x

Kira kembali pulang dengan keinginan bertemu dengan Neneknya

Iklan

Shereen Harianto

Pelajar
Bergabung Sejak: 12 November 2021

Rabu, 8 Desember 2021 10:24 WIB

Senyumanmu Membawa Cahaya

Karena kematian dari salah satu anggota keluarganya yang tersayang, Kira memutuskan untuk menyendiri. Saat sedang mendinginkan kepalanya, Kira menemukan sebuah gua yang belum pernah ditemuinya. Apa yang akan terjadi jika Ia memasuki gua tersebut?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Senyumanmu Membawa Cahaya

“KEK  ….KAKEK ...KAKEK!” teriak Kira, “Kenapa Kakek bisa seperti ini ...Nek? Kenapa Kakek bohong sama Kira?” tanya Kira. “Kira pikir bakal temenan selamanya, Kira pikir Kakek enggak bakal ninggalin Kira.” Sahut anak 12 tahun itu. 

“Sudahlah Kira ….biarkan Kakek beristirahat dengan tenang.” Jawab Nenek.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Kira masih enggak percaya Kakek sudah pergi!” 

 

***

 

“Harum banget Nek, Nenek lagi masak apa nih?” Tanya Kira sambil mengusap-usap perutnya.

“Hayo…. Tebak!” Jawab Nenek sambil Nenek merapikan meja makan.

“Hmmm…Apa ya?” Tanya Kira dengan raut muka bingung. “Eh… bubur ya Nek?

“Iya betul! 100 buat Kira” 

“Sini Nek biar Kira bantu siapkan.” 

“Enggak usah Ra, biar Nenek aja.”

“Tapi Kira mau bantuin Nenek.”

“Enggak usah Ra, Kira duduk manis aja ya, biar Nenek yang siapin.”

“Enggak mau, Kira pokoknya harus bantuin Nenek.”

“Yasudah, kalau mau bantu Nenek, panggil Kakek saja di Sawah. Dari Subuh Kakekmu belum makan.” Jawab Nenek dengan heran, “Sana, cepat panggil Kakekmu, kalau Nenek yang panggil Kakek, Kakekmu enggak mau.” Kira mengganguk menyetujui sambil tertawa.

 

Pepohonan rindang di kaki gunung yang menjulang tinggi ditambah dengan sawah yang subur menjadi pemandangan Kira sehari-hari di belakang rumahnya. Dari jendela rumah, Kira melihat Kakek dari kejauhan sibuk dengan sawahnya.

“Ka…! Kek…!” Teriak Kira sambil melambaikan kedua tangannya supaya Kakek melihat Kira. Kakek pun membalas dengan melambaikan kedua tanganya. Kemudian Kira berlari menuju Kakek.

“Kek, ayo…!” Ajak Kira.

“Sebentar ya Kira, Kakek sebentar lagi selesai.” 

“Yasudah biar cepet, Kira bantuin!” 

“Enggak usah Ra. Sebentar lagi selesai kok, Kira temenin Kakek aja.”

“Enggak mau, Kira tau pekerjaan Kakek masih banyak.” 

“Yasudah, bantu Kakek bawa karung itu ke gudang, setelah itu baru kita makan.” Ucap Kakek sambil menunjuk karung. 

 

***

 

Sewaktu-waktu ketika Kakek selesai dengan sawahnya, Kakek mengajak Kira ke tempat favorit mereka berdua. Kira menggenggam tangan Kakek dengan erat sambil berjalan seakan tidak ingin melepaskannya. Perjalanan dipenuhi oleh pohon yang rindang, bunga yang tak terhitung banyaknya dan sungai seakan seperti cermin.

“Kira rindu banget sama tempat ini.” ucap Kira sambil menarik napas yang panjang.

“Iya Kakek juga, sudah lama kita tidak ke sini.” 

“Tempat ini seperti ada sihir, Kira yakin Kira bisa membuat keinginan dan akan menjadi kenyataan.” ucap Kira, “Jika ada kesempatan di mana Kakek bisa mengharapkan sesuatu dan  akan menjadi kenyataan, Kakek ingin apa?” Tanya Kira sambil melirik ke Kakek.

“Hmm… Kakek hanya ingin melihat Kira bersenyum.” Jawab Kakek. “Kalau Kira?” Tanya Kakek sambil tersenyum. 

“Kira ingin tinggal bersama kakek dan nenek selamanya.” Ujar Kira.

 

***

 

Pada senja hari yang diselimuti oleh hujan yang deras, tampak Nenek sedang mengajari Kira cara membuat tas anyaman dari rotan, sedangkan Kakek sibuk dengan kegiatannya sendiri.  

“BUK..!” 

“Suara apa itu?” Tanya Kira kepada Nenek sambil menuju ke arah suara.

“Ada ap… KAKEK?” sahut Kira, “NENEK, KAKEK KENAPA?” Mata Kira mulai berkaca-kaca. “KEK! Kenapa Kakek enggak menjawab Kira?” 

Muka Nenek berubah menjadi pucat seperti mayat dan segera mengontak rumah sakit terdekat. 

“Selamat sore, kami dari Rumah sakit Medika, apa-”

“TOLONG, KAKEK SAYA TIDAK SADARKAN DIRI!” Potong Nenek.

“Lokasinya dimana?” 

“Jalan Mori No.1, dekat gunung Mori, kami dekat sawah.” Jawab Nenek dengan nada gemetaran.

“Baik Bu, kami akan segera mengirim mobil ambulans”

Hujan pun semakin lebat, membuat perjalanan menuju semakin sulit untuk ditempuh bagi mobil ambulans. Kira memeluk erat Nenek dengan rasa kekhawatiran di benaknya. 

“Kenapa Kakek begini Nek?” Tanya Kira dengan suara yang gemetaran. “Kek jangan ninggalin Kira…” 

“Tenang Kira, Nenek sudah menelpon rumah sakit terdekat dan mereka akan segera ke sini.”

“Bagaimana mereka bisa ke sini Nek! Hujan lebat, perjalanan menanjak dipenuhi oleh lumpur.” 

“Berharap saja Ra, semoga Kakek baik-baik saja dan semoga mobil ambulans cepat tiba.”

Setelah dua jam mobil ambulans tak kunjung datang dan hujan semakin lebat dengan angin seperti kencang membuat pepohonan terbawa arus. Membuat hati Kira tidak tenang.

“Nek.. Kenapa mobil ambulans enggak datang-datang?” ucap Kira dengan rasa cemas, “Nasib Kakek gimana? Kalau Kira kehilangan Kakek, hati Kira mera-”

“Ngiung-ngiung!” Suara yang hampir tak terdengar karena derasnya hujan.

“KAMI DI SINI!” Kira berteriak memanggil mobil ambulan sambil melambaikan kedua tangannya. “Akhirnya” Ucap Kira dengan rasa lega.

Mobil ambulans pun menuju ke arah Kira. Perawat turun dari mobil ambulan dan segera mengecek keadaan Kakek. 

“Maaf kami tidak datang lebih cepat, hujan deras membuat kami sulit untuk menempuh jalan ke sini.” Ucap perawat dengan kecewa, “Sayang sekali, saat kami mengecek, Kakek sudah tidak bernyawa lagi.” lanjut perawat.

“HAH, Bagaimana bisa! Kenapa bisa begini?” Tangis Kira mulai meledak.

“Kakek…..” Ucap Nenek dengan nada halus. “Kira, sebenarnya Kakek pernah bilang kepada Nenek, kalau Kakek ingin dikubur di tempat favorit Kira dan Kakek.”

“KEK  ….KAKEK ...KAKEK!” Teriak Kira, “Kenapa Kakek bisa seperti ini ...Nek? Kenapa Kakek bohong sama Kira?” Tanya Kira. “Kira pikir bakal temenan selamanya, Kira pikir Kakek enggak bakal ninggalin Kira.” Sahut anak 12 tahun itu. 

“Sudahlah Kira ….biarkan Kakek beristirahat dengan tenang.” Jawab Nenek.

“Kira masih enggak percaya Kakek sudah pergi!” ucap Kira sambil nangis histeris.

“Kira sudah… Ikhlaskan saja, biarkan Kakek menghadap ke Tuhan.” ucap Nenek dengan suara halus, “Tuhan pasti punya rencana.” Lanjut Nenek dengan yakin.

“Enggak bisa Nek.. Kira enggak bisa… Hati Kira merasa hampa kalau enggak ada Kakek…” Jawab Kira sambil menunduk.

 

***

 

Empat minggu setelah kematian kakek, suasana di rumah berubah 180 derajat. Seakan-akan Kira telah menjadi seseorang yang berbeda dari sebelumnya. 

“Kira… Bantu Nenek masak nih.” ucap Nenek.

“Enggak mau, kerjakan sendiri. Kira mau sendiri aja.” Bentak Kira.

Kira sekarang selalu mengeluarkan amarahnya kepada nenek. meskipun sedih nenek hanya bisa tersenyum dan pasrah, karena nenek mengerti bahwa perilaku Kira saat ini disebabkan oleh rasa sedih yang mendalam karena kematian kakek dan membiarkan dia mendinginkan kepalanya. Setiap kali Kira merasa rindu, Kira akan berlari ke kuburan kakek. Sedih rasanya, karena Kira hanya bisa berbicara pada batu nisan kakek tanpa ada balasan.

Namun kejadian kali ini berbeda dari biasanya. Dari kejauhan Kira melihat gua yang sangat besar, padahal selama ini dia tidak pernah melihat gua itu ketika mengunjungi makam kakek, Kira mengumpulkan keberaniannya dan mulai berjalan menuju dalam gua dengan senter kecil yang ia genggam. Berjam-jam lamanya Kira berjalan dalam gua tersebut.

“Eh? Dimana ini? Tadi Kira datang dari arah mana ya… Coba ke sini deh.” Ucap Kira.

Semakin lama Kira berjalan, semakin Kira merasa tersesat. Tetapi tak lama kemudian Kira melihat cahaya dari kejauhan. 

“Cahaya apa itu? JALAN KELUAR?” ucap Kira dengan rasa lega. “Akhir-” Henti Kira dengan muka takjub.

Kira mendekati cahaya itu dan menemukan sebuah pulau besar yang mengapung di udara. Kira tidak percaya dengan apa yang dia liat dan mencoba untuk mendekatinya. Saat berjalan menuju pulau tersebut, Kira bertemu dengan seorang peri. Peri kecil seukuran dengan genggaman tangan Kira, rambut seputih salju, dan mata seperti warna emas. Kira terkejut dan terpesona karena Kira tidak pernah melihat peri sebelumnya. 

“Ikutlah aku bila kau ingin ke pulau apung itu,” ujar peri. 

“Tempat apa ini?” tanya Kira. 

“Inilah pulang apung satu-satunya di dunia, Ibu saya menamaiya Eirene.” Ujar sang peri. 

“Kira ingin kembali ke rumah Kira, apakah sang peri tahu jalan keluarnya?” Tanya Kira

“Kalau kau ingin keluar dari tempat ini, kau harus melakukan suatu pekerjaan terlebih dahulu,” Ucap sang peri kepada Kira. “Kalau kau menolak, kau tidak akan bisa pergi sini!” Lanjut sang peri.

Kira pun menyetujui dengan apa yang dikatakan oleh sag peri. Di dalam pikirannya ia hanya bisa ingin bertemu dengan nenek. Kira sangat merindukan makanan, tawa, dan kehadiran nenek. Peri itu kemudian membawa Kira ke suatu pondok dikelilingi oleh pepohonan dan tanaman yang lebat. Pondok tua tersebut dihuni oleh seorang Ibu Peri. Ibu Peri dengan rambutnya yang panjang, seputih salju, dan mata seperti emas. Hanya saja, Ibu ini lebih besar dari Kira. 

“Apa yang membawamu ke sini Nak?” Tanya Ibu Peri.

“Saya membawa orang yang akan membantu Ibu dengan pekerjaan rumah.” Jawab sang peri.

“Ibu sudah bilang berkali-kali, Ibu tidak butuh bantuan dengan pekerjaan rumah.” Ucap Ibu Peri.

“Tapi Bu, Ibu sudah tua dan harus beristirahat dan anak ini sudah menyetujui akan membantu Ibu dengan pekerjaan rumah.” Lanjut sang peri.

“Baiklah Nak, Ibu akan beristirahat.” Jawab Ibu Peri.

Di pondok Kira mengerjakan pekerjaan rumah dengan pangawasan Ibu Peri. Kira bersusah payah mengerjakan pekerjaannya. Kira hanya ingat kepada nenek yang berada di rumah, penasaran dengan apa yang sedang nenek lakukan. Kira mengumpulkan niatnya dan kembali bekerja, kira hanya bisa berharap dia bisa kembali bertemu dengan nenek. Di sela pekerjaan, Kira memikirkan perlakuan Kira kepada nenek sebelum ke tempat ini. Kira sangat kecewa kepada dirinya, memperlakukan nenek seperti itu.

 

***

 

Kira bersikeras untuk mengerjakan pekerjaannya dengan tujuan untuk keluar dari tempat ini. Setelah 2 minggu berlalu ibu peri itu berkata kepada Kira bahwa Kira dapat meninggalkan tempat ini dan kembali ke tempat asalmu. Sebelum Kira pergi untuk kembali pulang, Ibu Peri berkata kepada Kira.

“Kira, kau harus terus tersenyum walaupun hatimu mungkin terasa pilu, senyuman itu membawa hal yang baik kepadamu, kakekmu akan sedih jika melihatmu menangis, maka dari itu Kira perlu tersenyum dengan kuat. Janganlah lupa pula untuk terus membantu nenekmu.”

Kira bingung, mengapa wanita itu bisa mengenal kakek dan nenek. Peri yang menuntun jalan ke pulau apung ini pun menuntun Kira keluar dari gua. Melihat ke langit yang biru sambil menghirup udara yang segar. Kira sebentar lagi akan kembali ke rumah dan menemui neneknya. Tentu Nenek akan sangat khawatir sama aku, pikir Kira. Sebelum itu, Kira menyampaikan salam di kuburan kakek dan berlari menuju rumah. Dengan senyuman yang lebar dia melihat neneknya dari kejauhan. Kira berteriak memanggil nenek yang sedang melihat langit dengan tatapan yang sedih. Nenek terkejut saat mendengar teriakan Kira, nenek langsung membuka tangannya dengan lebar untuk menyambut Kira. Kira pun berlari menuju pelukan nenek.

 “Aku kembali," ujar Kira. 

“Kemana saja kamu nak, nenek sangat khawatir dan kesepian tanpamu.” ucap Nenek dengan mata berkaca-kaca.

Pada hari senja nenek merayakan kembalinya Kira dengan masakan kesukaan Kira. Rumah yang sebelumnya sunyi dan seperti tidak berpenghuni pun akhirnya kembali seperti semula, penuh dengan suara dan tawa. Kira bercerita kepada neneknya mengenai petualangannya, nenek terkejut tentang pulau apung yang Kira ceritakan. Nenek merasa senang dapat melihat senyuman cucunya yang manis lagi. 

 

***

 

Satu tahun telah berlalu sejak kejadian aneh itu, Kira dan nenek telah mengikhlaskan kepergian kakek dan memulai membongkar barang-barang kakek. Kira membuka laci meja kakek dan melihat sebuah kertas berisi tulisan kakek. 

“Kira, setelah kakek pergi, jangan berlama-lama bersedih, kakek dan nenekmu sangat menyenangi senyumanmu yang manis itu, tetaplah tersenyum walaupun di situasi sedih, senyum membawa hal-hal yang baik kepada dirimu,” 

Setelah Kira membaca kertas tersebut, Kira dipenuhi dengan emosi yang bercampur aduk. Sedih karena Kira ingin sekali bertemu dengan kakek, tetapi senang karena Kira tahu bahwa kakek sangat sayang padanya. Setelah membaca ulang kertas tersebut, Kira pun teringat akan apa yang dikatakan oleh Ibu peri yang dia jumpai di pulau apung, persis seperti apa yang ditulis oleh kakeknya. 

Setelah membereskan barang-barang kakek, Kira bersenyum kepada nenek, nenek. Nenek bertanya dengan heran.

“Mengapa Kira tersenyum?” 

“Kira berharap kakek bahagia di sana dan dapat melihat senyuman Kira dari kejauhan, " Jawab Kira. 

Ikuti tulisan menarik Shereen Harianto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler