x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 27 Desember 2021 06:36 WIB

Sembako Politik Mbak Puan

Puan Maharani sebenarnya sudah punya panggung besar dan strategis, yakni kursi Ketua DPR. Ia tinggal menunjukkan kualitasnya sebagai pemimpin bila ingin menjadi pilihan rakyat. Menjadikan sembako sebagai alat politik justru akan memperlihatkan tidak kreatifnya cara yang ditempuh untuk mendekati rakyat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Musim kampanye pemilihan umum masih cukup jauh, tapi aromanya sudah tercium sejak sekarang. Aroma itu menguar dari rencana Fraksi PDI Perjuangan DPR untuk membagi-bagi sembako kepada warga di daerah pemilihan pada masa reses awal Januari depan. Aroma itu menguat lantaran anggota fraksi diwajibkan membagikan sembako itu dengan tas bergambar Puan Maharani, petinggi PDI-P yang sedang menjabat Ketua DPR.

Bagi-bagi sembako ini langsung mengingatkan pada kebiasaan politisi memberi sembako kepada warga masyarakat di masa kampanye. Tapi kali ini masa kampanye masih jauh, sehingga banyak orang bertanya-tanya apa tujuannya? Lagi pula, kegiatan ini dilakukan oleh anggota DPR—yang berasal dari PDI-P, tentu saja—dalam masa reses. Masa reses dirancang agar anggota DPR dapat berkomunikasi langsung dengan pemilihnya, menyegarkan kembali ingatannya akan amanah pemilih, serta menyerap kembali aspirasi mereka.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, petinggi PDI-P barangkali melihat masa reses ini sebagai momen yang baik untuk sosialisasi nama Puan, yang tampaknya difavoritkan oleh sebagian elite PDI-P untuk maju ke pemilihan presiden mendatang. Sebelumnya, baliho Puan sudah beredar di banyak tempat, tapi mungkin dinilai tidak cukup efektif untuk mendongkrak popularitas versi survei. Dengan membagi sembako dalam tas bergambar wajah Puan, sosialisasi nama Puan bisa langsung sampai kepada sasaran, yaitu rumah warga. 

Uniknya, seperti diberitakan media massa, meskipun para anggota Fraksi PDI-P yang ditugasi menyediakan sembako dan menyerahkannya kepada warga, namun sembako itu harus disebut sebagai Sumbangan Puan Maharani. Anggota Fraksi, Ketua Fraksi, dan Ketua Komisi di DPR yang berasal dari PDI-P diwajibkan menyediakan sembako dengan jumlah yang berbeda, masing-masing Rp 100 juta, Rp 400 juta, dan Rp 500 juta. Dengan jumlah kursi di DPR yang mencapai 128 buah, nilainya lumayan besar.

Sembako tampaknya semakin menjadi preferensi para politisi untuk menanamkan kesan atau persepsi tentang figur tertentu, sekaligus sebagai medium perkenalan politisi kepada warga. Sembako menjadi alat politik yang dianggap lebih ampuh ketimbang sarana lainnya, seperti panggung kampanye misalnya atau baliho, sebab dianggap menyentuh langsung kebutuhan warga masyarakat. Ya, sembako—bukan gagasan; kita dapat membedakan apa sasaran yang dituju oleh pemberian sembako dan gagasan.

Waktu yang digunakan untuk menyerahkan sembako ini sebenarnya waktu reses, yang diatur agar anggota DPR dapat menemui masyarakat di daerah pemilihannya dan menyerap aspirasi mereka. Katakanlah menyegarkan kembali komunikasi langsung antara anggota DPR dan warga pemilih, yang memang jarang terjadi. Kunjungan ini dibiayai dengan anggaran yang disediakan negara agar terjalin komunikasi antara anggota DPR dengan masyarakat di dapilnya. Jika kemudian waktu reses itu digunakan pula untuk menyerahkan sembako dengan tas bergambar Puan, apakah cukup elok? Kegiatan reses seharusnya digunakan untuk memperkuat peran dan fungsi anggota DPR untuk menggali aspirasi, pikiran, menampung keluhan, serta mengetahui keadaan masyarakat di dapil.

Pemberian sembako bergambar Puan pada akhirnya hanya menunjukkan bahwa PDI-P akan menempuh beragam cara untuk mengangkat nama Puan di mata rakyat. Padahal tersedia jalan yang lebih elok untuk mencapai hal itu, yakni Puan memperkuat perannya sebagai Ketua DPR dengan mendorong proses legislasi yang aspiratif terhadap kepentingan rakyat banyak. Misalnya, mendorong pengesahan undang-undang pencegahan kekerasan seksual, mendorong revisi UU ITE, dan memperbaiki UU Cipta Kerja agar lebih sesuai dengan aspirasi rakyat banyak. Jabatan Ketua DPR adalah panggung besar yang dapat dimanfaatkan oleh politisi yang duduk di kursi ini untuk menunjukkan kapasitas, kapabilitas, karakter, serta kualitas kepemimpinannya sebagai ketua dari institusi wakil rakyat.

Sayangnya, panggung besar dan strategis itu tidak dimanfaatkan secara optimal. Karena itu elite pendukung Puan berusaha mencarikan jalan lain untuk mengangkat nama Puan, yang sayangnya itu jalan konvensional, seperti pemasangan baliho dan bagi-bagi sembako.

Akhir-akhir ini Puan memang banyak melontarkan pernyataan tentang sejumlah isu terkait kinerja pemerintahan, namun sifatnya masih normatif. Jika ingin menarik simpati rakyat banyak, Puan harus lebih bernas dalam menyampaikan pernyataan serta lebih aktif mengambil prakarsa pada isu-isu yang menjadi perhatian dan kepentingan masyarakat luas. Sebagai Ketua DPR, Puan perlu menunjukkan kualitasnya sebagai pemimpin bila ingin menjadi pilihan rakyat. Menjadikan sembako sebagai alat politik justru akan memperlihatkan tidak kreatifnya cara yang ditempuh untuk mendekati rakyat. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler