x

pssi

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 23 Desember 2021 16:59 WIB

Pita Hitam, Hening Cipta untuk Taufik Ramsyah, PSSI?

Mengapa saat sepak bola nasional berduka, sebab salah satu pesepak bolanya meninggal akibat kebrutalan oleh sesama pesepak bola, seprofesi, tetapi tidak ada pita hitam dan hening cipta oleh timnas dan Klub Liga 2 maupun Liga 3? Anak seusia U-16 tahun saja sudah dibina dan didik untuk respek dan simpati kepada bencana alam. Apakah Taufik yang sudah menjadi korban kebrutalan pemain yang sama profesinya, cari makan dari sepak bola, harus mengenakan pita hitam dan hening cipta sendiri?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Saat meninggalnya kiper Persela Lamongan, Choirul Huda, menjadi duka yang mendalam bagi sepakbola Indonesia. Pemain dan ofisial pada laga-laga di pekan ke-30 Liga 1 pun menggunakan pita hitam sebagai bentuk penghormatan.

Huda meninggal dunia saat membela Persela. Dia berbenturan keras dengan rekannya, Ramon Rodrigues, ketika berusaha menyelamatkan gawangnya dari serangan lawan, Semen Padang, di Stadion Surajaya, Minggu (15/10/2017).

Mengapa pita hitam tak melingkar di lengan para pemain timnas Indonesia saat bersua timnas Singapura dalam Babak Semi Final Piala AFF 2020 leg 1?= Pita hitam juga tak melingkar di lengan para pemain Liga 2 yang sedang pentas dalam Babak 8 Besar Kompetisi Liga 2 PSSI 2021/2022?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Padahal, sepak bola nasional, saat bersamaan sedang berduka, karena salah satu pemain yang tampil di Liga 3 meninggal dunia akibat berbenturan dengan pemain lawan, kejadiannya persis mirip tragedi Choirul Huda.

Tragedi Liga 3

Kali ini, Taufik Ramsyah, penjaga gawang Tornado FC Pekanbaru, meninggal dunia akibat brutal dan kerasnya Liga 3 PSSI. Akibat benturan keras di kepalanya, kiper berusia 20 tahun itu mengembuskan napas terakhirnya pada Selasa (21/12/2021), setelah sebelumnya mendapatkan perawatan sekitar tiga hari dan operasi di kepalanya. Sebab, Taufik Ramsyah mengalami benturan dengan pemain Wahana FC di Liga 3 2021 Zona Riau di Stadion Universitas Riau, pada Sabtu (18/12/2021).

Tragedinya, tepat pada menit 40, ketika laga antara Tornado FC dan Wahana FC berkedudukan imbang 1-1. Insiden bermula setelah Taufik Ramsyah mencoba mengamankan bola dari serangan lawan. Dari tayangan video yang juga diwartakan di berbagai stasiun televisi nasional, saat terjadi insiden, pemain lawan terlihat melakukan tindakan yang cukup berbahaya dengan kakinya yang langsung membentur kepala Taufik Ramsyah.

Seketika Taufik tergeletak tak bergerak. Berikutnya, dilarikan ke rumah sakit menggunakan ambulans. Namun, meski sudah dilakukan perawatan dan operasi di kepala karena retak, Taufik tetap tak sadarkan diri, hingga akhirnya meninggal.

SELAMAT JALAN TAUFIK RAMSYAH. HUSNUL KHATIMAH. AAMIIN. Sepak bola nasional berduka.

Pita hitam, hening cipta simpati-empati, jangan terulang!

Kendati almarhum Taufik baru mentas di Liga 3 Zona Riau, bukan pemain nasional, bukan pemain Liga 1 atau Liga 2, tetap saja Taufik adalah anak bangsa yang sama-sama berprofesi sebagai pesepak bola.

Seharusnya, tetap ada simpati-empati dan respek dari segenap stakeholder sepak bola nasional. Di media sosial sudah banyak ucapan turut berduka dari berbagai Klub Liga 1, 2, 3, hingga penggiat sepak bola akar rumut, pun ucapan duka dari publik sepak bola nasional.

Sayang, respek dan simpati ternyata tak nampak dari para penggawa timnas Indonesia yang bertanding melawan Singapura, dan hampir bersamaan tim Liga 2 juga bertanding lanjutan Babak 8 Besar di Stadion Wibawa Mukti dan Stadion Pakansari, pun tak memberikan simpati, yaitu dengan mengenakan pita hitam di lengan pemain sebagai tanda duka cita.

Seharusnya, ada pihak yang mengingatkan, para pemain mengenakan pita hitam sebagai ucapan simpati sekaligus pengingat, bahwa nyawa para pemain timnas atau Liga 2 dan tim-tim lainnya, juga sangat rentan terancam bahaya, nyawa dapat melayang seperti terjadi pada Taufik, akibat permainan sepak bola yang brutal dan keras.

Masih lekat dalam ingatan saya, tiga tahun lalu, pita hitam menghiasi lengan para pemain tim nasional U-16 saat menjalani pertandingan terakhir putaran Grup A Piala AFF U-16 melawan Kamboja di Stadion Delta Sidoarjo, Senin (6/8/2018).

Pita hitam itu sebagai bentuk simpati untuk korban tragedi bencana alam gempa bumi dengan kekuatan 7,0 SR menewaskan lebih dari 90 orang di Lombok.

Timnas U-16 asuhan Fakhri Husaini pun tak hanya memakai pita hitam. Sebagai tanda duka, mereka juga mengheningkan cipta sebelum berlaga. Saat itu, Fakhri juga berbicara kepada media massa bahwa memakai pita hitam dan mengheningkan cipta adalah salah satu caranya dalam membina serta melatih anak-anak asuhnya untuk memiliki rasa respek dan simpati di luar sepak bola.

Pasalnya, rasa respek dan simpati tidak harus melulu di dalam persoalan sepak bola baik di dalam mau pun di luar lapangan serta terhadap tim lawan, tetapi juga harus tertanam dan tumbuh di hati para pemain muda rasa respek dan simpati pada persoalan kehidupan nyata, seperti terhadap duka bencana alam.

Mengapa saat sepak bola nasional berduka, sebab salah satu pesepak bolanya meninggal akibat kebrutalan oleh sesama pesepak bola, seprofesi, tetapi tidak ada pita hitam dan hening cipta oleh timnas dan Klub Liga 2 maupun Liga 3? Anak seusia U-16 tahun saja sudah dibina dan didik untuk respek dan simpati kepada bencana alam. Apakah Taufik yang sudah menjadi korban kebrutalan pemain yang sama profesinya, cari makan dari sepak bola, harus mengenakan pita hitam dan hening cipta sendiri?

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB