x

Iklan

Mafi Sri Wahyu Tiara

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 13 Desember 2021

Sabtu, 25 Desember 2021 05:58 WIB

Puisi Sita Sihir; Eksistensi Soal Kemurnian Perempuan


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sita Sihir, merupakan salah satu puisi yang ditulis dalam buku kumpulan puisi "Hujan Bulan Juni" oleh Sapardi Djoko Damono. Seperti yang tertera dalam buku tersebut, puisi ini telah diketahui bahwa ditulis pada tahun 1990.

Puisi ini secara garis besar, berkisah tentang Rama dan Sinta, dua sejoli yang akrab dikenal dalam pewayangan. "Sita" dalam judul puisi ini, sebenarnya adalah nama lain yang dibuat berdasarkan nama "Sinta".

Berikut merupakan bait-bait dari puisi Sita Sihir;

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Terbebas juga akhirnya aku -

entah dari cakar Garuda

atau lengan Dasamuka

               Sendiri,

di menara tinggi,

kusaksikan di atas:

              langit

yang tak luntur dingin-birunya:

dan di bawah:

            api

yang disulut Rama -

berkobar bagai rindu abadi

 

"Terjunlah, Sita," bentak-Mu,

"agar udara, air, api, dan tanah,

kembali murni."

 

Tapi aku ingin juga terbebas

dari sihir Rama.

 

1990

Setelah diculik oleh Dasamuka, atau biasa dikenal dengan nama Rahwana, Sinta yang merupakan titisan dewi diragukan kemurniannya. Saya masih terima kalau oleh tetangga atau orang yang baru dikenal, lah ini oleh pasangannya sendiri! Siapa yang terima?

Padahal dalam sebuah cerita lain, disekapnya Sinta selama beberapa tahun, ia malah diperlakukan bak ratu oleh Rahwana.

Sinta diminta untuk terjun ke api yang disulut oleh Rama sendiri. Hal ini sebagai pembuktian bahwa Sinta masih benar-benar suci.

Beruntungnya, takdir baik masih berpihak pada Sinta. Karena sebetulnya Sinta memang benar-benar murni. Terlepas dari apapun-

Pertanyaan demi pertanyaan muncul, hinggap, dan mencoba menemukan jawaban terbaik.

“Kenapa soal perempuan yang mesti diperdebatkan adalah kemurnian? Tetapi jika laki-laki tidak.”

Eksistensi kemurnian perempuan hampir menjamur di berbagai obrolan masyarakat. Bukan, saya di sini tidak bicara kalau perempuan tidak harus murni. Tetapi, banyak standar lain yang pantas dan layak untuk seorang perempuan. Selain dari kemurnian.

Kalau masyarakat menargetkan semua perempuan harus murni, tentu harus seimbang. Harus ada sebuah wadah yang benar-benar fokus membela, memenuhi, dan mendukung penuh atas hak-hak perempuan.

Semua perempuan murni, terlepas dari apapun!

Ikuti tulisan menarik Mafi Sri Wahyu Tiara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler