x

Iklan

Frank Jiib

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 November 2021

Rabu, 8 Desember 2021 23:14 WIB

Tanah Terlarang

Untuk diikutsertakan dalam Sayembara Cerpen Indonesiana.id 2021

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tanah Terlarang

   Dengan napas tersengal-sengal dan tenaga yang sudah terkuras habis, Susan memaksa kakinya untuk terus berlari dan berlari. Sementara itu, di belakang Susan sekelompok pria bertopeng sedang mengejarnya dengan niat membunuh. Dengan perasaan putus asa, Susan sudah tidak mengetahui lagi arah yang sedang ditujunya. Hutan ini seakan menjadi labirin yang membingungkan bagi orang luar yang memasukinya.

   Susan terus berlari masuk lebih jauh ke dalam hutan yang diselimuti kegelapan. Di dalam hutan sinar matahari sore tidak dapat menembus masuk karena terhalang rimbunan pohon-pohon tua yang menjulang tinggi ke atas. Tidak lama lagi senja pun menghilang digantikan malam dengan selimut kegelapan yang menakutkan. Karena sudah tidak mampu untuk berlari lebih jauh lagi, Susan akhirnya berhenti dan bersandar di balik sebuah pohon tua yang sangat besar. Susan mengeluarkan botol air minum yang tinggal sedikit lalu meminum habis air yang ada di dalamnya, kemudian meletakkan tempat minum yang sudah kosong itu di tanah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

   Susan berusaha menenangkan dirinya dan mengatur kembali napasnya yang tidak beraturan. Tanpa sadar tubuh Susan perlahan merosot hingga terduduk di tanah. Susan memejamkan mata untuk menghalau mimpi buruk yang sedang dialaminya. Tetapi, ini bukan sebuah mimpi buruk dan lebih parahnya lagi saat ini Susan tengah terjebak di tengah hutan belantara dengan sekelompok pria bertopeng sedang mengejarnya. Tanpa sadar air mata Susan mulai membasahi pipinya dan disusul suara tangisan seorang wanita yang tidak berdaya, lemah, serta seorang diri di tengah hutan belantara menjelang malam tiba.

   Entah sudah berapa lama Susan menangis. Ketika Susan membuka matanya kembali, hutan telah diselimuti kegelapan pekat dengan kabut tipis melayang-layang rendah di udara. Seketika tubuh Susan menggigil hebat entah karena udara dingin atau kecemasan yang memuncak. Susan meringkuk di tanah yang lembap dengan air mata yang sesekali masih turun membasahi pipinya. Tanpa sengaja telinga Susan samar-samar mendengar suara langkah kaki orang sedang mengendap-endap. Susan kembali duduk tegak dan memfokuskan pendengarannya untuk menangkap suara apapun yang ada di tengah hutan belantara ini.

   Susan dapat memastikan jika suara langkah kaki orang yang sedang mengendap-endap itu berasal dari balik pohon besar dan sepertinya mengarah ke tempat Susan beristirahat. Susan tidak punya pilihan lain kecuali kembali bergerak dengan perlahan supaya tidak diketahui keberadaannya. Susan kembali berdiri dan mengintip dari balik pohon. Apa yang Susan lihat hanya berupa kegelapan pekat, kali ini telinga Susan kembali mendengar suara langkah kaki dari arah sebelah kanan.

   Susan menduga dirinya sedang disudutkan agar mudah ditangkap. Namun, Susan bertekad tidak akan membiarkan dirinya tertangkap dan menghadapi nasib yang sudah pasti. Susan mulai berjalan perlahan supaya tidak menimbulkan suara berisik. Dalam gelapnya hutan belantara, ditambah kabut yang semakin tebal membuat Susan hanya bisa meraba-raba jalan yang dilaluinya. Susan dapat merasakan kehadiran sekelompok pria yang memburunya tidak jauh dari tempatnya sekarang.

   Didorong rasa takut keberadaan dirinya diketahui oleh sekelompok pria yang mengejarnya. Susan memutuskan untuk berlari secepat yang ia bisa lakukan dan tidak mempedulikan lagi apa yang ada di depannya. Dengan sisa-sisa tenaga yang hampir habis, Susan berlari menerobos gelapnya hutan belantara. Tindakan ini membuat keberadaan Susan diketahui dan dimulailah pengejaran terhadap Susan. Saat sedang berlari, Susan tidak menyadari ada sebuah batang pohon yang mencuat ke samping. Hingga akhirnya bagian kiri perut Susan menabrak batang pohon hingga patah. Peristiwa ini membuat Susan menjerit kesakitan dan langsung jatuh ke tanah.

   Susan terus mengerang kesakitan sambil tangannya meraba perut bagian kiri dan mendapati ada sebuah patahan batang pohon menancap di perutnya. Susan berusaha bangkit untuk berlari kembali tapi tubuhnya sudah tidak mampu lagi. Susan merasakan rasa sakit yang belum pernah ia rasakan selama ini setiap kali ia menggerakkan tubuhnya. Akhirnya Susan muntah-muntah dan mengeluarkan seluruh isi perutnya di atas tanah hutan yang basah. Kondisi Susan benar-benar memprihatinkan karena kehilangan banyak darah, ditambah hawa dingin hutan yang membuatnya tidak mampu lagi untuk bangkit. Susan akhirnya terkapar di tanah yang dingin dengan napas putus-putus. Saat itulah Susan mendengar beberapa langkah kaki berjalan mendekat ke tempat tubuhnya terkapar. Dalam waktu singkat pria-pria bertopeng telah menemukan tubuh Susan yang sudah tidak berdaya sedang terkapar di tanah yang dingin.

   Susan mengetahui jika orang-orang itu telah menemukan dirinya dan kini sedang mengawasi dari balik topeng yang menutupi wajah. Dengan pandangan yang semakin kabur karena kehilangan banyak darah. Susan sempat berkata dengan suara pelan dan bergetar.

“Tolong ampuni aku… Tolong ampuni aku…”

   Pemimpin kelompok pemburu itu kini berdiri di atas tubuh Susan. Tersembunyi di balik topeng yang menyeramkan,  pria itu mengawasi tubuh susan dengan dingin dan tanpa perasaan. Pemimpin kelompok itu segera berjongkok di samping kepala Susan, lalu tangan kiri pemimpin itu mengangkat kepala Susan dengan pelan. Susan masih bisa merasakan kepalanya terangkat dari tanah. Namun sejurus kemudian tangan kanan pemburu itu menggorok leher Susan hingga putus dan terpisah dari tubuhnya. Setelah kejadian singkat itu, si pemimpin menyuruh anak buahnya untuk membawa kepala beserta tubuh Susan. Dalam heningnya malam, sekelompok pria-pria bertopeng pergi meninggalkan tempat kejadian seolah hal itu tidak pernah terjadi.

*** 

   Semua kejadian ini bermula ketika dua orang sahabat sedang melakukan perjalanan untuk menjelajah sekalian berkemah menikmati alam bebas di tengah hutan belantara. Pada awalnya semua berjalan sesuai rencana. Susan bersama sahabatnya Andy terlihat begitu bersemangat menikmati suasana hutan yang masih jarang dijamah orang. Jalan yang dilalui Susan bersama Andy diapit dengan pohon-pohon raksasa yang tumbuh tinggi menjulang ke atas. Selama perjalanan terdengar suara burung yang bersaut-sautan. Tidak terasa jalan kecil yang membelah hutan akhirnya tiba disebuah persimpangan. Di depan ada sebuah tanda berupa anak panah untuk selalu mengikuti jalur yang telah ditetapkan. Susan dan Andy melihat tanda anak panah itu tapi di kepala Andy muncul ide baru. Kedua orang itu berhenti sejenak untuk menikmati roti isi beserta air putih dari dalam tas. Setelah puas menikmati makanan ringan, Andy menoleh kepada Susan untuk menyampaikan ide yang ada di kepalanya.

“Susan, aku punya ide menarik yang ingin aku sampaikan kepadamu,” kata Andy.

“Oh iya,” jawab Susan. Lalu menambahkan, “ide menarik apa yang kamu punya Andy?”

“Jika kita mengikuti tanda anak panah itu, maka kita hanya mengikuti jalan yang sudah sering dilalui orang-orang. Aku ingin mencoba rute jalan yang jarang dilalui orang. Jadi, kita akan mencoba jalan yang berlawanan dengan tanda anak panah itu. Bagaimana menurutmu Susan?”

“Kelihatannya menarik juga ide kamu Andy. Baiklah, aku setuju dengan kamu. Untuk menghemat waktu, mari kita lanjutkan perjalanan ini,” jawab Susan dengan bersemangat.

   Susan dan Andy melanjutkan perjalanan menyusuri jalan kecil yang tampaknya belum banyak orang yang melaluinya. Dan benar saja, jalan itu lebih menantang serta memacu adrenalin. Sepanjang perjalanan, di kiri-kanan dipenuhi dengan tanaman rambat yang tumbuh subur. Sejauh mata memandang deretan pohon-pohon tua tumbuh berdempetan seakan menjadi kanopi alam bagi makhluk hidup yang ada di bawahnya. Setelah dua jam menyusuri jalan hutan yang asing ini, akhirnya Susan dan Andy tiba di jalan setapak dari batu. Jalan setapak ini menempel pada lereng bukit dan terus menanjak ke atas. Jalan setapak ini terlihat berbahaya karena tidak ada pembatas dan langsung menghadap ke jurang yang sangat dalam.

   Andy dan Susan berhenti sejenak untuk mengatur napas sambil menikmati pemandangan alam yang terbentang dihadapan mereka. Di kejauhan terlihat awan hitam yang bergulung-gulung dengan sesekali terlihat kilat menyambar. Setelah beristirahat sejenak, Susan dan Andy mulai berjalan mendaki jalan setapak dengan hati-hati. Perjalanan ini benar-benar membuat jantung Susan berdegup kencang karena ketegangan. Akhirnya mereka tiba di akhir jalan setapak yang ada di puncak bukit. Susan dan Andy melihat keadaan sekitar yang begitu sunyi dan sepi, hanya ada padang rumput diselingin dengan hutan. Situasi ini membuat Susan dan Andy seolah berada di tempat yang asing, terpencil juga sedikit menakutkan.

   Susan dan Andy kembali berjalan di tengah padang rumput setinggi orang dewasa. Setelah melalui padang rumput, kini mereka kembali memasuki hutan yang sebagian diselimuti dengan kegelapan. Ketika berada di dalam hutan, Susan melihat di depan ada sebuah tanah terbuka di tengah hutan belantara. Karena didorong rasa penasaran, Susan dan Andy berjalan menuju  ke tepian tanah terbuka. Ketika mereka telah sampai di tepian tanah terbuka. Nampaklah apa yang ada di tengah tanah terbuka itu. Terlihat beberapa batu hitam mencuat dari dalam tanah yang dengan tinggi sekitar dua meter. Posisi batu itu tidak beraturan, namun ada sebuah benda yang begitu mencolok tepat di tengah tanah terbuka.

   Benda itu adalah sebuah patung batu separuh badan dengan wajah menyeramkan. ada lagi hal yang janggal, tidak terlihat rerumputan yang tumbuh di dalam tanah terbuka. Seakan tanaman tidak bisa tumbuh jika berada di dalamnya. Susan hanya diam merenungkan kejadian ini dalam benaknya.

“Andy,” terdengar suara Susan berkata, “tempat apa ini menurutmu?”

“Aku tidak tahu Susan. Mungkin ini hanya sebuah tanah terbuka yang ada di atas bukit.”

“Apa kamu tidak merasakan keanehan tempat ini Andy? Di sini begitu sunyi dan sepi, seakan ada nuansa misteri di tempat kita berada sekarang.”

“Jangan terlalu membayangkan hal yang bukan-bukan Susan,” jawab Andy dengan santai. “Aku akan berjalan ke sana untuk melihat batu-batu yang mencuat dari tanah itu. Apakah kamu mau ikut Susan?”

Susan hanya menggelengkan kepala. Tanda ia tidak mau ikut.

“Baiklah kalau begitu. Aku tidak akan lama dan segera kembali,” jawab Andy.

   Andy lalu berjalan dengan santai memasuki tanah terbuka dan menuju ke deretan batu yang mencuat dari tanah. Ketika telah sampai di tempat batu-batu itu berada, Andy memperhatikan dengan seksama dan melihat deretan simbol-simbol, gambar-gambar serta tulisan yang terpahat di batu itu. Andy hanya mengeleng-gelengkan kepala.

“Andy apa yang kamu lihat di batu-batu itu?” terdengar suara Susan bertanya kepadanya dari tepi tanah terbuka.

“Di batu ini terdapat simbol serta gambar dan tulisan yang tidak aku mengerti,” jawab Andy dengan santai.

   Dari batu-batu yang mencuat, Andy lalu menuju ke patung batu separuh badan yang ada di tengah tanah terbuka. Dengan santai Andy menyapukan tangannya ke patung batu itu. Saat mengusap wajah patung batu itulah Andy merasakan ada sesuatu yang menjalari tubuhnya. Tanpa sadar Andy berjalan mundur dengan goyah seakan kehilangan keseimbangan, tetapi pandangan mata Andy masih tertuju ke wajah patung batu itu.

“Andy cepat kembali ke sini. Kita tinggalkan tempat ini sebelum senja tiba,” pinta Susan dari belakang.

   Andy mendengar ajakan Susan tetapi tubuhnya seakan tidak mau meninggalkan tanah terbuka itu. Saat itulah Susan menyadari ada yang salah dengan Andy. Tanpa pikir panjang Susan langsung berjalan ke tengah tanah terbuka untuk menghampiri Andy. Setelah tiba di tempat Andy, Susan langsung menarik tangan Andy untuk menjauh dari patung batu. Saat berjalan menuju tepian tanah terbuka, Susan mendengar suara gemerisik di balik rimbunan pohon. Susan menghentikan langkah dan memandang lurus ke depan.

“Ada suara gemerisik dari balik rimbunan pohon yang ada di depan sana,” kata Andy seolah baru tersadar dari sesuatu yang menjalari tubuhnya.

“Iya aku juga mendengarnya. Seperti ada sesuatu yang sedang mengawasi kita saat ini,” jawab Susan dengan rasa takut mulai berkecamuk dalam dirinya.

“Hei, siapapun engkau keluarlah dan tunjukkan dirimu. Jangan hanya bersembunyi di balik pohon seperti seorang penakut,” teriak Andy seolah menantang.

“Andy kenapa engkau bicara seperti itu?” kata Susan dengan suara pelan, “kita tidak tahu apa yang ada di balik rimbunan pohon itu. Bisa jadi itu hanya hewan yang sedang melintas.”

“Biarlah. Siapa tahu dengan dipancing seperti ini akan membuat siapapun itu akan menampakkan diri,” jawab Andy dengan percaya diri.

   Tidak terdengar lagi suara gemerisik dan hutan kembali menjadi sunyi. Situasi ini membuat Susan merasa takut serta tidak nyaman dengan semua ini. Andy menoleh ke kanan dan ke kiri mencari apapun yang terlihat. Tetapi tidak ada apapun yang bergerak dan suasana sunyi ini sepertinya akan berlangsung selamanya. Namun dari balik rimbunan pohon muncullah sosok pria bertopeng dengan baju serba hitam berdiri di tepian tanah terbuka sambil mengawasi Susan dan Andy.

   Susan begitu terkejut melihat pria berbaju hitam dengan topeng menutupi wajahnya berdiri di tepian tanah terbuka. Andy tidak kalah terkejut melihat pemandangan yang ada di depannya. Hilang sudah sifat arogan dan percaya diri yang sebelum ini Andy perlihatkan. Kini Susan dan Andy hanya terdiam tanpa berkata sepatah katapun. Tiba-tiba dari balik rimbunan pohon muncul orang-orang berpakaian serba hitam dengan memakai topeng seperti pria yang berdiri diam bagaikan patung.

   Susan mulai panik dengan situasti ini dan merasakan adanya bahaya dari orang-orang yang sedang mengawasi mereka. Susan menoleh kepada Andy dan berkata.

“Andy siapakah orang-orang itu?” tanya Susan dengan suara pelan, “lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?”

“Aku tidak tahu Susan.  Kamu tetap tenang dan selalu berada dibelakangku. Aku akan ke sana untuk berbicara pada orang-orang itu,” jawab Andy.

“Apa tidak terlalu berbahaya tindakan yang akan kamu lakukan ini, Andy?” tanya Susan.

“Kita tidak punya pilihan lain Susan. Siapa tahu dengan berbicara pada orang-orang itu kita dapat keluar dari situasi yang menegangkan ini,” jawab Andy dengan sedikit keraguan.

“Jika kau masih tetap ingin ke sana, baiklah. Tapi satu pesanku, hati-hati dan jaga ucapanmu Andy,” pinta Susan dengan wajah sedih.

“Aku akan selalu mengingat nasehatmu Susan. Tetaplah di sini dan terus waspada dengan orang-orang itu,” jawab Andy dengan seulas senyum dan ternyata itu adalah senyuman terakhir.

   Andy mulai berjalan meninggalkan Susan menuju ke orang-orang berbaju hitang yang sedang mengawasi di tepian tanah terbuka. Andy baru berjalan sejauh sepuluh langka namun tiba-tiba langkahnya terhenti ketika sebuah anak panah menancap tepat di dadanya. Tubuh Andy sontak bergetar sejenak ditambah darah segar mulai membasahi bagian dada. Andy berusaha mencabut anak panah yang menancap di tubuhnya dengan kedua tangannya.

   Di belakang, Susan melihat kejadian yang menimpa Andy dan langsung menjerit histeris dengan suara keras. Susan hanya berdiri membeku melihat kengerian yang ada dihadapannya, ketika beberapa anak panah kembali menghujam tubuh Andy yang langsung membuatnya terkapar di tanah terbuka. Susan tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong Andy yang sedang sekarat menanti kematian.

   Kini nyawa Susan juga terancam oleh pria-pria berbaju hitam. Susan memutuskan untuk berlari ke arah sebaliknya dan berusaha keluar dari tanah terbuka ini. Dengan menangis Susan berlari meninggalkan tubuh Andy di tengah tanah terbuka dan tidak mengetahui ketika pemimpin kolompok itu berjalan mendekat ke tubuh Andy. Ketika tiba disamping tubuh Andy, pria bertopeng itu berjongkok sambil menatap dingin wajah Andy yang mengerang kesakitan. Dengan tenang pria itu mengeluarkan belati tajam dari sarungnya lalu mengangkat kepala Andy. Di saat-saat terakhir itulah Andy melihat mata yang tersembunyi di balik topeng dan apa yang Andy lihat adalah kegelapan dan kejahatan.

   Belati yang dibawa pria bertopeng itu dengan tenang menggorok leher Andy hingga terputus dari tubuhnya. Tubuh Andy sempat mengejang sesaat sebelum akhirnya berhenti untuk selamanya. Terlihat darah membasahi tanah terbuka dari kepala Andy yang terpotong dengan mata terbelalak. Lalu pria bertopeng itu kembali berdiri sambil menghadap patung batu dan berbicara dengan suara serak.

“Tangkap wanita itu dan jangan sampai lolos.”

-The End-

  

 

Ikuti tulisan menarik Frank Jiib lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu