x

Cover buku Katresnan Rinonce

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 8 Desember 2021 13:04 WIB

Katresnan Rinonce - Produksi Sastra Jawa Belum Habis

Kumpulan cerita pendek dalam bahasa Jawa yang menggambarkan keragaman tema sosial, religi dan cinta.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Katresnan Rinonce

Penulis: M. Adi

Tahun Terbit: 2011

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Green Media 

Tebal: v + 105

ISBN: 978-602-8054-73-7

 

Buku “Katresnan Rinonce” karya Agus Adi Pramono alias M. Adi ini berisi 9 cerkak (cerita cekak) alias cerpen dalam bahasa Jawa. Buku ini membuktikan bahwa sastra Jawa belum mati. Bahasa Jawa masih menjadi sarana dalam mengungkapkan rasa yang disukai. Meski penikmatnya semakin berkurang, namun upaya untuk memproduksi sastra dengan media bahasa Jawa masih terus ada.

Seperti dijelaskan di cover belakang buku, buku yang memuat 9 cerita pendek dalam bahasa Jaw aini mengunggah tema cinta, lambang kehidupan, religi dan masalah-masalah sosial serta lingkungan. Apa yang diklaim oleh M. Adi di cover belakang buku ini benar adanya. Cerpen pertama membahas fenomena religi yang semakin ketat. M. Adi mengisahkan seorang lelaki yang hanya karena tidak sengaja bersinggungan pipi dengan seorang gadis di pasar, dipaksa menikah. Sebab bersentuhan badan antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrimnya itu dianggap selayaknya hubungan antara suami istri. Jadi meski hanya bersenggolan pipi, mereka harus dinikahkan. M. Adi menganggap hal semacam ini adalah sebuah kegilaan. “Ah…mbuh. Mbuh?! Wis dha gendheng, ayake. Jaman wis kuwalik-walik. Sing nunut pranatan diarani edan.”

Di cerpen kedua M. Adi menyoroti penerbitan Perda anti pengemis di DKI. Perda tersebut menyatakan bahwa siapa orang yang memberikan uang kepada pengemis dan anak jalanan akan didenda. M. Adi menyinggung tabrakan antara Perda ini dengan UUD 1945 dan ayat-ayat Al Quran. Hanya demi membuat kotanya cantik dan asri, Pemda rela untuk memungkiri tugas utamanya sesuai UUD dan agama.

Cerpen ketiga mengisahkan perjumpaan antara seorang pemuda dengan seorang pemudi yang akhirnya berjodoh. Di cerpen ini M. Adi secara menarik menggiring pembacanya supaya menganggap bahwa judul Calon Dadi (Calon Jadi) adalah tentang calon anggota legislatif atau pejabat daerah. Sebab M. Adi memang membungkus kisahnya dengan suasana pemilu. Padahal kisah sesungguhnya sama sekali tidak ada hubungannya dengan pemilihan calon-calon legislatif dan pimpinan daerah. Kisahnya murni tentang perkembangan cinta antara Mas Adi dengan Mbak Yekti.

Cerpen keempat berisi pengalaman religius dengan latar belakang Bali. Cerpen keenam mengisahkan pasangan guru SD yang bekerja secara giat di Kecamatan Kradenan sampai akhirnya menjadi kaya. Kang Gana, seorang guru yang masih mempunyai darah biru asal Surakarta rela ditugaskan di Kecamatan Kradenan yang gersang. Kerja keras mereka berjualan kain dan pakaian membuat mereka sukses. Meski berdarah biru, Kang Gana dan istrinya tidak malu untuk bekerja sebagai pedagang.

Cerpen keenam adalah cerpen yang mengungkap tema yang sangat umum. Yaitu rasa cemburu seorang istri terhadap suaminya. Padahal sesungguhnya ia hanya dibakar oleh gosip yang disebarkan belum tentu benar.

Adi tidak hanya menulis tentang hal-hal yang berat dan menjadi persoalan orang dewasa saja. Di cerpen ke tujuh, M. Adi mengangkat kisah cinta anak remaja. Cinta antara dua anak SMA yang jadian saat melakukan studi tour.

Judul cerpen ke delapan, yaitu “Katresnan Rinonce” dijadikan judul buku ini. Cerpen ini berkisah tentang sepasang suami istri yang merindukan anak lelaki. Tiga anaknya yang lahir semuanya perempuan. Ketika sang istri mengandung lagi, padahal anak ketiganya sudah berumur 13 tahun, pasangan ini penuh harap untuk mendapatkan anak lelaki. Saya jadi ingat lagu “Yen Ing Tawang Ana Lintang” karya Anjar Any yang mengisahkan betapa rindunga Anjar Any memiliki anak perempuan.

Cerpen penutup berkisah tentang betapa pengetahuan bisa mengubah perilaku. Seseorang yang awalnya sangat membenci pete ternyata bisa menjadi orang yang sangat doyan pete. Pengetahuan tentang pete yang penuh gizi membuatnya mengubah pendapat tentang makanan enak yang membawa bau ini.

Dari 9 cerpen yang dikumpulkan dalam buku ini kita disuguhi berbagai tema dan berbagai latar belakang pelaku (sosial, umur, daerah). Beragamnya tema dan latar belakang pelaku ini menunjukkan bahwa M. Adi adalah seorang pengamat yang jeli. Hal-hal yang di mata orang lain adalah sesuatu yang tak bermakna, di mata M. Adi bisa menjadi bahan cerita yang membuat kita berkontemplasi. 638

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler