba tidak berani menyinggung Yang Mulia, tetapi Hamba harus mengatakan kebenaran surgawi atau kemarahan dewa tidak tertahankan lagi. Para selir yang menghadapi kematian itu... mereka terbakar oleh kecemburuan raja langit. Raja langit menghukum para selir ini dengan mengubah mereka menjadi gentayangan yang akan mencelakakan keselamatan Yang Mulia.

Kaisar murka mendengar jawaban pertapa tersebut dan mengirimkannya ke pengasingan di sebuah pulau terpencil. Kemudian ia memanggil ratusan biksu untuk menenangkan dan mengusir arwah para selir yang dikutuk tersebut secara baik-baik. Bukannya mendapatkan ketenangan, sebagian biksu tersebut malah mengalami kerasukan bahkan salah satu di antaranya berani mengutuk seisi kekaisaran sebelum membakar dirinya sendiri.

Tidak kehabisan akal, Kaisar beride untuk memasang jebakan dengan menumbalkan seorang dukun wanita junior sebagai selir barunya. Berbeda dengan kebiasaan sebelumnya, setelah jamuan pesta selesai, ia tidak bermalam dengan selir barunya di kamar tidurnya, tetapi di Aula Giok Berdenting itu sendiri. Saat akan menghabiskan malam bersama, Kaisar memerintahkan selir barunya itu untuk melakukan ritual bunuh diri untuk menenangkan arwah selir gentayangan dan mengembalikan ketentraman di istana. Meski merasa enggan dan terkejut dengan perintah dadakan tersebut, ia menghabisi nyawanya sendiri tepat di hadapan Kaisar dalam satu kejapan mata. Saat para pelayan akan membawa jasad selir baru tersebut, betapa terkejutnya mereka ketika ia bangkit dari kematian dan berbicara sambil membelalakkan mata kepada Kaisar.

Selir baru: Kau, lihatlah betapa berdarah dinginnya kau! Bahkan dewa musik berhenti memainkan lagu-lagu surgawi setelah menyaksikan jutaan rakyat mati karena kelaparan, bencana, dan wabah yang sama sekali tidak kau tangani! Kutukan ini tidak akan berakhir sampai kau mempersembahkan kedua matamu kepada naga di gunung Sogak! Berani membangkang berarti berani berdosa... kematianmu akan menjadi yang paling tragis dalam sejarah...

Tanpa berpikir panjang lagi, ketika matahari menyingsing dari timur, Kaisar segera berangkat menuju gunung Sogak dengan ribuan iring-iringan pelayan dan tentara. Setelah tiga hari tiga malam melakukan perjalanan jauh, sampailah ia di sebuah lembah suci di gunung Sogak. Setelah memberikan persembahan dan melakukan ritual pemanggilan naga selaku makhluk suci peliharaan para dewa, muncullah dewi matahari dan bulan bersama dengan seekor naga raksasa berwarna putih berkilau seperti gunung es. Mereka bertanya di mana persembahan kedua bola mata Kaisar untuk sang naga. Kaisar berkata persembahan akan diberikan sebentar lagi di mana ia sudah mempersiapkan pisau untuk mencungkil kedua bola matanya.

Kaisar menghunus pisau berhiaskan permata dari pinggangnya. Sayangnya, sebelum kedatangannya ke lembah suci, Kaisar sudah membuat siasat dengan para tentaranya bahwa gerakan tersebut adalah sebuah isyarat untuk menyerang. Benar saja, ribuan tentara segera melontarkan anak panah yang terbuat dari emas yang ujungnya sudah dilumuri oleh racun kalajengking sakti yang hidup di pulau Dong. Naga, tidak terkecuali dewi matahari dan bulan, terkena puluhan anak panah tersebut. Hanya naga yang selamat karena dewi matahari dan bulan menjemput ajal di tempat.

Naga menjadi gusar dengan tipu daya Kaisar. Meskipun merasa kesakitan karena racun kalajengking terlarut di dalam darahnya, ia melancarkan serangan dengan mengibaskan ekornya kepada para tentara Kaisar dan berhasil melarikan diri menuju langit tempat tinggal para dewa dengan membawa jasad kedua dewi yang telah meninggal. Seketika naga meninggalkan lembah suci, langit yang tadinya terang benderang oleh cahaya matahari menjadi gelap gulita seperti dasar sumur yang tertutup oleh bongkahan batu. Kaisar dan sisa iring-iringannya kembali ke istana meskipun kecepatan perjalanan mereka sepuluh kali lebih lambat daripada kecepatan saat mereka berangkat.

Di kerajaan para dewa, raja langit dan dewa lainnya mengadakan pertemuan darurat membahas tentang tindakan apa yang akan mereka ambil untuk menghukum Kaisar Yujeong yang tidak bermoral tersebut hingga menyebabkan kematian dewi matahari dan bulan. Banyak dewa yang ingin menghancurkan seluruh kehidupan di bumi sebagai hukuman atas pembangkangan tersebut. Tiba-tiba di tengah-tengah pertemuan, seekor angsa putih terbang ke pangkuan raja langit dan berbicara dengan perantara dukun bahwa putri sulung Kaisar Yujeong yang bernama Putri Myeongan bersedia menggantikan ayahnya mengorbankan kedua bola matanya dan menghidupkan kembali dewi matahari dan bulan.

Raja langit tersentuh dengan maksud baik sang putri, tetapi ia tetap tidak mempercayai sepenuhnya perkataan Putri Myeongan karena ia tidak mau terjatuh ke dalam tipuan manusia untuk kedua kalinya. Seakan dapat memahami isi pikiran raja langit, angsa putih berkata jika ia tidak dapat mengorbankan kedua matanya, ia bersedia untuk menjadi tawanan para dewa untuk menebus dosa-dosa ayahnya. Putri Myeongan bahkan berkata ia rela mengerjakan pekerjaan kasar asalkan mereka bersedia untuk mengembalikan cahaya matahari dan bulan ke bumi.

Para dewa mulai mempertimbangkan tawaran Putri Myeongan dengan serius hingga akhirnya, dewa petir meminta izin raja langit untuk membelah pulau Dong sebelah barat hingga tenggelam dan menjatuhkan hukuman tidak hanya kepada Kaisar Yujeong, tetapi juga seluruh wilayah kekuasaannya. Menurutnya, perbuatan Kaisar Yujeong sama sekali tidak dapat diampuni sehingga seluruh kekaisaran harus dilenyapkan, tetapi hanya Putri Myeongan yang akan dibiarkan hidup sebagai tawanan para dewa. Naga, bersama dengan dewa kematian, bersama-sama meminta izin raja langit untuk menghidupkan kembali dewi matahari dan bulan karena mereka khawatir kedua mata Putri Myeongan tidak akan cukup laik untuk menggantikan matahari dan bulan di langit.

Raja langit setuju dengan usul dewa petir, dewa kematian, dan naga. Sementara dewa petir berangkat untuk menyambar seluruh kekaisaran Kaisar Yujeong, raja langit mengutus naga untuk menjemput Putri Myeongan dan membawanya ke kerajaan langit. Putri Myeongan berpisah dari keluarga dan para pelayannya tanpa mengucapkan selamat tinggal dan terbang ke kerajaan langit bersama naga. Petir menyambar-nyambar dengan liar sementara Putri Myeongan terbang di atas punggung naga. Keadaan ini membuatnya sadar bahwa para dewa tidak akan membiarkan ayahnya dan kekaisarannya begitu saja di bumi.

Sesampainya di kerajaan langit, Putri Myeongan ikut serta dalam ritual kebangkitan dewi matahari dan bulan yang dilakukan oleh dewa kematian dan naga. Sebagai persembahan, naga mencungkil kedua bola matanya untuk diberikan kepada dewa kematian dengan tusuk rambut di kepala Putri Myeongan. Saat ritual hampir selesai, sebuah petir besar menyambar seluruh kekaisaran Kaisar Yujeong hingga rata ke dasar lautan.

Setelah kekaisarannya tenggelam tidak bersisa dan matahari kembali bersinar di bumi, Putri Myeongan kembali menawarkan dirinya untuk menjadi tawanan para dewa. Melihat integritas sang putri, dewi matahari dan bulan yang sudah dibangkitkan kembali dari kematian merasa tersentuh. Mereka memberkati Putri Myeongan dengan cahaya surgawi dan meminta izin raja langit untuk menjadikan sang putri anggota kerajaan para dewa alih-alih seorang tawanan. Raja langit setuju dan memerintahkan agar dewa petir menjadikan Putri Myeongan sebagai istrinya.

Putri Myeongan secara resmi menjadi istri dari dewa petir. Selain cahaya surgawi yang diterimanya dari dewi matahari dan bulan, ia juga mendapatkan keabadian dari dewa kematian sehingga ia tidak akan pernah menua dan meninggal. Dewa petir dan sang putri saling menghormati dan menyayangi sebagai pasangan yang baru. Itulah sebabnya setiap kali petir menyambar ke bumi, kilat yang merupakan perwujudan cahaya surgawi yang dimiliki Putri Myeongan selalu menyertai.

Setelah Kaisar Yujeong dan kekaisarannya tenggelam, hubungan para dewa dan manusia menjadi sangat renggang sehingga manusia yang lahir setelah tenggelamnya kekaisaran Kaisar Yujeong tidak memiliki hubungan batin dan kekuatan spiritual yang sangat dekat dengan para dewa. Para dewa dengan waspada mengawasi kehidupan manusia di bumi melalui kedua bola mata naga yang kini menjelma sebagai matahari dan bulan. Sementara matahari mengawasi manusia di siang hari, bulan mengawasi manusia di malam hari. Dengan begini, pengawasan para dewa terhadap manusia tidak akan terlepas kapanpun jua.

Ikuti tulisan menarik Tidak Aktif lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler