Aku, Kamu, dan Bandara

Rabu, 8 Desember 2021 09:35 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ini tentang Aileen yang bertemu dengan seorang lelaki di bandara. Pertemuan itu yang membuat mereka menjadi dekat. Tenyata pertemuan mereka saat itu bukan sebuah kebetulan, sebuah kilasan ingatan yang sempat hilang muncul kembali membuat semua menjadi semakin jelas. Aku, kamu, dan bandara yang menjadi saksi pertemuan kita saat itu.

       Aileen melihat jam tangannya berkali-kali. Sudah lama sekali ia menunggu, tapi yang ditunggu sejak tadi belum menunjukkan batang hidungnya. Memang menunggu itu tak enak, apalagi tanpa kepastian. Namun ditunggu juga tidak enak karena ia tahu betul bagaimana tak enaknya menunggu. Aileen mengangkat kertas A3 yang dibawanya, karena memang ia belum pernah bertemu dengan orang yang sedari tadi ditunggunya. Kertas bertuliskan 'Abigail Putra' ia goyang-goyangkan saat sekiranya orang yang ia tunggu lewat di depannya. Aileen menghela napas lelah, ia memutuskan untuk mencari minum terlebih dahulu. Biarlah laki-laki itu yang mencarinya, entah dengan cara apa ia sudah tak peduli.

          Setelah mengantri sekian lama, Aileen akhirnya mendapatkan segelas caramel macchiato kesukaannya. Bandara memang tak pernah sepi, hal ini yang membuatnya sangat malas untuk kemari. Namun apa mau dikata karena ia tak bisa menolak perintah mamanya. Aileen berbalik ke tempat tadi, ia baru ingat jika meninggalkan kertas tadi asal di salah satu bangku dekat tempatnya menunggu. Saat Aileen kembali ke bangku tadi, ternyata sudah ada seorang lelaki yang berdiri sembari memandangi kertas tersebut.

"Misi, Mas," ujar Aileen.

"Aileen?" tanya lelaki itu dengan suara bass-nya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Iya?" sahut Aileen, sebentar kenapa lelaki di depannya ini mengetahui namanya?

"Gue Gail, orang yang lo tunggu."

            Aileen agak geli sebenarnya dengan ucapan Gail, sudah seperti pacar yang sudah lama LDR saja. Ia memindai lelaki di depannya ini dan mencocokkan dengan foto yang ada di ponselnya. Ternyata memang benar, bisa dibilang Gail ini termasuk golongan orang yang good looking dan apa ini mengapa jantungnya tiba-tiba berdetak tak karuan?

"Oh, ternyata lo. Gue kira siapa tadi, ayo ke mobil," ajak Aileen setelah menjernihkan pikirannya yang sempat oleng tadi.

            Namun naas ada seorang lelaki yang menyenggolnya dan membuat caramel macchiato yang baru saja dia minum satu teguk itu tumpah mengenai bajunya. Untung saja minuman ini tak panas, kalau panas bisa merah-merah kulitnya yang sensitif ini. Sialnya lagi lelaki yang menabraknya itu malah pergi begitu saja. Saat Aileen meratapi bajunya sembari mengumpati orang yang menabraknya, Gail melepas jaketnya dan memberikannya pada Aileen.

"Pake."

Aileen menerima dan memakainya, ia mengucap terima kasih pada Gail dengan suara pelan.

"Sama-sama, ayo balik."

Gail berjalan ke parkiran mendahului Aileen, padahal tidak tahu dimana mobil Aileen terparkir. Salahnya perempuan di belakangnya ini lama sekali. Membuat dia greget saja, untung saja Gail tak terkena jetlag.

"Heh, mobilnya disini." Aileen berucap sambil menunjuk arah sebaliknya.

"Bilang dong."

        Saat di perjalanan hanya hening menguasai. Aileen masih dongkol dengan Gail, yah walaupun lelaki di sebelahnya ini tadi meminjamkan jaketnya untuk dia pakai, tapi tetap saja tingkahnya menyebalkan. Sedangkan Gail malah asik tertidur di kursi sebelah kemudi. Aileen benar-benar sudah seperti supir pribadinya saja. Jatuh sudah harga dirinya saat ini.

"Woy Ga, bangun!"

"Oh udah sampe."

Gail langsung keluar begitu saja, lalu mengeluarkan kopernya dari bagasi.

"Eh Gail udah dateng, gimana? Nggak jetlag kan?" sambut Tya yang merupakan ibu dari Aileen.

"Alhamdulillah enggak kok, Tante apa kabar?" Gail menyalami Tya, sedangkan Aileen yang merasa teracuhkan langsung masuk ke dalam rumah sembari mendumel. Ia memutuskan untuk pergi ke kamar saja, seperti biasa rebahan adalah Aileen dan Aileen adalah rebahan.

"Akhirnya, gue bisa rebahan."

Aileen mengambil ponselnya dan membuka aplikasi untuk membaca novel online. Sungguh ia bisa tidak bergerak dari kasur jika ada wifi, listrik, dan yang terpenting hari libur.

              Sudah satu jam Aileen menghabiskan waktunya bersama dengan ponselnya. Tiba-tiba ia mendengar suara rusuh dari kamar sebelahnya. Tunggu sebentar, bukannya kamar di sebelah kosong? Kenapa ada suara dari dalam sana? Karena penasaran, Aileen mengendap-endap sampai di depan pintu kamar itu. Ia menempelkan telinganya ke daun pintu karena sudah tak mendengar suara lagi. Namun, tiba-tiba saja pintu itu terbuka dan membuat Aileen terjerembab.

"Lo ngintipin gue ya?" tanya Gail penuh selidik.

"Enak aja, ternyata lo yang disini. Gue kira lo cuman mampir gitu, ternyata malah nginep disini," kata Aileen sewot.

"Asal lo tau ya, gue disini sekitar sebulan atau mungkin sampai nemu apartemen yang cocok."

"Heh, rumah gue bukan panti sosial ya."

"Bodo."

Gail masuk kembali ke kamar dan langsung menutup pintu tepat di depan muka Aileen.

"Hih, ada ya manusia nyebelin tingkat dewa macem dia. Sabar Aileen, orang sabar kuburannya lebar."

Sejak Gail tinggal di rumah Aileen, keributan pasti akan terjadi setiap hari. Padahal hanya masalah kecil, tapi tetap saja diributkan. Sudah seperti serial kartun kucing dan tikus.

"Woi, kembaliin nggak headset gue?!" teriak Aileen menggelegar dengan mengejar Gail yang berlari jauh di depannya, saat ini hanya ada mereka berdua di rumah.

"Balikin sini, gue kutuk jadi batu tau rasa lo!"

Aileen berhenti berlari dan memilih duduk di sofa ruang tamu.

"Hahaha lucu banget lo, udah kayak penyihir aja. Oh iya, lo kan emang nenek sihir."

"Gail!!!"

              Selain gemar bermain basket, kegemaran Gail sekarang adalah menjahili Aileen. Memang sangat tidak berfaedah sekali, tapi Gail suka saat melihat berbagai ekspresi yang muncul di wajah Aileen. Bahkan, saat Aileen sedang melakukan pembelajaran online lewat zoom meeting, masih saja Gail menggangunya.

"Ah nggak seru lo, masa gitu aja nyerah sih."

"Bodo amat, gue nggak denger," ujar Aileen kesal. Padahal sudah pukul jam 8 malam tapi tetap saja makhluk astral ini masih mengganggu Aileen.

Tiba-tiba terdengar suara petir menyambar, tepat setelah itu juga listrik padam. Aileen berjongkok dan menutup telinganya, entah sejak kapan tapi yang pasti setiap ada petir pasti ia langsung panik berlebihan.

"Leen, lo nggak papa kan?" tanya Gail yang mendengar suara isakan. Tak ada jawaban sama sekali, Gail yang kebetulan membawa ponsel di saku celana menghidupkan flash ponselnya. Terlihat Aileen yang meringkuk ketakutan, Gail mencoba mendekat.

"Hei Leen, lo oke?" tanya Gail sekali lagi, Aileen mendongakkan kepalanya dan terlihat linangan air mata di pipinya. Aileen reflek memeluk Gail, karena biasanya Tya memeluknya di saat seperti ini. Tentu saja Gail terkejut, tapi kemudian ia kembali rileks, Gail mengelus-elus punggung Aileen berusaha untuk menenangkan.

              Aileen memejamkan matanya, saat itu juga kilasan kejadian muncul di memorinya. Aileen teringat kejadian itu, kejadian dua tahun lalu yang nyaris merenggut nyawanya. Saat itu ia dalam perjalanan udara ke Amerika, tetapi naas pesawat yang ditumpanginya mengalami turbulensi. Sang pilot langsung berinisiatif mendaratkan pesawatnya di bandara terdekat, untung saja ada sebuah bandara lokal di dekat sana. Namun tetap saja keadaannya sulit, alhasil pesawat itu bisa mendarat, tapi pesawat mengalami guncangan dan pendaratan yang tidak mulus. Hal itu membuat para penumpang luka parah, termasuk Aileen. Aileen sempat koma selama satu minggu dan untungnya dapat tersadar kembali, walaupun sebagian ingatannya hilang. Tujuan Aileen ke Amerika adalah menyusul Gail untuk memberikan kejutan. Kemudian yang Aileen ingat lagi ialah pertemuannya pertama kali dengan Gail di bandara.

Aileen saat itu tengah menunggu temannya yang datang dari Bali bernama Seira. Aileen yang terlalu fokus dengan ponselnya, tak memperhatikan papan peringatan lantai yang basah karena baru saja dipel. Sontak saja Aileen terpeleset, tapi untungnya ada sebuah tangan yang menahannya supaya tidak jatuh.

"Lo nggak papa?" tanya orang yang menolongnya.

"Gue nggak papa kok, makasih ya udah nolongin gue."

"Sama-sama," balas lelaki di depannya ini seraya tersenyum hingga memperlihatkan lesung pipinya. Aileen mengalihkan pandangannya, ia mengipas-ngipas wajahnya yang memerah karena hatinya terasa meleleh melihat senyum lelaki ini. Saat Aileen akan berkenalan, telepon dari Seira menginterupsinya. Ternyata Seira sudah ada di parkiran, terpaksa Aileen berpamitan lalu menyusul ke parkiran. Jika tidak, ia akan mendengar Seira mengoceh panjang lebar karena dirinya yang terlalu lama.

           Seminggu kemudian, Aileen kembali ke bandara lagi, ia sudah mengantarkan Seira yang akan menaiki penerbangan kembali ke Bali. Aileen banyak memiliki teman, baik internasional maupun lokal dan tak jarang temannya berkunjung ke Jakarta. Maka dari itu, bisa dibilang Aileen sangat sering ke bandara. Aileen tak sengaja melihat sosok lelaki yang menolongnya kemarin. Ia mencoba mengejar sosok itu, tapi sayang sekali sosoknya sudah tak terkejar. Akhirnya, Aileen pulang dengan perasaan lesu.

              Sebulan telah berlalu, hari ini Aileen mendapat kunjungan lagi dari temannya yang ada di Singapura. Walaupun Aileen belum pernah bertemu sama sekali dengan temannya ini, tapi mereka sudah bisa dibilang akrab. Selain karena Aileen yang memiliki sifat mudah bergaul, mereka berdua juga memiliki banyak kesamaan yang membuat mereka secara tidak langsung memiliki chemistry yang baik.

Aileen tak sengaja menginjak kaki orang di belakangnya karena keadaan bandara yang sangat ramai. Aileen membalikkan badannya untuk meminta maaf.

"Loh, lo yang waktu itu kan?!" tanya Aileen antusias.

"Iya, gue inget lo yang nyaris kepleset waktu itu"

"Jelek banget ingatan lo tentang gue."

"Hahaha maaf, ngomong-ngomong kita belum kenalan kan? Nama gue Abigail, biasa dipanggil Gail." Gail mengulurkan tangannya yang langsung disambut baik oleh Aileen.

"Gue Aileen, btw gue sebulan lalu kayaknya lihat lo deh. Lo sering banget ya kesini?"

"Oh iya waktu itu gue berangkat ke Amerika, emang gue sering banget kesini karena mau ke luar negeri, entah itu untuk pertukaran pelajar atau ikut olimpiade."

"Woah, lo jenius dong."

"Gue nggak mau sombong sih," canda Gail.

          Mereka berbincang-bincang sejenak dan bertukar kontak. Sejak saat itu mereka dekat, selain sering bertemu secara tak sengaja di bandara, mereka juga sering pergi ke luar bersama. Hingga munculah benih-benih cinta di antara mereka. Singkat cerita mereka berpacaran, tapi baru seminggu mereka memulai hubungan, Gail mendapat tawaran beasiswa untuk kuliah di Amerika. Walaupun berat, tentunya Aileen tak bisa melarang karena itu untuk masa depan Gail. Selama itu juga mereka melalui hubungan jarak jauh selama dua tahun.

          Kemudian kejadian naas itu terjadi. Hal itu membuat Gail sangat merasa bersalah pada dirinya sendiri. Andai saja Aileen tak berusaha menyusulnya saat itu, ia hanya bisa berandai-andai. Gail selalu menunggui Aileen hingga gadis itu siuman dan yang membuatnya tambah hancur lagi ialah Aileen yang melupakan dirinya. Sayang sekali saat itu Gail harus segera kembali ke Amerika untuk kuliah, ia sengaja menetap disana setahun lebih lama untuk memberi Aileen ruang serta menyembuhkan dirinya dari rasa bersalah. Kemarin, saat Aileen menjemputnya di bandara Gail sengaja bertindak menyebalkan, karena sepertinya saat itu Aileen sudah terlanjur kesal dengan dirinya.

             Listrik kembali menyala dan suara petir tadi juga sudah hilang. Aileen melepaskan pelukan mereka, ia duduk menjauh dari Gail. Gail yang belum mengerti tentang keadaan Aileen yang sudah bisa kembali mengingat kejadian itu hanya mengernyitkan dahinya. Suasana hening, Gail sendiri bingung harus melakukan apa, sedangkan Aileen masih mencerna seluruh ingatan yang muncul.

"Aku sudah ingat sama kamu," kata Aileen pelan. Gail masih berpikir kenapa tiba-tiba Aileen menggunakan kosakata Aku-Kamu saat ini.

"Kita pernah berpacaran dan kejadian kecelakaan pesawat itu—"

Gail tersadar, Aileen benar-benar sudah mengingatnya. Gail memeluk Aileen erat, ia tak menyangka gadis yang ia cintai ini dapat mengingatnya kembali. Gail mengurai pelukan mereka. Ia masih tak percaya dengan hal ini.

"Bukan pernah, tapi kita masih berpacaran karena belum ada kata putus di antara kita, em- itupun kalau kamu mau." Gail tersenyum kecut, kejadian itu meninggalkan trauma mendalam bagi Aileen. Ia sadar, tidak mungkin Aileen masih memiliki rasa terhadapnya.

"Maafin aku, gara-gara aku, kamu jadi mengalami semua ini." Gail menunduk, ia merasa tak becus sebagai lelaki karena tak bisa menjaga kekasihnya dan malah pergi keluar negeri.

"Bukan salah kamu, pantes aja kemarin aku merasa jantungku berdebar-debar saat pertama kali kita bertemu dan hal itu masih berlangsung sampai saat ini."

"Kamu nggak sedang berbohong kan?" tanya Gail memastikan.

"Enak aja, memang mukaku ini muka pembohong apa?!" jawab Aileen tak terima.

"Hahaha aku bercanda, jadi kamu masih suka sama aku?"

"Bukan suka, tapi cinta," ujar Aileen malu-malu.

"Aku lebih cinta sama kamu," balas Gail dengan senyum lebar.

"Ekhem, ekhem kayaknya ada yang balikan nih," ucap Tya yang datang bersama Tio sang suami. Ternyata mereka berdua sedari tadi mendengarkan percakapan Aileen dan Gail. Tya tak bisa membendung air mata harunya karena Aileen yang sudah bisa mengingat semua memorinya.

"Wah, Mama pasti seneng banget nggak perlu jodohin kalian lagi," celetuk Tio.

"Iya dong Pa, jadi kapan kalian mau nikah?" tanya Tya.

"Secepatnya kalau Aileen sudah siap Tan, Om." Gail berkata dengan santai.

"Ih kalian ini, aku masih SMA tau!" protes Aileen

"Bentar lagi kan lulus, Mama tuh udah nggak sabar mau gendong cucu."

"Mamaaaa," rengek Aileen yang tak tahan dengan godaan Tya, wajahnya sudah seperti kepiting rebus.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Dhila Adinia

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Aku, Kamu, dan Bandara

Rabu, 8 Desember 2021 09:35 WIB
img-content

Purata

Selasa, 7 Desember 2021 14:09 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler